Ana mengotak-atik laptopnya yang sedari tak ingin mengisikan dayanya. Ia mendengus pelan, sepertinya ini adalah akhir hayat dari benda pipih berbentuk persegi panjang itu.
Ia menghempaskan tubuhnya begitu diatas sofa ruang keluarga. Setelah meletakkan laptopnya begitu saja, ia mulai mengambil ponsel dan mengecek keadaan didalamnya secara langsung. Tak ada notifikasi apapun di sana. Bahkan itu pun berlaku untuk sipengganggu tingkat akut, yang pastinya akan terus menggodanya disaat waktu yang membosankan seperti saat-saat ini.
'Kok gue jadi kepikiran Davin ya? Ehhh, kenapa gue harus mikirin dia!' batin Ana yang kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya cepat.
Ia menyalakan televisi. Lalu mengganti-ganti chanel setiap lima detik sekali. Dan itu berlaku hingga Merisca datang dengan raut wajah yang sedikit terburu-buru ke kamarnya.
Baru saja ia akan mengganti chanelnya kembali, namun melihat Merisca yang turun tangga dengan berlari, ia jadi mengurungkan. Sungguh ia ingin tahu apa yang sebenarnya ada dalam pikiran Merisca sekarang.
"Kenapa Mah?" tanya Ana yang tampak bingung.
Merisca berhenti dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.
"Anak Mamah. Di.. Dia.." ucap Merisca yang langsung saja menangis histeris.
"Anak? Kalau maksud Mamah Aksen, dia ada dikamar kok, lagi tidur. Atau maksud Mamah anak yang lain. Memang siapa Anak Mamah? Anak kandung maksudnya kan?" tanya Ana lagi.
Merisca mengangguk cepat. "Di.. Dia kecelekaan."
Ana tentu saja kaget. Baru saja mereka bertemu, tetapi anaknya sudah kecelakaan begitu saja. Ana menepuk bahu Merisca berusaha menenangkan, dan menatap Merisca dengan perasaan yang begitu campur aduk dibenaknya.
"Jadi dia sekarang dimana?" tanya Ana yang sepertinya ingin tahu.
"Dia di rumah sakit, dia sedang operasi sekarang. Maaf untuk sementara, Mamah akan fokus menjaga dia dulu, dan meninggalkan kalian sendirian dirumah."
Ucap Merisca yang kemudian menghapus air matanya."Oke, apakah butuh Ana temani. Ana siap kok temani Mamah ke rumah sakit. Atau mungkin Ana antar saja. Dalam keadaan seperti ini, nggak baik buat Mamah berkendara sendiri. Bahaya!" jawab Ana yang memang memahami keadaan Merisca.
Merisca menggeleng. "Kamu di sini saja, jaga Aksen. Mamah pergi pakai taksi kok! Mamah nggak mau dia melukai dirinya sendiri lagi. Dan jangan lupakan, bahwa Aksen harus minum obat nanti."
Ana mengangguk. Kemudian menatap punggung Merisca yang sudah pergi menjauh darinya.
"Anak? Siapa Anak kandung Mamah yah? Yang pasti aku harap, Anak Mamah nggak terjadi apa-apa dan operasinya lancar." ucap Ana yang kemudian merebahkan dirinya diatas sofa.
______
Alissha dan Devon sama-sama menatap rumah yang begitu besar dilihatnya dari dalam mobil. Mereka menunggu seseorang keluar, dan benar saja beberapa menit kemudian, orang yang mungkin pemilik rumah itu, keluar dengan terburu-buru menuju taksi.
"Jadi ini rumah yang Ana dan Aksen tempati? Kamu tahu dari mana Mas?" tanya Alissha yang nampak heran dengan gerak-gerik Devon.
"Kemarin aku mengikuti mereka. Maaf, aku tidak memberi tahu kamu sama sekali." jawab Devon yang menggenggam tangan Alissha berusaha meluluhkan.
Alissha dengan sedikit mengangguk. Namun belum saja ia membuka suara, Devon sudah keluar dari mobil dan pergi menuju rumah yang berada di depannya.
Tentu saja Alissha langsung melotot. Terlebih waktu sudah terlihat gelap untuk bertamu. Ia berlari menusul Devon yang sudah berdiri tepat di depan pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Has Changed (Completed)
Teen FictionSeason 2 for S.A.D In A Life (Happy Ending) Ruang memintaku untuk menjauh dari mereka, dan waktupun memintaku untuk berubah dalam seketika. lalu, apalah dayaku ini yang hanya mengikuti permainan takdir belaka? Aku pernah bahagia, namun dalam sekejap...