Dua minggu berlalu begitu cepat. Hari ini adalah hari ulang tahun Pesantren. Jadi, semua santri dikumpulkan di lapangan untuk ikut serta memperingati acara milad pondok ini.
Kini Desiva tengah ada di atas panggung untuk menyetorkan hukuman hafalannya kepada Abuya, disana sudah banyak sekali santri yang berkumpul. Desiva menatap keempat sahabatnya dari atas panggung, keempat sahabatnya juga sedang menatap ke arah Desiva.
"Hasamah Va, aku yakin kamu bisa," teriak Lia dengan heboh sehingga membuat semua santri menoleh kearahnya.
Desiva yang melihatnya hanya bisa menggelengkan kepala kemudian menundukan kepalanya malu dengan kelakuan sahabat yang satunya itu.
Tes.. Tes.. 123
"Assalamualaikum warohmatullohi wabbarokatuh," salam Abuya membuka suara.
"Waalaikumussalam warohmatullohi wabbarokatuh," jawab semuanya serentak.
"Jadi sebagai pembukaan acara milad pondok Pesantren Nurul Qadim, Abuya sudah percayakan kepada Desiva Khoirunissa untuk membacakan hafalan Qur'an nya kepada kalian semua yang ada disini. Supaya tidak banyak mengulur waktu, jadi langsung saja ya." Abuya duduk didepan Desiva dengan membawa Al-Qur'an.
"Kamu sudah siap?" tanyanya kepada Desiva.
Desiva menghela napas panjang, "In Shaa Allah siap Abuya," jawabnya dengan penuh keyakinan.
"Baik, kalau gitu silahkan dimulai."
Audzubillahiminassyaithonirrojim...
Bismillahirohmannirohim...
Desiva mulai membacakan surat Al-Baqarah dengan lantangnya.
Desiva menghela napas sejenak, ia mengingat dimana ia pertama kalinya mengumandangkan solawat didepan banyak orang bersama tim syubban ditengah guyuran hujan. Kala itu ia masih bisa tertawa bahagia bersama semua anggota tim syubban. Namun sekarang? Sekarang semuanya telah berubah. Ia iri pada hujan. Rasanya hujan lebih bisa membuat semua orang bahagia.
Surat Al-Baqarah telah selesai dibacakan dengan lancar. Dilanjutkan dengan surat Ali'Imran.
Alif lam mim...
Allahulaillaha ilahuwal hayul qoyum..Mungkin Desiva juga perlu iri pada matahari, karena dilihat atau tidak ia tetap bersinar dan dihargai atau tidak ia akan tetap setia menerangi. Desiva ingin sekali menjalani hidup layaknya matahari yang menjalankan tugasnya dengan penuh keikhlasan.
Tak terasa Desiva kini telah membacakan surat Al-Isra.
Walaa taqrobu zina' innahu kana fahisatan waa saa'asabila...
Desiva menitikkan air mata saat membaca ayat tersebut. Ia mengingat kembali kejadian dua minggu lalu saat ia tak sengaja memeluk Aban. Kejadian tersebut membuat dirinya makin dibenci oleh semua santri. Desiva berharap Allah mengampuninya karna kekhilafannya kemarin. Semoga kehidupannya bisa lebih baik lagi kedepannya.
Bayangan masa lalu terus terlintas di benak Desiva. Apakah ia bisa menjalani kehidupan yang rumit ini? Apakah Desiva harus tetap berada di pondok ini dan menjalani semuanya, ataukah ia harus pulang kerumah untuk meninggalkan semua yang ada disini? Desiva kembali melanjutkan bacaannya.
Saat Desiva mencapai surat terakhirnya, semuanya menyeruakan takbir dan bertepuk tangan. Termasuk ketiga sahabatnya yang ikut bersorak dan mengucapkan kata syukur.
Desiva bersujud dihadapan Abuya. Ia tak bisa lagi menahan air mata yang sedari tadi ia tahan. Abuya yang melihatnya merasa iba. Sebenernya Abuya pun masih kurang percaya jikalau Desiva lah pelakunya. Ia sengaja memberikan hukuman dengan menghafal Quran agar Desiva bisa lebih tegar dan sabar dalam menjalani kehidupannya.
"Abuya bangga sama kamu Nak, selamat ya." ucap Abuya.
"Syukron Abuya, saya juga bisa mengambil hikmah dari hukuman yang Abuya kasih," Abuya tersenyum kepada Desiva.
"Alhamdulillahirobil'alamin, akhirnya Desiva bisa mengkhatamkan Quran dengan lancar dan sukses. Takbir!" teriak Abuya.
