Six

52.3K 2.7K 99
                                    

Jika diam hanya dapat menorehkan luka lama semakin dalam, maka Ana akan memilih untuk menghadapinya saja, ketimbang ia jatuh dan merasakan sakitnya kembali.

Seperti tujuannya dari lama ketika ia masih berada diluar sana, ia kembali untuk menyembuhkan rasa sakitnya dengan cara menghadapi. Dan setelahnya, ia akan merasa lega karena tak ada lagi beban yang akan digenggamnya dikemudian hari nanti.

Ia tak terlalu berharap untuk kembali, karena hatinya pun sudah luruh dan hancur berkeping-keping di dalam tubuh sana. Ia pun tak terlalu berharap untuk memulai hidup barunya kembali, dengan mereka yang pernah menyakiti. Karena rasanya Ana tak begitu sanggup untuk memulai.

Ana yang diam, bukan berarti di dalamnya terasa kosong. Kalian harus tahu jika ia tengah berpikir, meskipun tatapan matanya terlihat tak tentu saat itu.

Seperti kali ini, atau lima belas menit yang lalu. Ia masih tetap berdiri tak bergeming di depan ruangan yang sedang ditujunya, ya tempat Alissha berada di dalamnya.

Antara mengikuti ego ataupun hati yang sudah rapuh, ia sungguh bingung antara harus masuk ataupun pergi saja. Tapi menurutnya, pergi sama saja menyerah dengan keadaan yang terpuruk. Dengan sekali hembusan napas, ia mulai masuk tanpa mengetuk pintu itu.

"Apa kamu tak memiliki sopan santun. Saya ini dosen kamu sekarang." ucap Alissha setelahnya.

Ana hanya mengangkat satu alisnya, tak berniat untuk menjawab. Ia bahkan langsung duduk, tepat di depan Alissha berada.

Alissha sedikit menghembuskan napas. "Kenapa lo berubah?" tanya Alissha lagi.

Ana hanya diam tak berniat untuk menjawab, bahkan ia memilih untuk memainkan kukunya ketimbang melihat Alissha. Bisa dikatakan, Ana sangat tidak sopan saat ini!

"Ana, kenapa lo jadi seperti ini? Kenapa lo memilih untuk pergi? Lo nggak sayang lagi sama orang tua lo? Kenapa lo buat gue merasa bersalah? Mereka butuh lo, lo tahu itu!"

Ana memejamkan matanya, meskipun tak terlihat oleh Alissha. Ia meneguhkan hatinya bahwa ia kuat, lalu membuka matanya dan menegakkan kepalanya.

Ana tersenyum sinis. "Gue berubah? Dari segi mana!"

Alissha tentu saja terlonjak kaget. Apakah ini Ana yang ia kenal, sepertinya tidak demikian.

"Lo emang bener-bener berubah Na." desis Alissha setelahnya.

BrakkKKK..

Ana menggebrak meja Alissha setelahnya. Tentu saja Alissha diberikan rasa kaget untuk berkali-kali sekarang ini. Untung saja ruangannya itu  dikhususkan untuknya sendiri. Jika tidak, bisa mati riwayat Ana itu.

"Berapa kali lo ngomong kalau gue udah berubah di depan gue? Gue tebak! Mungkin sebelum gue rapuh, sesudah gue rapuh, lalu setelah gue pergi. Enggak cukup lo ngomongin gue udah berubah dari dulu! Nggak bosen lo?"

Alissha tentu saja memilih untuk diam saja. Mengapa Ana berbeda dengan yang ia kenal sebelumnya? Mungkin itu yang Alissha pikirkan saat ini.

"Lo tahu makna berubah? Berubah itu untuk mereka yang udah nggak peduli sama kita. Lo harus paham itu!"

Alissha bangkit dari duduknya. "Setidaknya ada orang yang masih sayang sama lo, yaitu orang tua lo sendiri!"

Ana mengusap wajahnya kasar. Sepertinya Alissha tak tahu sama sekali tentang semuanya yang sudah terjadi sebelumnya. Ia menatap tajam Alissha dengan jari telunjuknya yang lurus dengan wajah Alissha.

"Lo tahu apa tentang mereka? Lo tahu apa tentang semuanya hah! Lo pikir lo udah bener, dengan mihak mereka. Lo salah besar!" seru Ana kemudian.

Alissha sedikit menunduk. Ternyata ini yang membuat hatinya terus-terusan tidak tenang. Ia tidak melihat sisi rapuh dari seorang Ana dari depan. Alissha baru tahu sekarang.

Everything Has Changed (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang