Two

65.4K 2.9K 48
                                    

Dunia selamanya tak akan sama. Karena terdapat banyak ketegaran, selama dunianya berkamuflase menjadi wajah yang baru. Dan itupun berlaku bagi Ana.

Beribu keping rasa rapuh itu, perlahan berubah menjadi butir-butir debu yang kemudian luruh dari hati, kemudian mengikuti arus darah yang terjadi di dalam tubuh. Rasa rapuh itu? Ya, kini telah berganti menjadi seorang yang kuat kembali layaknya sebuah batu yang tahan hancur, meskipun beberapa saat lamanya ia bertahan.

Namun jangan lupakan, bahwa batu takkan selamanya dapat menahan deraian air hujan. Kerena semakin ia ia meresap air, semakin cepat pula ia runtuh menjadi butiran pasir yang halus.

Segala sesuatu yang Ana inginkan hingga saat ini, adalah berdamai kembali dengan masa lalu. Hanya itu! Karena hampir satu tahun lebih Ana tinggal di lain tempat dari mereka, hatinya belum saja mengalami perubahan. Ana yang dulu,  masih sama seperti saat ini. Hanya saja, Ana yang saat ini, sangat pandai menyembunyikan perasaan dan mampu berinteraksi dengan banyak orang. Tetap saja sifat Ana tak pernah berubah, DINGIN.

Aksen, hingga saat ini perubahan fisik dan psikisnya masih sangat berjalan lambat. Yang Aksen perlukan hanya dukungan, tapi hanya ada Ana yang selalu ada bersamanya. Selebihnya, ia hanya menjadi diri sendiri yang terpuruk dengan keadaan.

Namun kini, Aksen berada pada jarak yang jauh dari dirinya, Amerika. Tempat dimana Aksen menjalani perawatan, dan itupun masih berjalan sampai sekarang. Tak pernah mereka saling beradu kabar, mungkin karena Aksen harus fokus dengan perawatannya. Dan Ana tak pernah mempermasalahkan itu sama sekali.

Ana memejamkan matanya untuk beberapa saat. Memori otaknya perlahan kembali kemasa lalu, dimana ia dan Aksen baru sampai ditempat itu.

Flashback On.

Ana menatap Dokter yang baru saja memeriksa keadaan Kakaknya. Tak ada percakapan yang terjadi dalan jangka waktu yang lama. Yang berbeda di sini, hanya Dokter itu terlihat kosong setelah memeriksa Aksen yang sekarang sedang tidur tenang.

"Jadi kamu berasal dari Indonesia?" ucap Dokter itu yang fasih mengucapkan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Ana terkejut. Tentu saja, apakah Dokter yang berada di depannya ini berasal dari negeri yang sama?

"Dokter berasal dari Indonesia juga?" tanya Ana lirih.

Dokter itu sedikit tersenyum, meskipun sorot matanya tak sesuai dengan apa yang dilontarkan.

"Betul. Hanya saja karena sebuah masalah, saya memilih untuk pergi. Dan mencari jalan saya sendiri di sini." jawab Dokter itu.

Ana hanya mengangguk sekilas. "Lalu bagaimana keadaan Kakak saya?"

Dokter itu sedikit tersenyum. "Kakak kamu sudah terlanjur parah dalam kondisi ini. Apakah Kakakmu sering melukai dirinya sendiri? Saya berpikir, dia membutuhkan banyak dukungan dari keluarga. Dimana orang tuanya sekarang?"

Ana tentu saja tidak menjawab. Ia datang ke tempat ini hanya berdua saja, tak ada orang lain. Mana peduli Papah dan Mamahnya terhadap Aksen! Perlahan Ana mulai menitikkan air mata.

"Mereka tidak peduli dengan kami lagi Dok. Aku pun cukup tahu dengan apa yang mereka inginkan! Yaitu meminta kita pergi sejauh-jauhnya dari mereka." ucap Ana sedikit menahan isak.

Dokter itu terpaku. Ada gejolak hati yang langsung membara di dalam hatinya. Ya dua anak itu, sama-sama bernasib buruk sepertinya. Dokter itu pergi dari negaranya sendiri karena keluarga, dan ia pun rela meninggalkan semuanya termasuk anak dan suaminya yang masih tertinggal di sana.

Namun, bagaimana dengan kedua anak ini? Bahkan menghidupi dirinya sendiri dinegara ini, mereka takkan cukup tahu. Dokter itu tersenyum, lalu memeluk Ana dengan erat.

Everything Has Changed (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang