Baru saja, Ana menikmati harinya di Kampus. Entah mengapa hari ini, sudah menjadi minggu lagi. Ia mendengus kesal, tak adakah seseorang yang mengajaknya jalan. Ia sungguh kesal untuk menjalani hari yang tampak membosankan ini.
Ana memakai jaketnya, lalu mengambil beberapa lembar uang yang ia masukkan ke dalam saku. Sedikit jalan-jalan, mungkin akan membuatnya sedikit mengurangi rasa bosannya. Untuk itu, ia berniat untuk pergi ke luar.
Ia menelusuri jalan setapak yang terbentang luas dihadapan. Sambil menoleh kearah kanan dan kirinya, ia masih berharap agar mendapat tempat tujuannya yang tepat. Dan hampir satu jam ini, Ana sama sekali tak menemukan tempat yang menarik hatinya.
Jalan terakhir yang akan ia tuju, yaitu Minimarket. Karena sudah tak ada lagi tempat yang sepertinya membuatnya berlabuh. Ia mengambil dua eskrim cokelat, lalu membayarnya.
Ia duduk dibawah pohon rindang, tepat di depan minimarket. Ia memakan eskrimnya secara bersamaan. Bisa dikatakan Ana cukup rakus saat ini.
Hingga pada jilatan ketarakhir, mobil hitam berhenti didepannya. Ia hapal dengan pelat mobil itu, untuk itu ia tak mempermasalahkan.
"Ana lagi ngapain di sini? Aku cariin kemana-mana loh dari tadi. Dirumah, kamu nggak ada kata Aksen. Dia nggak tahu kamu kemana."
Ana mengangguk paham. "Gue gabut Vin dirumah. Untuk itu gue pergi keluar, niatnya mau cari udara segar. Tapi sama sekali nggak ada tempat yang cocok buat gue."
Davin menepuk-nepuk setirnya seolah berpikir. Namun ketika ia ingat tujuannya mencari Ana, ia langsung tersenyum.
"Mamah minta kamu buat mampir ke rumah. Katanya kamu udah lama nggak kesana, dia kangen kamu. Rindu masak-masak di dapur sama kamu." jelas Davin.
Ana langsung berdiri. Berapa minggu ia tak datang berkunjung, bahkan ia sendiri sudah sangat lupa dengan Merisca.
"Oke, kerumah lo sekarang nih?" tanya Ana.
Davin mengangguk mengiyakan. Tanpa membuang-buang waktu, Ana sudah masuk ke dalam mobil sepertinya ia tak akan lagi merasa bosan.
Ana lupa membawa ponsel, untuk itu ia tak tahu harus apa. Sepertinya pun, Davin fokus menyetir tak ingin menganggu. Ia menghempaskan tubuhnya begitu saja dikursi kemudi. Ia memejamkan matanya, namun sepertinya tak pernah berhasil.
"Gue boleh pinjam ponsel lo? Cuma main game kok." ucap Ana berharap Davin akan meminjaminya.
Davin mengangguk, lalu tanpa menoleh ia memberikannya. Tak mungkin Davin membiarkan Ana yang sudah tampak bosan seperti itu, karena mungkin bagi Davin, Ana sudah segalanya untunnya.
Ana senang setengah mati. Ia langsung menerima ponsel Davin, kemudian menghidupkannya. Baru saja ia membuka lock screen, dirinya harus dibuat kaget karena fotonya langsung terpampang dilayarnya.
Berusaha untuk positif, Ana langsung menatap Davin dengan raut wajah heran.
"Kenapa foto gue yang harus jadi walpaper di ponsel lo itu?" tanya Ana langsung. Ia cukup penasaran untuk topik yang sedang dibicarakan ini.
Davin sedikit melirik, lalu terkekeh pelan. "Soalnya tikus dirumah aku itu pada takut semua ngelihat wajah dingin kamu itu. Kayak nggak ada pandangan bersahabat gitu sama mereka."
Ana mendengus. "Jadi foto gue itu lo gunain buat ngusir para tikus. Jahat banget sih lo!"
Davin tertawa, pasalnya Ana langsung memasang wajah kesal andalannya. Mungkin ini yang Davin suka, pasalnya Ana akan berlipat-lipat cantik dimatanya itu.
"Aku bercanda Na. Haha.." tawa Davin meledak setelahnya.
"Tapi candaan lo itu sama sekali nggak lucu!" seru Ana yang sudah kesal.
Jika seperti ini, maka Ana sudah berada ditahap yang paling serius. Davin langsung memberhentikan laju mobilnya, kemudian menatap Ana dengan tatapan serius juga.
"Kenapa aku pasang walpaper kamu diponsel aku? Karena kamu adalah titisan bidadari yang tak bisa aku sia-siain. Setiap aku memandang foto kamu, akan tak henti-hentinya bersyukur pada Tuhan. Karena apa? Karena kamu adalah makhluk sempurna yang diciptakan oleh Tuhan untuk seorang Davin. Kamu mungkin belum merasakannya, tapi tolong kasih rasa cinta itu ke aku, agar aku tahu rasanya cinta yang terbalas."
Ana sudah merah padam. Ia langsung memalingkan wajahnya ketempat lain, agar Davin tak terlalu tahu dengan rona wajahnya. Ia lagi-lagi diterbangkan setinggi-tingginya oleh Davin. Sepertinya rasa Davin itu benar-benar nyata.
"Maaf gue masih ragu-ragu untuk membalas perasaan lo. Tapi satu hal yang harus lo tahu, rasa yang lo punya untuk gue itu perlahan-lahan mulai mengalami kemajuan. Thanks buat lo yang udah selalu ada buat gue."
Kali ini Davin mengangguk semangat. Ia begitu senang dengan jawaban Ana yang jujur dari hati itu. Tanpa pikir panjang, Davin langsung memeluk Ana, dan merasakan degup jantung yang sama-sama saling berpacu itu.
"Thanks buat kamu yang sudah mau mempertimbangkan perasaan aku." bisik Davin tepat ditelinga kanan Ana.
______
Davin tak henti-hentinya mengembangkan lengkungan bibirnya. Sambil mengingat kejadian yang dialaminya bersama Ana pagi tadi, membuatya sesekali menggerak-gerakkan seluruh tubuhnya bergoyang-goyang.
Kurasa ku sedang dimabuk cinta..
Jika dulu Davin menyanyikan lirik itu tanpa kejelasan makna. Kali ini Davin baru merasakan apa arti kata itu. Baru saja Davin akan melanjutkan nyanyiannya, suara ketukan pintu langsung membuat Davin terduduk sambil menunggu siapa yang datang.
"Sepertinya Anak Mamah sedang kasmaran." tutur Merisca yang langsung duduk di samping Davin.
Davin tertawa renyah. "Nggak kok Mah. Kata siapa Davin lagi jatuh cinta."
Merisca tentu saja tak langsung percaya. Ia sudah lebih berpengalaman ketimbang Anaknya itu soal percintaan. Sejenak, Merisca langsung tertawa.
"Jujur sama Mamah. Siapa wanita yang kamu suka?" tanya Merisca lagi.
Davin menunduk. Ia malu jika harus mengatakan pada Mamahnya. Berbohong juga sepertinya Merisca tak langsung percaya. Dia paham betul dengan profesi Mamahnya itu.
"Janji Mamah nggak bakal ketawa." ucap Davins lagi.
"Oke janji." ucap Merisca sedikit menahan tawanya.
Davin menghirup napas panjang-panjang, lalu menghembuskannya secara perlahan. Ia menatap manik matanya dengans serius, ia sudah siap untuk mengungkapnya.
"Aku cinta sama Ana Mah. Mamah mau kan restuin Davin?"
Sedetiknya Merisca langsung tertawa. Sudah ia duga dari awal. Cara anaknya memandang Ana memang berbeda dari yang lain. Terlebih Davin, yang selalu memberi perhatian penuh pada Ana. Sudah disimpulkan dari dulu, bahwa Davin menyukai Ana.
"Kok Mamah ketawa sih? Kan udah janji nggak ketawa." protes Davin, karena Mamahnya sama sekali tak menepati janji.
Merisca langsung terdiam, tanpa tertawa lagi.
"Jadi kamu sayang sama Ana?" tanya Merisca dengan nada serius.
Davin mengangguk mantap. "Davin udah cinta mati sama Ana Mah."
Merisca memegang bahu Davin erat. "Untuk itu, Mamah akan lamar Ana untuk kamu. Seratus persen Mamah akan merestui hubungan Davin, dengan Ana yang sudah menjadi bagian dari hidup Mamah. Kamu siap kan?"
Sedetik kemudian, Davin langsung membuka mulutnya lebar-lebar. Apakah ini benar-benar nyata?
*****
1041 Kata.
Hahaha.. Berapa hari aku nggak update cerita? 😅😂
Langsung gulir, ada chapter menunggumu dibawah.By: Vaa_morn.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Has Changed (Completed)
Ficção AdolescenteSeason 2 for S.A.D In A Life (Happy Ending) Ruang memintaku untuk menjauh dari mereka, dan waktupun memintaku untuk berubah dalam seketika. lalu, apalah dayaku ini yang hanya mengikuti permainan takdir belaka? Aku pernah bahagia, namun dalam sekejap...