Duapuluh Enam

1.6K 102 0
                                    

Pagi itu langit sedang berbaik hati untuk menambah kesejukan kepada segenap makhluk dengan hujan yang turun dengan cukup derasnya. Mungkin sebagian manusia diluar sana akan lebih memilih untuk menarik selimutnya dan kembali kealam mimpi, tetapi tidak untuk santri di pesantren Nurul Qodim.

Salah satunya adalah Desiva. Ia berjalan sambil membawa Al-Qurannya melewati koridor pesantren yang hanya berisi beberapa santriwati saja yang kebetulan juga lewat disana.

Sesekali ia membuka Al-Qurannya dan membaca kembali hafalannya. Sekarang ia sudah menghafal 7 juz, yah lumayanlah dalam waktu 1 minggu ia dapat menghafal segitu.

Karena tidak terlalu memperhatikan jalan didepannya, ia merasakan tubuhnya membentur sesuatu.

Astagfirullah..

Dan kini ia mendengar seseorang memekik pelan. Dengan cepat ia mendongak dan menemukan dirinya membentur punggung seseorang. Dan sialnya, dia adalah seorang laki-laki.

Kenapa dia ada di kawasan pondok putri? Dia kan seorang laki-laki. Batinnya.

"Astagfirullah, maaf saya tidak sengaja," ucap Desiva sedikit panik.

Laki-laki itu membalikkan tubuhnya dan menatap Desiva dengan pandangan datar. Walau begitu, tatapan laki-laki itu tetap teduh. Setidaknya itu yang sekarang dirasakan Desiva saat melihat manik mata laki-laki itu hingga membuatnya tertegun sejenak.

Tentu saja ia gugup. Cepat-cepat dia mengalihkan pandangannya kebawah, menatap sepatunya yang kini sedikit basah karena terkena cipratan air hujan. Desiva berharap rasa gugupnya lenyap.

"Kamu baik-baik aja?" suara laki-laki itu memaksa Desiva untuk kembali mendongak. Dan lagi-lagi mata teduh yang disertai dengan sedikit senyuman membuatnya tertegun kembali.

"I-iya, maaf Akh," jawabnya gugup.

Entah lah, Desiva tidak tau kenapa dirinya bisa gugup saat berhadapan dengan laki-laki tersebut. Padahal setahunya, baru kali ini ia melihat laki-laki itu. Apa ia santriwan baru?

"Lain kali hati-hati ya, Ukh," ucapnya membuyarkan lamunan Desiva.

Senyumannya kembali tertangkap oleh mata Desiva saat mengucapkan kalimat itu. Sederhana, tapi entah mengapa membawa efek yang luar biasa.

Astagfirullah, kenapa aku jadi gugup gini sih. Cepet pergi dari sini Va, cepet! batin Desiva.

"Iya Akh, makasih,"

Desiva bergegas melanjutkan langkahnya menuju mesjid. Ia tidak mengerti dengan dirinya sekarang ini. Saking gugupnya, ia sampai lupa mengucapkan salam saat pergi dari laki-laki tadi.

***

Desiva terlihat sedang menunaikan solat dhuha 4 rakaat, setelah berdzikir dan membaca sebentar hafalannya ia segera merapihkan kembali mukena nya.

Setelah itu, ia berjalan menuju pelataran mesjid dan memasang kembali kaos kaki yang dipakainya. Saat sedang memakai kaos kaki, tak sengaja ia mendengar dua santriwati yang sedang berbincang di sebelahnya.

"Kamu udah tau belum kalo Irsyad udah balik lagi kesini?" tanya salah satu dari dua santriwati itu.

"Iya lah tau, aku denger dari orang sih dia kesini bawa temennya yang sama-sama Tahfidz," jawab satu laginya.

"Ya Allah, mereka sempurna sekali. Udah mah ganteng-ganteng, Tahfidz Quran pula. Beuh calon idaman banget," ucapnya antusias.

"Iya, andai nanti aku yang jadi istrinya. Ganteng, pinter, sholeh, subhanallah paket komplit tuh," sambung santriwati satunya menimpali.

DesivaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang