Davin menggunakan jaket yang baru saja diambilnya dari lemari. Ia langsung mengenakan, kemudian berjalan menuju tas nya berada. Sebelum itu, ia menyemprotkan minyak wangi kedalam tubuhnya dan menata rambutnya sedemikian rupa agar tampil sesempurna mungkin.
Setelah dirasa olehnya selesai. Ia mulai berjalan keluar dari rumahnya, kemudian memasukki mobilnya dengan sedikit bersenandung nada. Ia menghidupkan mobil, dan tak lama mobilnya melaju menjauhi pekarangan rumahnya.
Ia mengendarai mobilnya dengan santai. Setiap peraturan lalu lintas pun, ia patuhi sebaik-baiknya. Dan hingga tiga puluh menit kemudian, mobil yang ia kendarai telah memasuki pekarangan rumah yang menjabat sebagai sang pujaan hati. Siapa lagi kalau bukan Ana.
Davin turun dari mobil. Sebelum ia melangkah lebih jauh, ia menyempatkan diri menatap wajahnya di depan spion. Sedukit merapikan rambutnya, ia sedikit tersenyum manis.
"Udah ganteng kok." pujinya pada diri sendiri.
Davin berjalan dengan percaya dirinya tanpa tahu malu menuju rumah Ana. Hanya beberapa langkah jarak pintu dari mobil, sehingga tanpa basa-basi, ia pun telah sampai di depan pintu tujuannya.
Tok... Tok .. Tok...
Ia mengetuk pintu dengan penuh kesabaran. Sambil menunggu sang pemilik membuka pintu, ia lagi-lagi sedikit bersenandung nada untuk mencegah rasa bosannya itu.
Ceklek...
Tepat pada menit pertama, seseorang membuka pintunya dengan pelan. Sedikit asing wajah itu, namun Davin dapat sedikit mengenali orang itu sebelumnya.
Cukup benar jika orang yang berada di depannya ini sangat-sangat mirip dengan Ana. Dan sedikit menghilangkan rasa canggungnya, ia sedikit tersenyum. Lalu kemudian mengulurkan tangannya kepada orang di depannya itu.
"Gue Davin, temen Ana. Tapi sebentar lagi bakal berubah status, menjadi masa depan Ana. Lo Kakaknya Ana bukan?" ucap Davin dengan penuh percaya diri.
Aksen hanya menatap tangan Davin, tanpa berniat untuk menjabatnya. Tak apa jika Aksen dikatakan sombong, toh persepsi orang lain itu berbeda-beda.
"Jika lo mau cari Ana. Lo telat, Ana udah berangkat." jawab Aksen yang memang sifatnya tak jauh-jauh berbeda dari Ana hari ini.
Davin sedikit mencelos. Tanpa ada ekspresi yang terukir diwajah Aksen saat ini. Betul, Aksen mengatakan beberapa patah kata, tanpa ingin menampilkan ekspresinya sedikit saja. Tidak lagi seperti kemarin yang sepertinya mudah bercanda!
"Berangkat sama siapa Ana?" tanya Davin lagi.
"Nggak tahu gue. Kenapa sih lo tanya mulu, cari tahu sendiri bisa kan?!" protes Aksen sedikit cuek.
Hilang sudah rasa ramahnya. Tapi tunggu dulu, sepertinya ia pernah melihat Aksen sebelumnya. Tapi dimana? Davin menopang dagunya sedikit berpikir. Berulang kali ia mengingat masa lalu, namun hasilnya nihil. Tepat pada detik sebelumnya, ia tersenyum cerah.
"Lo anak SMA Garuda musuhnya sekolah gue kan? Si manusia es, yang kalau ngomong irit banget. Tapi kayaknya perkembangan ngomong lo bertambah. Belajar dari kapan lo?" ucap Davin sok akrab.
Aksen yang disebut-sebut sebagai manusia es, hanya bisa mendengus kasar. Siapakah orang yang berada di depanya ini? Bahkan ia pun tak tahu namanya sama sekali.
"Bodo amat lah. Lo mau ngapain masih di sini? Ana udah berangkat kan!" tanya Aksen yang memang sudah sedikit kesal.
"Lo mau kuliah kan? Kuliah dimana? Mungkin bisa gue anter." ucap Davin yang berniat baik.
Aksen sedikit melirik kearah tas nya. Benar juga, ia akan ada kuliah pagi saat ini. Dan ia akan menjadi mahasiswa baru dikampus yang Ana tempati saat ini juga, tentu saja masih banyak hal yang Aksen siapkan. Dan soal tempat? Tentu saja Aksen masih tak paham tentang arah jalan menuju tempat itu. Terlebih ia hanya tinggal masuk saja, tanpa harus-harus lelah untuk mendaftarkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Has Changed (Completed)
Teen FictionSeason 2 for S.A.D In A Life (Happy Ending) Ruang memintaku untuk menjauh dari mereka, dan waktupun memintaku untuk berubah dalam seketika. lalu, apalah dayaku ini yang hanya mengikuti permainan takdir belaka? Aku pernah bahagia, namun dalam sekejap...