"Allahu akbar" koor semua dengan semangat.
Desiva turun dari panggung dan langsung memeluk keempat sahabatnya. Yang dirasakan olehnya sekarang adalah perasaan senang bercampur haru.
"Kamu hebat Va," ucap Silvy.
"Selamat ya Va, sekarang kamu udah jadi Hafidzah," Shelia memeluk Desiva ikut senang.
"Ini juga berkat dorongan semangat dari kalian. Makasih banyak ya. Aku sayang kalian,"
Desiva dan keempat sahabatnya pun saling berpelukan kembali.
"Ukhty," panggil Aban. Desiva menolehkan kepala ke sumber suara.
"Iya?"
"Selamat ya ukh. Kamu hebat banget," ucap Aban memberi ucapan selamat.
"Jazakumullah Akh,"
"Assalamualaikum, ukh"
"Waalaikumussalam," jawab Desiva dan Aban, lalu menoleh ke orang yang mengucapkan salam. Ternyata itu Dhuha dan Irsyad.
"Selamat ya, Ukhty" ucap Dhuha.
Desiva tersenyum, "Iya, syukron Akh."
"Ha, berarti kita kalah dong," Irsyad menyenggol pelan lengan Dhuha.
Dhuha mengerutkan keningnya, "Kalah apanya Syad?"
"Ya karna kita kan hafal Qur'an tuh dalam jangka waktu 2 taun nih, sedangkan ukhty Desiva bisa hafal cuman dengan waktu 1 bulanan aja. Kita kalah dong sama dia," ucap Irsyad berbisik kepada Dhuha, namun masih bisa didengar oleh Desiva.
"Lah, iya juga ya. Malu aku Syad, masa kita kalah sih sama cewe, haha." Dhuha dan Irsyad terkekeh.
Desiva ikut terkekeh dengan penuturan Irsyad dan Dhuha. Sebenarnya, ia juga masih tidak menyangka kalau ia bisa menyelesaikan hafalannya dengan cepat.
"Sekali lagi selamat ya Ukh," ucap Irsyad.
"Hem, iya Akh. Jazakallahu khairan,"
Dan masih banyak lagi yang mengucapkan selamat kepada Desiva.
Dari jauh, ada sosok yang tak suka melihat ini. Kemudian ia bergegas mencari seseorang.
Perempuan itu tengah mendengar banyak pujian tentang Desiva yang berhasil mengkhatamkan quran. Perempuan itu hanya tersenyum miring. Lalu perempuan lain menghampirinya.
"Maksud Lo apa, Hah?" sentak perempuan yang baru datang. Yang disentak hanya mengangkat sebelah alisnya kemudian tersenyum miring.
"Maksudnya apa gimana? Rencana kita udah berhasil,"
"Maksud Lo apa? Lo udah bikin Aban sama Desiva makin deket anj*ng!"
"Lo nyamperin gue cuman mau bilang itu? Gue juga gak suka liat dia bahagia, dan rencana kita buat bikin dia sengsara berhasil. Berhasil girls."
"Terus tujuan lo cuman buat hancurin kebahagiaan Desiva? Dia orang baik, lo pernah bilang kan kalo dia bakalan kasih apa aja yang dia punya buat lo. Dan sekarang, balasan yang lo kasih buat dia apa, Hah?! Manusia keji macam apa lo?"
"Lo juga bukan cewek yang baik buat Aban. Asal lo tau ya, kalo Aban tau dalang dibalik semua ini adalah lo, emang dia bakalan mau sama lo? Gaakan!"
"Aban gak akan pernah mau sama cewek b*ngs*t kayak Lo! Ngaca!!" sambungnya.
"Gue suka sama Aban dari dulu, sebelum gue datang kesini. Tapi Desiva bisa dengan mudah deketin Aban, sedangkan gue? Tapi gak papa kalau Aban gak milih gue, gue gaakan maksa. Nggak kayak lo yang mikirin kebahagiaan lo dan ngorbanin kebahagiaan orang lain!!" sentak perempuan itu.
"Pokoknya gimana pun caranya, gue gak mau liat Desiva bahagia diatas penderitaan gue. Termasuk kalo harus nyakitin Aban lo itu!" perempuan satunya tak mau kalah.
"Jangan sentuh Aban, atau hidup lo bakalan hancur kayak kehidupan Desiva sekarang!" perempuan itu mendorong bahu perempuan dihadapannya. Sampai akhirnya ia menjauh dari lingkungan Pondok.
Tapi, siapa mereka?
***
