Mentari telah menampakkan wajahnya pada hari ini. Di situlah terdapat banyak kesibukan yang dilakukan oleh para manusia, ketika dalam menyambut pagi. Seperti mentari yang memancarkan sebuah kecerahan, maka mereka sebagai makhluk bumi tak luput menyambut hari dengan sebuah kebahagiaan.
Tetapi tidak berlaku bagi Ana! Karena semalaman penuh, ia kembali lagi menjadi Ana yang sebelumnya. Ya, hanyalah seorang Ana yang seperti sedia kala, selalu meratapi nasib buruknya saja.
Pagi hari ini, wajahnya sungguh dikatakan buruk untuk ditampilkan. Lingkar mata yang terlihat membengkak, bibir pucat tanpa balutan lipgloss, serta rambut yang masih terlihat acak-acakan. Mungkin itu cukup menampilkan kedepresian yang ia hadapi.
Namun bukan Ana jika ia tak mahir menyembunyikannya. Bahkan wajahnya sudah dikatakan segar, entah apa yang dilakukan Ana sebelumnya. Sambil berjalan melewati koridor-koridor kampus, ia tak henti-hentinya untuk menyumpal telinganya dengan earphone.
"Ana.."
Tepat berada di depannya, atau mungkin diruang kelasnya yang masih terlihat sepi itu, menjadi saksi bisu mereka yang saling tatap menatap.
Ana berusaha mengerjapkan matanya berulang-ulang. Come back to the world Ana! Kita tidak selamanya hidup di dalam dunia khayal. Dia yang pernah menyakiti diri lo, maka siap-siap untuk disakiti kembali. Jangan menetap dimasa lalu, jika lo tak ingin disakiti kembali.
"Aku boleh ngomong sebentar sama kamu."
Ana menunduk sejenak dan memejamkan matanya, lalu kembali menegakkan kepalanya dengan senyuman sinis.
"Itu kalau nggak ngomong apa hah! Basi! To the point aja, cepet!" seru Ana setelahnya.
Dapat dilihat orang itu langsung terlonjak kaget. Ya dia Arkan, seseorang yang ingin sekali berbicara dengannya. Hingga ia pun memutuskan untuk pindah kampus, demi bersama orang yang dihadapannya itu. Namun respon yang ia dapat, sangat-sangatlah mengiris hati. Ini bukan dunia lo lagi Arkan, Wake up. Dan lihatlah mereka yang sudah berubah!
"Apa nggak ada rasa lagi yang kamu berikan untukku meskipun sedikit saja Na." tutur Arkan lirih.
"Rasa? Yang ada gue jijik ngelihat lo di depan gue, yang seolah dulu tak pernah terjadi apa-apa. Lo pikir lo itu siapa hah? Raja? Kalaupun lo raja, gue bakal nggak sudi punya pemimpin kayak lo. Karena apa? Pikiran lo cetek, nggak seluas samudera yang gue bayangkan sebelumnya."
Bohong! Ana sama sekali tak pernah menginginkan kata-kata berbau menyakitkan itu keluar dari mulutnya. Tetapi demi menghadapi masa lalu, ia rela melakukan semuanya.
"Please! kasih aku kesempatan sekali lagi untuk kembali bersamamu." ucap Arkan yang ternyata tak ingin menyerah begitu saja.
"Kesempatan? Fiksss, lo gila. Pacar lo mau dikemanain hah? Nggak punya hati banget lo." sungut Ana kesal.
Arkan menggeleng cepat. "Itu kesalahan Na. Aku udah tahu keburukannya sekarang! Please, kasih aku kesempatan kali ini saja."
Ana menatap Arkan bengis. Nyatanya, dia tak pernah menyerah sedikit saja.
"Lo!" tunjuk Ana setelahnya. "Lo ngelakuin ini semua karena rasa bersalah lo doang, nggak lebih! Lo ngrasa punya tanggung jawab untuk memperbaiki semua. Itu alasan lo sebenarnya bukan?"
Arkan terdiam sejenak, namun setelahnya ia menatap Ana kembali.
"Iya, itu salah satu alasannya. Jujur, aku masih sayang sama kamu. Please, kita mulai lagi dari awal dan mulai hidup baru setelahnya."
Ana tertawa dengan sengaja. Bahkan banyak mahasiswa yang telah masuk ke kelas, untuk menyaksikam semuanya. Antara bingung dan ingin tahu mungkin, namun sedikit demi sedikit mereka tahu apa yang sedang diperbincangkan Arkan ataupun Ana.
"What! Bunuh gue sekarang juga! Lo nggak sadar punya cewek, mau dikemanain dia hah." ucap Ana setelahnya.
"Aku janji ketika kita kembali lagi, aku akan langsung putusin dia." jawab Arkan lagi.
Muak! Apa-apaan ini? Ana menggelengkan kepalanya beberapa kali sebagai tanda tak percayanya.
"Itu sama aja egois, dan nyakitin Ibu lo yang juga sama berjenis kelamin sebagai cewek. Punya hati, dijaga. Punya otak, buat mikir! Lo ngelakuin ini semua karena rasa bersalah nggak lebih!" seru Ana yang sudah mulai kesal.
Arkan menggeleng cepat. "Please, aku masih punya rasa sama kamu."
"No Arkan! By the way, gimana hubungan sama Gina? Langgeng kan sampai sekarang. Iyalah, kalian emang pasangan serasi kok. Yang satu lupa diri, yang satu nggak tahu diri. Benar-benar pasangan yang klop, cocok banget." ucap Ana sedikit meremehkan.
"Please, jangan ngomong kaya gitu lagi Na. Aku nggak suka!" tolak Arkan yang sedikit meninggikan volumenya.
"Bodo amat!" seru Ana yang kemudian hendak berbalik dan pergi dari hadapan Arkan.
Namun Arkan yang terlalu peka dengan apa yang hendak dilakukan Ana, langsung mencekal tangan kanan Ana dengan erat.
Ana berbalik, dan mencoba untuk menghempaskan tangganya. Namun nihil, apa yang dilakukannya tak membuahkan hasil.
"Lepas!" seru Ana datar.
Arkan menggeleng pelan. Sungguh ia tak ada niatan sama sekali untuk melepasnya. Hingga tangan seseorang melepas genggaman Arkan dari tangan Ana.
Ada Shasa, Andra, Dan Davin di sana. Shasa dan Andra yang terlihat emosi, kemudian Davin yang sepertinya sudah terbakar api cemburu yang lalu menghempas tangan Arkan dengan begitu kuat.
Arkan menatap Davin dengan kilatan amarah.
"Maksud lo apa hah?!" bentak Arkan yang tak terima.Davin menatap Arkan dengan tatapan santai, seolah-olah tak terjadi apa-apa. Hal itu membuat Arkan semakin emosi sekaligus marah.
"Maksud lo apa hah! Gangguin gue sama pacar gue!" seru Arkan lagi.
Davin membulat matanya seolah-olah percaya. "Pacar? Mantan kali. Kenalin! Gue Davinta Alexcio Midharja, musuh bebuyutan tim basket lo waktu SMA dulu. Panggil aja Davin, calon masa depan buat Anasthasya Azaria nantinya. Mantan mah dihempas jauh-jauh, bikin orang sakit hati aja."
Bughhh..
Tanpa pikir panjang, Arkan langsung meninju perut Davin yang memang kurang persiapan. Ia langsung tersungkur keatas lantai dengan kepalanya yang langsung mengalami benturan langsung.
Bughhh..
Baru saja Davin hendak bangkit, Arkan langsung meninjunya kembali. Tentu saja ketiganya yang menyaksikan, langsung membantu Davin berdiri. Sedangkan Andra, menatap Arkan dengan penuh emosi.
"Maksud lo apa hah, nonjok sahabat gue tanpa ada alasan yang jelas. Emang bener kan ucapannya tadi. lo hanya mantan, nggak lebih dari itu." tutur Andra setelahnya.
Arkan hendak memukul Andra dengan penuh emosi. Dan dengan aba-aba yang jelas, Andra langsung menangkisnya dan mencengkeram erat tangannya.
"Gue nggak mau ngotorin tangan gue sendiri sebagai mahasiswa tingkat pertama. Untuk itu gue bakal langsung bawa lo keruang Dosen yang terjadwal sekarang, buat ngelaporin lo yang nggak punya etika sama sekali dengan menyikiti seseorang seenak jidat!"
Setelah itu, aktivitas kembali seperti semula. Ana dan Shasa membawa Davin ke UKS, dengan dipapah sendiri oleh Ana. Sedangkan Davin, terus saja tersenyum tidak jelas sesekali merintih kesakitan.
"Sok jadi pahlawan lo!" kesal Ana pada diri Davin.
Davin yang mendengarnya hanya terkekeh pelan. "Nggak apa-apa. Yang penting kan bisa deket langsung sama Princess nya Davin."
Princess? Sontak Ana langsung melepaskan tangannya yang menggenggam tangan Davin. Tentu saja Davin langsung tersungkur diatas lantai, sedangkan Shasa langsung terbahak melihat Davin yang terlihat merintih kesakitan.
"Ternyata lo lebay juga ya Vin. Gue pikir lo orangnya cool, ternyata nggak sama sekali. Nyatanya lo lebih gesrek, dibanding Andra." tutur Shasa dengan tawanya yang menggema diseluruh koridor.
*****
1103 Kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Has Changed (Completed)
Teen FictionSeason 2 for S.A.D In A Life (Happy Ending) Ruang memintaku untuk menjauh dari mereka, dan waktupun memintaku untuk berubah dalam seketika. lalu, apalah dayaku ini yang hanya mengikuti permainan takdir belaka? Aku pernah bahagia, namun dalam sekejap...