Fiveteen

44.1K 2.2K 27
                                    

Deru ombak memang tak selamanya meninggalkan pantai. Kadang ia pergi menjelajah lautan lepas , namun terkadang pula ia datang ketepi seiring berjalannya waktu.

Ombak mengingatkan Ana dengan seseorang dimasa lalu, dan orang itu berada tepat dihadapannya. Di samping Ana, masih ada Shasa. Dan kemudian muncul dua orang yang memang sudah menyaksikan pertunjukkan hebat sedari tadi, Andra dan Davin.

"Mereka siapa Na?" tanya orang itu yang memang nampak asing dengan wajah keduanya.

Davin sedikit memajukan langkahnya untuk lebih dekat dengan orang itu. Tatapannya tajam, seperti tak senang dengan kehadiran orang yang sudah berani memeluk Ana. Cemburu, pasti. Siapa yang tidak suka jika pujaan hatinya terlihat mesra dengan orang lain?

"Apa hubungan lo sama Ana?" tanya Davin langsung, sepertinya ia terbakar api cemburu.

Shasa terkikik pelan, sedangkan Davin masih menatap orang itu tajam. Tak jauh dari Davin, ada Andra yang juga menunggu jawaban. Sedangkan orang itu terus menatap Shasa, yang mungkin terlihat seperti pemandangan lucu.

Sedetik kemudian orang itu paham, lalu tersenyum jahil kearah Davin. Ia menaikkan resleting jaketnya, seolah-olah memamerkan diri. Kemudian menatap Davin seolah-olah menantang dengan kode keras.

"Gue Aksenio Alvan. Lo bisa panggil gue Aksen, jabatan gue disini sebagai pacar sekaligus masa depan dari Anasthasya Azaria. Lo sendiri, temennya Ana bukan?"

Tentu saja Davin terlonjak kaget. Ia menoleh kearah Ana yang sepertinya menuntut penjelasan kepadanya. Namun Ana yang tak pernah peka, hanya bisa bersedekap dada seolah-olah nampak acuh. Davin menutup matanya, berharap semua ini hanyalah khayalan belaka.

Davin mendengus kasar. "Gue nggak percaya."

"Kalau nggak percaya ya sudah. Tapi gini ya gue kasih tahu, gue udah ngejalin hubungan sama Ana hampir empat bulan. Dan itu kita jalanin secara diam-diam. Baru hari ini gue mau buka-bukaan, karena ada cowok yang udah berani jadi temennya. Gue sih nggak mau ada halangan diantara kita berdua." lanjut Aksen setelahnya.

Davin hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Ia percaya saja dengan yang Aksen tuturkan itu. Perlahan ia menarik napas panjang-panjang, kemudian menghembuskannya secara perlahan.

"Semoga aja kalian bisa bahagia. By the way udah siang nih, gue ada jadwal kuliah setengah jam lagi. Duluan ya." pamit Davin yang berusaha untuk tersenyum, namun terkesan miris. Alasan klasik yang menerima semuanya, namun dalam lubuk hatinya ia menolak keras.

Davin mengambil tasnya, lalu pergi menuju parkiran mobilnya. Sedetik kemudian, mobil Davin sudah melaju dan meninggalkan rumah Ana.

Andra menatap Aksen sedikit mengintimidasi. "Kok gue nggak terlalu percaya ya? Kayaknya kalian mirip deh."

Pada saat itu juga Shasa langsung tertawa puas. Ternyata Davin benar-benar mencintai Ana, dan Shasa tak akan pernah lagi menyangkalnya. Terlebih lagi, Davin sepertinya mudah merelakan, jika memang Ana mampu bahagia tanpa dirinya. Shasa tersenyum, Davin adalah pilihan terbaik untuk Ana! Dan Shasa dapat menjamin itu.

"Siapa suruh lo percaya!" seru Aksen yang kemudian masuk ke dalam rumah bersama Ana sambil menggeret koper yang dibawa Aksen.

Andra tersenyum kecut. "Kok pedes banget ya, seperti Ana kalau lagi ngomong."

"Iyalah, wong itu Abangnya. Tentu saja mirip! Ganteng kan?" ucap Shasa dengan antusias.

Andra tentu saja kaget, namun kemudian menampilkan ekspresi datar. "Awas aja kalau tuh orang jadi PHO. Bakalan gue bunuh langsung ditempat."

Shasa terkekeh pelan. "Aku mah sayangnya sama Andra doang kok "

Andra memutar bola matanya malas. "Awas aja Sha, aku pantau kamu terus mulai sekarang!"

Shasa terssnyum. Semoga saja Andra juga pilihan terbaik untuknya.
_____

Davin berada dipinggir tribun lapangan saat ini. Tak ada yang ia lakukan selain diam, namun pikirannya saat ini sungguh berserakan dimana-mana.

Semilir angin sesekali lewat dan menerpanya. Matanya pun sama sekali tak berkedip dari tadi, memikirkan semuanya yang entah kenapa hatinya merasa kacau. Mungkin fakta yang baru saja diterimanya, tak dapat ia masukkan kelubuk hatinya secara langsung.

"Woyyy bro, gue cariin lo kemana-mana. Ternyata ada di sini, kenapa lo pagi-pagi gini udah galau?"

Davin melirik sekilas kearah samping. Entah mengapa Andra selalu menjadi pengganggunya disela-sela waktu. Davin mendorong Andra berharap agar cepat menjauh. Tapi usahanya nihil.

"Woyy, napa sih lo?" tanya Andra lagi dengan kesal. Pasalnya Davin seperti tak berperi kemanusiaan saat ini.

Davin mengusap-usap wajahnya gusar. "Gue berusaha buat move on dari dia. Intinya, gue nggak mau jadi penghalang mereka buat bahagia." jelas Davin.

Tepat. Andra langsung tertawa puas mendengarnya. Ia memegangi perut, kemudian terbahak-bahak. Tentu saja membuat Davin yang melihatnya langsung tersenyum jengkel. Ia terus memandangi Andra hingga selesai tertawa.

"Sudah?" tanya Davin yang masih sangat jengkel.

Andra hanya mengangguk-angguk saja. Namun ia masih susah untuk mengatur nafasnya agar cepat-cepat berhenti dari tawa panjangnya.

"Lo emang nggak pernah berubah Dra! Sahabat lagi galau, masa lo ketawain. Nggak sohib itu namanya." keluh Davin.

Andra menepuk-nepuk bahu Davin seolah-olah merasa prihatin. Tentu saja Davin kembali dibuat jengkel. Pasalnya baru saja Andra menertawakannya puas.

"Yakin lo mau nyerah gitu aja lagi. Inget! Selama janur kuning masih belum melengkung, lo masih punya banyak kesempatan." komentar Andra yang terlihat bijak.

"Dengan jadi penghalang mereka? PHO gue namanya. Gue pikir, jika Ana memang bisa bahagia meskipun bukan ditangan gue, gue pasti bakal merelakan. Ya, lebih baik menerimanya. Ketimbang membuat seseorang yang kita suka merasa menderita." lanjut Davin kemudian.

Andra bertepuk tangan hebat. Sepertinya Davin memang bisa dikatakan pria sejati. Dia merelakan semua perasaannya, jika ia bisa melihat orang lain bahagia meskipun tidak berada ditangannya.

"Lo emang beda Vin. Gue jamin, Ana pasti bisa beruntung jika bisa dapetin hati lo. Tenang, lo masih punya banyak kesempatan kok." hibur Andra yang lagi-lagi terkekeh pelan.

Davin memutar bola matanya. "Gimana caranya? Toh Ana udah ada tambatan hatinya sendiri." semprot Davin cepat.

"Dia bukan kekasihnya Vin, tapi Kakaknya." jelas Andra yang sudah merasa kasihan melihat Davin yang terlihat sedikit frustasi itu.

Davin sedikit tertegun. "Kakaknya?"

Andra mengangguk mengiyakan. "Iya, mereka mirip banget kok. Emang lo nggak ngerasa kemiripannya? Kalau nggak ngerasa ya pantes. Wong orangnya udah cemburu duluan kok."

"Yakin dia Kakaknya?" tanya Davin memastikan.

Andra kembali menganggukan kepalanya.
"Iya, lo sih main kabur duluan. Sok ngomong ada kuliah pagi, padahal mah nggak ada jadwalnya. Pada intinya, orang yang tadi lo lihat itu, bakal jadi Kakak ipar lo!"

Davin mengangguk. Sepertinya ia tak jadi patah hati saat ini. Karena ia masih banyak kesempatan buat dekat dengan Ana.

"Yakin kan dia Kakaknya?" tanya Davin yang memang masih tak percaya.

Andra langsung menarik kerah baju Davin. "Awas aja kalau ngomong hal yang sama lagi seperti sebelumnya. Gue bakal cincang lo lama-lama." ancam Andra yang mulai dongkol.

*****

1043 Kata.

By: Vaa_morn.

Everything Has Changed (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang