Ana dan Aksen berjalan berdampingan menuju rumah sakit. Seperti permintaan Aksen yang ingin bertemu Merisca sebelumnya, Ana mau tak mau harus menurutinya. Padahal matanya itu sudah tak bisa ditahan lagi untuk terus terbuka.
Ana tahu, pasti Aksen akan berkonsultasi kembali tentang deritanya itu. Namun yang paling terpenting sekarang, Ana sangat mengantuk! Butuh berapa lama lagi Ana harus terjaga? Untung saja Ana masih bisa tertidur di sana nanti, ya meskipun hanya beberapa menit saja. Ana bersorak senang dengan rencananya itu, ingin sekali ia cepat-cepat sampai ke ruang rawat Davin.
Ana membuka pintu ruangan tanpa mengucapkan permisi terlebih dulu. Baginya mengetuk pintu itu percuma, membuang-buang waktunya yang semakin menipis saja. Dapat dilihat beberapa orang di dalam sana langsung terlonjak kaget dengan kehadirannya.
"Kok nggak ngetuk pintu dulu nak." ucap Ferdi yang sudah sedikit paham tentang Ana, karena Merisca yang menceritakannya.
Ana hanya nyengir tidak jelas. "Iya maaf Om, Ana pikir nggak ada orang."
Betul saja, Ana memilih berbohong saja, ketimbang ia dicap sebagai anak yang tidak sopan. Dan sepertinya semua orang di sana percaya padanya. Aksen yang terlihat baru sampai pun, langsung mencari Merisca di dalam sana. Menabrak sedikit tubuh Ana yang sudah kekurangan energi, sehingga dirinya langsung terdorong begitu saja. Untung saja ia masih memegangi daun pintu, sehingga ia tak langsung jatuh.
"Mah, Aksen butuh waktu sama Mamah." ucap Aksen langsung.
Merisca yang paham pun langsung mengangguk. Ia paham bahwa Aksen butuh privasi, sehingga ia memilih untuk pergi dari sana saja. Lagipula, Davin masih tertidur pulas hingga saat ini. Belum tentu juga Davin akan menerima kehadirannya.
"Ayo kita keluar sekarang." balas Merisca yang kemudian berdiri, namun dicegat oleh Ferdi.
"Saya mau ikut sama kamu." ucap Ferdi pada Merisca.
"Tapi anak kita.." ucapan Merisca terpotong, karena Ana yang membuka mulutnya berbicara.
"Biar Ana aja yang jaga. Kalian bisa pergi sekarang." ucap Ana sambil tersenyum.
Mereka mengangguk setuju, lalu pergi meninggalkan Ana seorang diri. Ana langsung duduk di sofa dengan mengernyit bingung. Perasaan Andra dan Shasa juga ikut jaga di sini, lalu kemana perginya mereka sekarang. Ia pun tak sempat bertanya pada Mamahnya sebelumnya.
Merasa bodo amat, ia mulai membaringkan tubuhnya, kemudian menutupi matanya dengan lengan kanannya. Rasanya begitu nikmat, ketika ia berhasil menemukan posisi nyamannya.
Baru saja ia memejamkan matanya, dering ponselnya membuyarkan semuanya. Ia menggeram, kapan ia bisa tidur sekarang. Bukankah suaranya sudah seratus persen berubah menjadi serak.
"Na, tolong jaga Davin sebentar ya. Gue sama Andra sekarang lagi makan di restoran. Tadi gue nggak sengaja ngelihat orang tua Davin sama Aksen tadi. Pasti lo lagi di sana kan sekarang?"
Shasa telah membuyarkan rencana Ana tadi. Dengan malas-malasan ia menjawab. "Hm."
"Lo jangan dulu pergi dari sana ya. Soalnya Davin sama sekali belum makan tadi."
'Gue udah ngerti Sha.' batin Ana dalam hati. Ana sudah begitu jengah saat ini.
"Hm" jawab Ana seadanya.
"Oke, intinya lo jangan dulu pergi. Soalnya gue masih ada urusan sama lo nanti."
"Iya, bawel!"
Ana memutus panggilannya secara sepihak, lalu melempar ponselnya begitu saja diatas lantai. Matanya sudah tak bisa ditahan sedikit saja, alhasil ia langsung tertidur pulas sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Has Changed (Completed)
Teen FictionSeason 2 for S.A.D In A Life (Happy Ending) Ruang memintaku untuk menjauh dari mereka, dan waktupun memintaku untuk berubah dalam seketika. lalu, apalah dayaku ini yang hanya mengikuti permainan takdir belaka? Aku pernah bahagia, namun dalam sekejap...