Setelah dua minggu lamanya liburan UTS. Desiva kembali ke pondok Pesantren Nurul Qodim seperti biasa. Semua orang berusaha menyapanya ramah, ia merasa sedikit aneh mendapat perlakuan seperti itu. Namun, Desiva mengabaikannya. Ia membalas sapaan tersebut dengan sikap ramahnya.
"DESIVAA!!"
Teriak Shelia dan Lia diujung koridor pondok. Mereka berlari menghampiri Desiva, kemudian memeluknya erat.
"Gimana keadaan kamu, Va? Udah baikan 'kan?" tanya Shelia saat sudah melepas pelukannya.
"Alhamdulillah, lebih baik dari yang terbaik." ucapnya.
"Aku kangen kamu tau Va. Terakhir aku ketemu kamu kan sebelum kejadian itu. Bahkan aku gak tahu menahu tentang kejadian yang dialami sama kamu." ujarnya memelas.
Desiva mengerutkan keningnya. "Loh, kok gitu?"
"Shelia, Silvy, Ilma, Mba Gita, bahkan semuanya ninggalin aku pas lagi tidur di kamar. Mereka gak ada yang bangunin aku buat bantu nyari kamu. Shelia juga sama, padahal dia satu kamar sama aku." cibir Lia mendramatisir.
Shelia menyenggol lengan Lia pelan, "Yehh.. Kok kamu jadi nyalahin aku sih? Salah sendiri itu mah, orang lain lagi genting, ini malah enak-enakan tidur. Dasar kebo!" ledek Shelia.
"Salah kalian lah gak ada yang bangunin aku. Atau jangan-jangan kalian lupa ya sama aku?" Lia mendelik ke arah Shelia.
"Boro-boro inget sama kamu Li, yang ada dipikiran semua orang waktu itu cuman gimana caranya nemuin Desiva. Itu doang!" Shelia terkekeh diujung ucapannya.
"Bener-bener jahat, ck!"
"Jadi, kamu ditinggalin sendirian di kamar waktu kejadian itu nimpa aku, Li?" tanya Desiva dan langsung diangguki oleh Lia.
"Hah? Hahahaha." tawa Desiva lepas membuat Lia memanyunkan bibirnya.
"Kenapa ketawa?" tanyanya.
"Lucu aja, Li!"
"Bisa-bisanya kamu ketawa ya Va. Kalo aku jadi kamu waktu itu, mungkin aku mah udah nyerah aja sama Allah. Kalau ia emang mau nyabut nyawa aku waktu itu juga, cabut aja, aku mah ikhlas lillahi ta'ala. Asal ada syaratnya..." ucapan Lia menggantung.
"Apa syaratnya?" tanya Desiva dan Shelia bersamaan.
"Aku dan Dhuha dipersatukan saat di akhirat-Nya nanti." ucap Lia berangan-angan.
Desiva dan Shelia dibuat cengo kemudian tertawa kembali.
"Desiva!" teriakan seseorang membuat Desiva, Shelia dan Lia menolehkan kepalanya kepada sumber suara.
"Silvy?" Silvy memeluk Desiva, Shelia dan Lia bergantian.
"Gimana kabarmu, Va? Udah sehat 'kan?" tanyanya.
"Alhamdulillah udah sehat kok. Kamu baru dateng?"
"Iya nih, Ayah ku baru bisa nganterin jam segini. Untung jarak rumah aku sama pondok gak terlalu jauh." ucapnya lesu.
"Yaudah, kita langsung ke kamar aja yuk. Nanti ngobrolnya dilanjut disana aja." Shelia menggandeng tangan Desiva dan Silvy.
***
"Va, jangan terlalu pedes, kamu kan baru aja sembuh." Lia menepis tangan Desiva yang hendak menuangkan sambal ke dalam siomay nya.
"Ini juga udah sedikit kok."
Shelia mengambil wadah sambal lalu menjauhkannya agar Desiva tidak bisa lagi menambahkan sambal tersebut. Desiva hanya bisa geleng-geleng kepala dengan kelakuan sahabatnya itu.