"Davin kecelakaan dan dioperasi, terus dia kabur! Kok kamu baru bilang ke aku sih soal ini." protes Shasa yang memang sedang menerima panggilan dalam telepon.
Ana yang tengah menyeruput es tehnya, langsung tersedak. Sambil menatap Shasa yang nampak serius, Ana mulai sedikit bertanya-tanya.
Tutt..
Sedetik kemudian, Shasa memutuskan panggilannya secara sepihak. Ia menatap Ana dengan raut muka yang susah dijelaskan, kemudian membuka segel botol air mineralnya, dan menenggaknya hingga habis.
"Na, pantes aja Davin nggak kelihatan dua hari ini. Ternyata dia kecelakaan." Shasa mulai bercerita dengan raut muka sedikit serius.
Ana mengangguk-angguk saja, namun tak ingin membuka obrolan sama sekali. Dengan lihai ia mengambil buku dalam tasnya, kemudian membacanya.
"Kok gue dicuekkin sih, kan gue belum selesai ngomong." protes Shasa yang kemudian merebut paksa buku yang dipegang Ana.
Shasa meletakkan buku Ana di tasnya. Dengan raut muka yang kembali serius, ia mulai membuka suaranya kembali. Sedangkan Ana hanya memasang wajahnya jengah.
"Jadi pada suatu sore, Davin dan Papahnya itu berniat makan diluar. Mereka masuk kedalam mobil, kemudian Papahnya mulai mengendarainya dengan kecepatan sedang. Tepat sepuluh menit kemudian.."
"Stop.. Stop.. Stop.. Lo mau cerita atau mau mendongeng. Langsung intinya aja langsung!" seru Ana yang sudah dikelilingi rasa kesal.
"Intinya Davin kecelakaan!" seru Shasa histeris.
"Gitu aja? Kronologinya gimana?" tanya Ana lagi.
Shasa menggebrak kesal. Bagaimana tidak? Ketika ia ingin menjelaskan secara detail, Ana langsung memprotes. Giliran ia langsung ke intinya, Ana juga memprotes dirinya juga. Maunya Ana apa coba?
"Jadi, pada suatu hari.." saat itu juga Ana langsung memotong.
"Langsung ke intinya saja!" semprot Ana.
"Pada intinya Davin kecelakaan!"
"Terus kronologinya gimana?"
"Pada suatu hari.."
"Bodo amat!!" potong Ana cepat.
Shasa meniup-nip poninya jengah. Ia mendudukkan dirinya kembali, kemudian memainkan ponsel. Terlihat jelas bahwa Shasa sedang mengetik, dan kemudian menegakkan kepalanya menghadap Ana.
"Yukk, kita jenguk Davin!" ajak Shasa.
"Katanya Davin kabur. Terus kita mau jenguk siapa?" tanya Ana balik.
"Kita tunggu Davin diruangannya, siapa tahu udah ketemu."
Ana melirik jam tangan yang dipakainya, lalu mengeleng pelan. Ia memasukkan ponselnya kedalam tas, lalu dipakainya.
"Gue ada urusan sebentar, jadi lo kesana duluan, nanti gue bakal nyusul. Kalau lo udah sampai, hubungi gue dan kasih tahu ruangannya. Oke!"
Ana kemudian berlari meninggalkan Shasa yang masih belum menjawabnya. Ia pergi menuju parkiran, kemudian masuk kedalam mobil. Ya, Ana sudah mengendarai kendaraan beroda empat itu semenjak umurnya genap 17 tahun, dan tentu saja sudah memiliki surat izin dalam mengemudi.
Mobilnya melaju sedang dijalan raya. Walaupun cuaca terasa begitu terik, ia tetap mengemudikannya dengan santai. Jalanannya pun terlihat senggang, sehingga tak membuat Ana terlalu sama untuk sampai ditempat tujuannya.
Ia turun dari mobil, kemudian menguncinya. Ia menyampirkan tas punggungnya dibahu kanan, kemudian berjalan memasuki Cafe dimana ia saling bertukar janji untuk bertemu ditempat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Has Changed (Completed)
Teen FictionSeason 2 for S.A.D In A Life (Happy Ending) Ruang memintaku untuk menjauh dari mereka, dan waktupun memintaku untuk berubah dalam seketika. lalu, apalah dayaku ini yang hanya mengikuti permainan takdir belaka? Aku pernah bahagia, namun dalam sekejap...