Pagi tak selamanya akan terlihat cerah. Ada kalanya sebuah mendung datang menerpanya, namun bukan berarti akan ada hujan pastinya.
Apakah kalian berfikiran hal yang sama? Mendung tidak langsung didefinisikan sebagai hujan, dan hujan bukan berarti sebuah gerimis. Karena mereka adalah kesatuan yang berbeda, dan kau pasti tahu perbedaannya.
Lalu apakah definisi hujan bagi kalian? Apakah hujan adalah sebuah peristiwa yang mengalirkan rasa rindu akan masa lalu, dan kemudian kita mengenangnya kembali. Atau hujan adalah sebuah peristiwa buruk, karena pada saat itu kenangan lama kembali bersemi.
Jika kau memilih opsi yang kedua, maka akan sama dengan pemikiran Ana saat ini. Hujan baginya adalah kenangan buruk, namun tak bisa dihilangkan secara permanen.
Ya, karena hujan membuat Ana terjerumus ke masa lalu. Dimana ia bahagia, di sakiti, lalu dicampakkan. Stop! Ana berhenti memikirkan semuanya yang sedang tergiang diotaknya. Ia langsung mengambil jaket dan kemudian memakainya.
Entah kenapa Ana benci pagi ini, dimana ia akan resmi menjadi seorang mahasiswa tingkat pertama untuk pengalaman awal dari hidupnya. Ia menggurutu pelan, kenapa di saat-saat seperti ini hujan deras mengguyur kotanya. Ana benci itu.
"Selamat pagi Non, nggak sarapan dulu? Diluar masih hujan loh, nanti Non dimarahi Bu Merisca bagaimana?" tanya asisten rumahnya yang memang tinggal bersama untuk menemaninya.
Ana hanya tersenyum sekilas. "Bi Ranti apa kabar? Pagi-pagi udah stay aja di depan kamar Ana." ucap Ana.
Bi Ranti terkekeh pelan, lalu menggaruk-garuk rambutnya yang tak gatal. Memang sudah niatnya dari pagi jika nanti akan membangunkan anak angkat majikannya, dan itu karena sebuah alasan. Ana hanya sesekali terlihat makan, jika ia tak menyuruhnya sesering kali.
"Non makan dulu ya, nanti penyakit maag nya kambuh lagi loh." usul Bi Ranti kembali.
Ana mengernyit bingung. Kenapa orang yang berada di depannya ini tahu akan penyakitnya, pasalnya sama sekali tak ada yang tahu kecuali orang-orang dimasa lalu.
"Kok Bibi bisa tahu, kalau Ana punya Maag?" tanya Ana heran.
Bi Ranti lagi-lagi terkekeh. "Kemarin Bi Ranti bersihin kamar Non. Terus nggak sengaja lihat ada obat maag di sana."
Ana sedikit tersenyum. "Ya sudah, ini kan udah siang. Makannya nanti aja dikampus, Ana pergi dulu ya." pamit Ana.
Bi Ranti menggeleng-gelengkan kepala tak percaya. Baru saja ia menyuruh majikannya untuk makan pagi, dan apa yang ia lakukan setelahnya? Memang Ana dasarnya keras kepala, ia tak terlalu mementingkan kondisi tubuhnya.
"Bibi udah nyiapin bekal buat Non Ana, jadi Non Ana harus memakannya ya?" tanya Bi Ranti lagi.
Ana hanya mengangguk-angguk saja. "Oke, nanti Ana bawa. Ya sudah Ana pergi dulu ya."
Ia keluar dari kamarnya, lalu berjalan menuruni tangga yang entah kapan habisnya. Ia tak pernah mengeluh, toh ia juga sering berolahraga. Mungkin dengan itu, Ana bisa menjaga kesehatan tubuh disetiap saat.
Baru saja ia hendak membuka pintu utama rumahnya. Ia langsung dikejutkan dengan seseorang yang sudah berdiri tepat di depannya saat ini. Entah kapan ia datang, padahal hujan masih mengguyur dunia hingga saat ini.
"Selamat pagi princessnya Davin." sapa orang itu sedikit memamerkan senyum cerahnya.
Ana menghembuskan napas kasar. Lagi? Sungguh, Ana tak suka dipanggil dengan kata yang seharusnya tak ada dalam kamus hariannya. Ia menatap Davin tajam, sedangkan yang ditatap hanya membalas dengan senyuman lebar seakan-akan ia merasa bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Has Changed (Completed)
Teen FictionSeason 2 for S.A.D In A Life (Happy Ending) Ruang memintaku untuk menjauh dari mereka, dan waktupun memintaku untuk berubah dalam seketika. lalu, apalah dayaku ini yang hanya mengikuti permainan takdir belaka? Aku pernah bahagia, namun dalam sekejap...