Ekstra Part-2

48.3K 1.8K 18
                                    

Ana sendiri tak kala ia mengingat kembali hari spesial disepanjang hidupnya. Sejarah baru dengan status baru saat itu. Dan hari itu adalah puncak kebahagiaan yang ia miliki.

Flashback On.

Ana mengedarkan pandangannya kesekeliling kamar barunya. Mungkin bukan hanya kamarnya saja, tapi kamar ini adalah milik bersama dengan seseorang yang telah resmi menjadi suaminya saat ini. Ana tersenyum, ia tak pernah merasakan hal bahagia ini sebelumnya.

Ia sudah berganti gaun sebanyak tiga kali untuk hari ini. Dari acara akad, hingga acara yang terakhir untuk malam ini. Sebuah acara yang memang hanya dihadiri oleh kolega bisnis keluarga saja. Dan itu sangat formal, sehingga Ana memilih untuk pulang lebih dulu meninggalkan suaminya yang masih berada di sana.

Ana masuk kekamar mandi berniat untuk menyegarkan tubuhnya, setelah itu ia kembali berbaring ringan dengan pakaian santai ala-ala rumahan. Namun itu tak berangsur lama, Ana bangkit kemudian pergi menuju balkon kamar.

Ana memandang langit. Tampak berbeda seperti hari-hari sebelumnya ketika ia berada jauh dari kota ini. Rasanya sesak karena ia telah jauh dari semuanya, dan meninggalkan semuanya demi sebuah tugas. Bahkan Ana rela meninggalkan langit yang sama dimana Mamahnya berada di sana.

Sedikit menitikkan air mata, Ana mulai tersenyum. Masam, tak ada rasa bahagia di sana. Tangan Ana memegang pembatas balkon, berharap ia akan selalu tegar menjalani semuany.

"Dua tahun Mah Ana pergi ninggalin semuanya. Apa kabar Mamah di sana?" tanya Ana sedikit serak.

Tak ada sahutan. Tak ada siapapun yang menjawab! Mungkin suara berisik jangkrik yang menjawabnya. Ana memejamkan mata sembari menguatkan hati.

"Sudah lama Mamah pergi, namun Ana masih dirundung rasa bersalah. Maafin Ana yang tidak pernah mengerti dengan perasaan Mamah. A.. Aku.."

Ana meledakkan tangisnya. Ia sudah dewasa, namun nyatanya ia masih bersikap seperti Anak kecil. Ana meringis kecil, tatkala ia tak bisa mengendalikan semuanya.

Biasanya jika seperti ini, Aksen akan datang menghiburnya. Namun sekarang, dunia sudah tak lagi sama. Mereka berada didua belahan dunia yang berbeda. Dan pada saat acara seperti ini, Aksen sama sekali tak ada kabar lantaran sibuk. Ana masih cukup mengerti, ketika acara pernikahannya dilakukan secara mendadak. Dan hanya dihadiri oleh orang-orang terdekat saja.

Greppp..

Seseorang memeluknya dari belakang, dan kepala yang ditumpukan pada pundaknya. Orang itu memegang pinggangnya dengan erat, seakan ia tak ingin melepaskan tangannya.

"Kangen.." rengek Davin tepat ditelinga Ana yang terkesan manja.

Untung saja air mata Ana sudah mengering, sehingga ia tak perly menyamarkannya lagi. Ana tersenyum, lalu mengusap-usap rambut Davin dengan tangan kanannya itu.

"Apa sih, baru aja ditinggal beberapa jam udah kangen aja. Coba kalau aku tinggal bertahun-tahun." jawab Ana yang berusaha untuk terkesan jutek.

Davin semakin menelungkupkan dagunya dipundak Ana, kemudian mencium pipi Ana sesekali memejamkan mata.

"Kamu tahu rasanya bertahun-tahun tanpa menatap manik mata kamu? Kosong, aku nggak pernah ngerasa hidup di dunia. Hidup yang kujalani saat itu terasa abu-abu tanpa makna, bahkan sama sekali tak ada warna di dalam hati ini. Aku akan mengatakan, jika aku itu benar-benar menderita tanpa adanya kamu disisiku meskipun kamu itu sama sekali tak pernah kumiliki dulu." ucap Davin yang berbisik tepat ditelinga Ana.

Ana tersenyum merekah. Bahkan pipinya sampai memerah menahan rona. Tapi tak bisa, ia sudah menunjukkan semuanya di depan Davin saat ini. Rasanya sangat malu tapi tak dipedulikan lagi, toh itu berada didepan seseorang yang sudah berstatus sebagai suami.

"Aku sudah pupus harapan ketika Tuhan tak memberi kesempatan untukku memiliki kamu. Aku sedih, sakit, bahkan ingin pergi saja dari dunia ini. Tapi ternyata Tuhan masih sayang kepadaku, buktinya Tuhan masih mau menyatukan kita untuk waktu yang sekian lama ini. Terimakasih Anasthasya Azaria Gideon, kamu udah mau menjadi pendamping hidupku untuk selamanya."

Ana menangis. Ucapan Davin barusan mengingatnya kembali untuk berjumpa dengan masa lalu. Dimana ia dan Arkan telah memutuskan untuk berdamai, tetapi ia harus merelakan Davin untuk pergi.

"Maaf, aku nggak bisa jawab perasaan aku secepatnya dulu. Aku sudah terlanjur tak peka, sehingga aku menyakiti hatimu dengan cara perlahan." Ana menjeda ucapannya. "Tapi satu hal yang harus kamu tahu, hati aku sudah terlanjur kamu miliki. Sehingga aku memilih untuk tak pergi, karena kamu sendiripun sudah berjanji untuk hal yang sama."

Ana membalikkan badannya, kali ini ia bisa menatap Davin dengan jelas. Sangat tampak, jika Davin sudah berlinangan air mata. Dalam sekejap, Davin langsung memeluk Ana erat.

"Terimakasih karena kamu sudah mau menerima aku. Sudah mau menunggu untuk waktu yang cukup lama. Untung saja Andra memberitahuku jika kamu mau menungguku untuk waktu yang cukup lama, jadi aku secepatnya kembali agar penantian kamu tak sia-sia. Jadi untuk sekarang, ijinkan aku untuk membahagiakanmu dengan cara aku sendiri."

Ana mengangguk. Keduanya mulai saling pandang untuk waktu yang sekian lama. Mereka saling bertukar rindu melewati manik mata. Davin tersenyum, kemudian memeluk kembali Ana dengan erat.

"Cukup jaga hati kamu untuk aku, maka kamu akan bahagia selamanya."

Setelah itu mereka menyalurkan rasa cinta masing-masing dengan penyatuan di malam yang panjang. Tak bisa didefinisikan, karena kita pun tak perlu tahu dengan apa yang mereka lakukan! Yang jelas, mereka sudah bahagia setelah sekian lama berpisah di dunia yang berbeda.

Flashback Off.

Pipi Ana bersemu merah kembali, ketika mengingat kejadian itu. Buru-buru ia menutupi pipinya, kemudian berjalan pelan menuju kamar mandi.

Kandungan yang sudah berada dihari tua, mengharuskan ia untuk ekstra hati-hati. Terlebih, Davin tak mengijinkan dirinya untuk keluar kamar seorang diri. Meskipun kamarnya sudah dipindahkan dilantai bawah. Intinya, Davin melarang dirinya untuk melakukan sesuatu untuk saat-saat seperti ini.

Cittt.. Brakkk..

Ana terpeleset ketika hendak keluar dari kamar mandi. Dalam sekejap, cairan merah keluar dari bawah rahimnya. Ana mengaduh pelan, rasanya sakit sekali ketika ia berusaha untuk bangkit, namun sama sekali tak membuahkan hasil.

Dengan sedikit tenaga, Ana berusaha untuk mengeluarkan suara. "Mas.. Sayang.. Mah.. Pah.. Tolongin Ana. Sstt.."

Tak ada jawaban. Ana berusaha untuk tetap kuat. Rasanya sudah sangat sakit dan terlebih ia merasa kaget, ketika sudah banyak darah yang menggenang dihadapannya.

Ana menghembuskan napas panjang-panjang. "Mas. To.. Tolong!" kali ini Ana sudah berhasil untuk mengeluarkan suaranya keras-keras.

Ceklek..

Davin yang memang hendak kekamar, langsung terkaget-kaget tatkala melihat Ana yang sudah tak sadarkan diri. Pada saat itu juga, Davin langsung menangis sembari mengangkat Ana yang pingsan itu. Terlebih lagi, ia sungguh kaget dengan banyak darah yang ada di sana. Tentu saja hatinya bergemuruh hebat, melihat orang yang disayangnya dalam kondisi seperti ini.

"Bertahanlah sayang.. Untuk kamu dan untuk anak kita. Maaf karena kali ini, aku nggak bisa menjadi yang terbaik buat kamu." rapal Davin lirih.

*****

1036 Kata.

Vaa come back nih, semoga aja semuanya masih bisa terselamatkan. Mari kita berdoa bersama-sama, semoga Ana dan anak-anaknya selamat.

By: Vaa_morn.

Everything Has Changed (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang