Empatpuluh Empat

1.6K 105 12
                                    

"DESIVAA!!" teriak semuanya saat melihat tubuh mungil Desiva yang sudah hanyut terbawa arus air.

Ilma menangis histeris dipelukan Mba Gita yang juga sama-sama menangis. Abuya berlari bersama dua orang polisi mengejar Nayla dan Anisa yang berusaha melarikan diri.

Happ!!

Dhuha berhasil memegang tangan Desiva yang sudah sangat dingin dan pucat. Dari awal, ia sudah berlari mengikuti kemana arus membawa tubuh Desiva. Sampai akhirnya ia bisa menyelamatkan Desiva. Namun, bukannya berhasil membawa tubuh Desiva untuk menepi, ia malah akan terbawa oleh arus yang semakin besar.

"Dhuha! Pegang tanganku." ucap Aban.

Dhuha menengok kemudian memegang kuat tangan Aban. Aban menarik tubuh Dhuha dengan sekuat tenaga, berusaha membantunya untuk menyelamatkan tubuh Desiva.

"Sini Azmi bantuin juga." Azmi menarik tubuh Aban. Sampai akhrinya tubuh Desiva berhasil diselamatkan.

"Desivaa.." Tasya memeluk tubuh Desiva.

"Bangun Va. Kamu harus kuat." ia menangis sambil menggenggam tangan Desiva yang sudah sangat dingin.

Dhuha mematung saat melihat wajah Desiva yang sekarang tidak tertutupi kain cadar. Ia meringis pelan saat melihat kedua pipi putih Desiva memerah akibat banyak mendapat tamparan. Gadis yang sedari dulu ia kagumi karena kesabaran dan kebaikannya, dan mungkin juga ia seringkali dibuat penasaran karena wajahnya yang sering ia tutupi dengan kain cadar. Kini, rasa penasaran tersebut telah terbayar. Ia bisa dengan jelas melihat wajah di balik kain cadar yang sedari dulu Desiva pakai.

Sedetik kemudian ia menundukan pandangannya. Memohon ampun kepada Allah karena telah lancang mengamati wajah wanita yang bukan muhrimnya dengan cukup lama.

"Aban, Azmi. Nadi Desiva udah gak ada." Tasya menangis semakin histeris.

Aban, Azmi dan Dhuha yang mendengarnya pun tak kalah terkejut. Wajah Aban pucat seketika. Hatinya ikut menangis. Dhuha mundur tiga langkah kemudian berlari, entah berlari kemana. Sedangkan Azmi kini sudah mendorong tubuh Tasya agar menjauh dari Desiva.

"Ini semua gara-gara kamu! Kamu yang menyebabkan Ukhty jutek begini! Dasar perempuan gak punya hati!" Azmi meluapkan kemarahannya kepada Tasya, hal itu membuat Tasya semakin menangis sejadinya.

Tiba-tiba seorang polisi dan petugas rumah sakit menghampiri mereka. Petugas tersebut langsung menggotong tubuh Desiva dan membawanya keluar dari mata air ketiga. Sedangkan polisi membawa Tasya, karena Ilma yang melaporkannya.

"Maafin aku Sya. Mungkin kamu tadi sudah berbaik hati memberitahu keberadaan Desiva, tapi kamu juga ikut andil dalam misi-misi Nayla dan Anisa untuk menghancurkan Desiva." Ilma memeluk Tasya.

Tasya membalas pelukan Ilma, "Gak papa Ma, kamu gak perlu merasa bersalah. Seharusnya aku yang harus meminta maaf padamu, termasuk pada Desiva. Aku bersalah Ma, jadi hukuman ini emang patut aku dapatkan." ucapnya.

Ilma menganggukan kepalanya, ia bersyukur Tasya mau mengakui kesalahannya. "Aku pasti sampaikan permintaan maafmu kepada Desiva. Hati-hati disana Sya." Ilma melambaikan tangannya saat polisi sudah membawa Tasya.

***

Kini Desiva sudah terbaring dengan banyak alat infus yang menempel di tubuhnya. Mama dan Papa nya yang baru datang langsung menangis ketika melihat anak satu-satunya sudah terbaring lemah di dalam ruangan ICU.

Dokter dan para suster masih terus sibuk berlalu lalang didalam sana. Mereka menangani Desiva dengan susah payah. Mencoba untuk mempertahankan hidupnya.

Mama Desiva menangis dalam pelukan Pak Niken -Papa Desiva-. Sedangkan Pak Niken memejamkan matanya, terus melafalkan do'a.

Ilma melihat ke arah Raihan, "Han tolong kamu bilang ke aku, kalo ini cuman mimpi kan? Iya 'kan?!" ia menarik narik lengan baju Raihan. Raihan diam tak menjawab karena ia juga masih belum menyangka dengan semua yang dialami Desiva.

"Kamu harus sabar Ma. Do'akan yang terbaik buat Desiva." Mba Gita meraih tubuh Ilma kemudian memeluknya, berusaha menenangkan.

Pria paruh baya berjas putih keluar dari ruangan, menghampiri kerumunan yang ada disana dengan wajah yang lesu.

"Dok, gimana keadaan anak saya?" Pak Niken bertanya panik.

Pria yang ternyata Dokter itu menghela napas panjang, "Mohon maaf Pak, anak Anda tidak bisa diselamatkan." ucapnya pelan.

Asila dan Ilma menutup mulutnya tak percaya. Sedangkan yang lainnya sudah menangis.






























































DUARR

Tangisan diruangan itu pecah, tak lama kemudian digantikan dengan suara gelak tawa. Dokter, Pak Niken, Asila, Ilma dan semuanya tertawa. Ruangan itu seketika riuh dengan suara tawa.

"Kami dari para pemain Desiva mengucapkan Minal Aidzin Walfaidzin, Mohon Maaf Lahir dan Bathin ya guys.." ucap Semuanya kompak.
-
-
-
-
-
Mimin juga mau ngucapin

تَقَبَّلَ اللّهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ صِيَمَنَا وَ صِيَمَكُمْ وَجْعَلْنَا مِنَ الْعَائِدِين وَالْفَائِزِين

Taqabbalallahu minna waminkum, shiyamana wa shiyamakum.
Wa jaalanallahu minal aidzin wal faidzin.
Mohon Maaf Lahir dan Bathin.

Maafin ya kalo selama ini mimin punya salah sama kalian,yang disengaja maupun gak disengaja😊🙏
Mimin juga mau ngucapin Jazakallahu khayran kaatsiran buat kalian yang udah mau baca cerita mimin♡ udah mau nyempetin waktunya buat cerita ini❤

Sebenernya part ini bukan part sesungguhnya, part ini cuman buat rame-ramean aja, biar kalian gak tegang tegang amat bacanya😁 part yang bener nya nanti mimin up abis lebaran ya, jadi mohon bersabar:))

Oiya, siapa tadi yang udah tegang nih pas baca part ini? Wkwkw. Maapin mimin ya, dan jangan hujat aku guys🙈..

Udah ah segitu aja cuapcuap dari mimin. Sekali lagi Minal Aidzin Walfaidzin Semuanya🙏. Jangan lupa juga teraweh malam terakhirnya..
Mimin pamit undur diri, Wassalamualaikum Warohmatullah Wabarokatuh:)

Khoirunissa_

DesivaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang