Empatpuluh Tiga

1.6K 107 4
                                    

"Nay, kamu kemana aja? Aku kangen banget sama kamu. Kemarin aku nyoba ngabarin kamu, tapi nomer kamu udah gak aktif." Desiva melepaskan pelukannya.

Nayla hanya tersenyum tipis, "Baru kemarin lo nyariin gue? Hallo, selama 5 bulan ke belakang lo kemana aja? Apa itu yang disebut dengan sahabat?!" Nayla mendorong tubuh Desiva hingga tubuhnya terhuyung ke belakang.

Ia berusaha bangkit dari duduknya. Menahan rasa sakit akibat tergoresnya kulit telapak tangan pada bebatuan didalam air.

"Aww.." ringisnya lagi saat Anisa tiba-tiba mendorongnya kepada bebatuan yang ada disana.

"Kalian kenapa lakuin ini? Salahku apa?" tanya Desiva lirih.

Anisa dan Nayla saling menatap kemudian tertawa jahat. Nayla berjalan mendekat kearah Desiva. Desiva berjalan mundur saat tau kalau ada yang tidak beres dengan Nayla. Tapi sialnya, Desiva tersandung ghamisnya sendiri yang mengakibatkan ia terjatuh kemudian terbawa oleh arus air yang sedikit besar. Untungnya dengan sigap ia memegang batu didepannya, menahan badannya supaya tidak hanyut terbawa air.

"Kamu pengen tau apa salah kamu sama kita, hem?" Nayla mengusap kepala Desiva.

"Anisa, coba kamu dulu yang jelasin, apa salah dia sama kamu." Nayla mundur sedikit, memberikan ruang untuk Anisa.

Anisa kini sudah berjongkok didepan Desiva. "Pertama, lo udah deketin Aban. Kedua, lo selalu mendapatkan perhatian lebih dari semua orang. Dan yang ketiga, gue gak suka kalo lo caper ke Dhuha." Anisa mengangkat kepala Desiva kemudian menghempaskannya ke dalam air.

Nayla dan Anisa tertawa kembali melihat Desiva yang kini sudah menangis.

"A-aku gak tau kalo kamu suka sama Aban, Nis. Aku juga gak pernah minta selalu diperhatiin sama semua orang. Dan untuk Dhuha, aku gak pernah sama sekali cari perhatian ke dia." jelas Desiva dengan suara bergetar.

"Lo gak tau kalo Anisa suka sama Aban, karena emang lo gak pernah peka sama keadaan sekitar, Va. Lo gak pernah mau dengerin curhatan orang lain terhadap lo, lo hanya mentingin diri lo sendiri. Apa selama gue berteman sama lo, lo mau ngedengerin curhatan gue? Enggak kan?!" ucap Nayla sedikit membentak.

"Apa cuma karena hal itu kamu lakuin ini ke aku Nay?" Desiva memberanikan diri untuk bersuara kembali.

Nayla menatap Desiva tajam. "Bukan cuma karena itu Desiva sayang!. Kesalahan lo sama gue banyak!" Nayla menampar pipi Desiva, membuat ia meringis kesakitan.

Nayla menghela napas panjang, tersirat gurat kesedihan diwajahnya. "Waktu sehabis acara perpisahan, gue dan keluarga gue memutuskan untuk pergi berlibur, gue seneng banget disana. Tapi, kesenangan itu hanya bertahan sebentar, Tuhan ngambil rasa senang gue dan menggantinya dengan kesedihan yang sampai sekarang masih membekas dihati gue. Mobil yang dipakai keluarga gue untuk berlibur hilang kendali saat Ayah dan Ibu gue tiba-tiba bertengkar karena hal sepele. Kami semua mengalami kecelakaan. Ayah, Ibu dan adik gue, mereka gak bisa diselamatkan. Mereka udah ninggalin gue untuk selamanya. Selamanyaa..." Nayla berlutut dihadapan Desiva seraya menangis sesenggukan. Desiva ikut menangis mendengar penjelasan dari Nayla.

"Disaat gue terpuruk karena ditinggalin mereka semua, apa saudara-saudara gue peduli sama gue? Apa mereka berniat buat mengadopsi gue? Mungkin lo akan berpikir iya. Tapi kenyataannya enggak, mereka sama sekali gak peduli sama gue. Mereka semua nelantarin gue, ninggalin gue seorang diri di rumah dalam keadaan psikis gue yang lagi drop. Tiga hari gue ngurung diri di kamar, yang gue lakuin cuma nyakitin diri sendiri. Saat gue inget sama lo, gue langsung lari ke rumah lo buat nemuin lo, berharap lo bisa dengerin semua keluhan gue dan gue bisa bangkit kembali. Tapi apa hasilnya? Gue sama sekali gak ketemu sama lo, Mama lo bilang kalo lo udah berangkat ke Jawa untuk mondok. Disana semua harapan gue sirna, harapan buat ngelanjutin hidup gue tinggal 0%. Semua jalan udah buntu, gue mutusin buat mengakhiri hidup gue." Nayla berhenti sejenak, sebelah tangannya menghapus air mata yang sempat mengalir di pipinya.

"Tapi rencana gue gagal, karena pada akhirnya keluarga Anisa datang ke rumah dan mereka bilang kalau mereka siap ngadopsi gue. Mungkin lo akan berpikir ada hubungan apa gue sama Anisa? Lo gak inget ya, dulu gue pernah cerita sama lo kalo gue punya sodara yang wajahnya mirip sama gue di Yogyakarta?" Nayla mengangkat wajah Desiva, Desiva menggeleng pelan karena setahunya Nayla belum pernah bercerita tentang Anisa.

Nayla menghempaskan kepala Desiva keras. "Oh iya, gue lupa. Lo bahkan gak pernah mau dengerin celotehan gue saat SMP, lo anggap curhatan gue ke lo itu cuman angin lalu, yang masuk dari telinga kanan dan akhirnya keluar dari telinga kiri. Setiap lo curhat ke gue, gue selalu dengerin dan ngasih solusi buat lo. Lalu apa balasan lo ke gue? Lo gak pernah sama sekali mau dengerin curhatan gue, apalagi ngasih solusi. Lo cuman mikirin masa lalu lo itu. Masa lalu yang bikin lo berubah drastis sama gue, sama semua orang." Nayla menarik paksa cadar yang Desiva gunakan sehingga menampilkan dengan jelas setiap inci wajahnya.

"Lo ngapain sih pake beginian? Nanti wajah cantik lo gak keliatan. Gak pantes Desiva sayang ..." Nayla mengangkat wajah Desiva yang sudah sangat pucat dan dingin.

"Wah, liat deh, Nis. Mukanya udah pucat banget, kamu pasti kedinginan ya?" Nayla membelai pipi sebelah kiri Desiva lalu menamparnya sekali lagi, meninggalkan bekas merah di pipi putih nya.

"Sakit, Nay." rintihnya.

"Apa lo bilang? Sakit?!" Nayla memajukan wajahnya, "Denger ya! hidup gue lebih sakit dari ini. Lo gak pernah tau gimana rasanya kehilangan semua orang yang lo sayang, termasuk lo yang ninggalin gue disaat gue sedang bener-bener terpuruk. Lo pergi dan mendapatkan kehidupan baru yang menyenangkan, mendapat ketenaran diluar sana, lo bahagia, sedangkan gue? Gue sengsara Desiva!!" ia menampik wajah Desiva dengan cadar yang sempat Desiva pakai.

"Oh iya, kata Anisa dua hari yang lalu kamu berulang tahun ya? Aku juga mau dong ngasih hadiah buat kamu." Nayla menampar pipi sebelah kanan Desiva.

"Ini adalah kejutan special untuk kamu yang sedang berulang tahun. Hahaha!" Nayla mengeraskan suaranya lalu tertawa jahat.

"Nay, a-ku mohon berhenti. A-ku ud-ah gak ku-at." ucap Desiva dengan mulut bergetar.

"Kamu udah kedinginan banget ya? Yah, padahal aku masih pengen main-main sama kamu." Nayla menginjak tangan sebelah kiri Desiva hingga membuatnya melepaskan pegangan pada batu yang Desiva tumpu. Dan sekarang, Desiva hanya bertumpu menggunakan tangan kanannya. Ia memejamkan mata, yang bisa ia lakukan hanyalah berdo'a kepada Allah.

"Ya Allah. Aku pasrahkan hidupku pada-Mu. Jika hari ini Kau akan mengambil jasadku, izinkanlah aku untuk bertemu dengan-Mu di syurga. Namun, jika Kau belum menghendaki aku untuk kembali kepada-Mu, maka peluklah jiwaku sebagai tanda perlindungan dari-Mu". Hanya do'a yang bisa Desiva panjatkan, karena ia percaya bahwa Allah Maha Baik dari segala kebaikan. Ia menangis. Air matanya bercampur dengan air. Desiva benar-benar sudah tidak kuat lagi dengan dinginnya air dan rasa sakit yang diberikan Nayla. Tangan kanannya semakin melemah seiring dengan arus air yang semakin deras.

"Nayla! Anisa! Hentikan!" teriak Ilma saat Nayla baru saja akan menginjak tangan kanan Desiva.

Nayla dan Anisa sontak menengokkan kepalanya, merasa kaget dengan kemunculan Abuya dan tim syubban lainnya yang secara tiba-tiba. Anisa menundukan kepalanya, merasa takut. Sedangkan Nayla, ia malah menampilkan senyuman liciknya.

"Oh, ternyata pahlawan Desiva sudah datang?!" Nayla mengatupkan bibirnya menahan amarah, "Tapi sayangnya, kalian tidak akan bisa menyelamatkan Desiva!" teriak Nayla kemudian menginjak tangan kanan Desiva dan membuat tubuhnya hanyut terbawa arus air.

"Selamat tinggal Mama, Papa, Ilma dan semuanya. Aku senang bisa mengenal kalian semua. Ku ucapkan Terimakasih untuk kalian yang sudah sayang kepadaku. Dan untuk Abang, sampai ketemu nanti di syurga. Aku kangen sama Abang. Akhirnya nanti kita akan bertemu". Do'a terakhir Desiva sebelum akhirnya ia tak sadarkan diri.

"DESIVAA!!" teriak semuanya ketika melihat tubuh mungil Desiva yang hanyut terbawa air.

***

DesivaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang