Davin mengaduk-aduk makanan yang baru saja di belinya tadi. Ia sama sekali tak berniat untuk memakannya, untuk itu ia hanya mengaduknya saja.
Di depannya, terdapat Shasa dan Andra yang terus menatapnya. Tak ada Ana di sana, dan mereka hanya bertiga saja ditempat itu. Shasa yang terus menatapnya untuk menuntut penjelasan, sedangkan Andra hanya memilih untuk fokus saja dengan makananya.
"Jadi apa keputusan lo sekarang?" tanya Shasa tanpa berniat untuk berkedip.
Davin terus saja melakukan aktivitas yang sama. Ia sama sekali tak berniat untuk menjawabnya ataupun sebaliknya. Meskipun semalaman penuh, yang ia lakukan hanya berpikir keras saja.
Shasa terlihat menunduk. Entah mengapa dimatanya, Davin sepertinya tak terlalu serius jika nantinya menjalin hubungan lebih dengan Ana. Ia tak akan membiarkan itu terjadi, dengan hembusan napas kasar dari hidungnya, ia mulai meminum jus alpukat yang baru saja dibelinya.
"Gue pikir lo serius sama Ana. Tapi kayaknya nggak deh, percuma kemarin gue ngomong panjang dong ya!" ujar Shasa lagi.
Davin diam saja. Sedangkan Andra yang berada disampingnya, memilih untuk bungkam saja, daripada ia mengacaukan semuanya.
"Lo tahu apa yang sudah dialami Ana dulu?" tanya Shasa kemudian.
Davin sekaligus Andra sama-sama menggelengkan kepalanya. "Kenapa?"
"Dia jatuh cinta, dan di sisi lain dia juga kecewa. Emang, gue nggak tahu pasti hubungan dia dengan kekasihnya. Tapi semenjak baru waktu SMA dulu, kekasihnya malah meninggalkannya dan memilih cewek yang notabennya adalah murid baru. Memang Ana yang minta putus, dan itupun karena rasa kecewa kepada kekasihnya. Namun apa yang dia dapat selanjutnya? Selang beberapa menit kemudian, mantan kekasihnya itu justru malah jadian tepat dengan cewek baru itu tepat di depannya yang tengah terpuruk saa itu. Kalau gue yang berada diposisi Ana, mungkin gue sangat terpuruk saat itu, bahkan bisa bisa melakukan hal-hal yang tak terduga. Bunuh diri mungkin!" jelas Shasa lagi.
Davin dan Andra sama-sama meneguk ludahnya kasar. Benar-benar nasib buruk Ana saat itu! Jika mereka pun yang merasakan itu semua, maka mereka pun takkan pernah sanggup lagi untuk menatap dunia. Namun lihatlah Ana hingga sekarang? Bahkan tak ada sekalipun hal yang mengganjal ataupun menganggunya. Ana pun terlihat santai seperti tak pernah terjadi apa-apa.
"Jadi gue pikir, dengan cara ini gue bisa cari cowok yang emang pas buat dia. Tanpa embel-embel akan meninggalkan tanpa alasan." lanjut Shasa lagi.
Davin mengangguk mantap. "Ya, gue bakal buat dia bahagia selamanya ditangan gue. Ini janji gue ke lo Sha." ucap Davin yakin.
Shasa maupun Andra saling pandang dan tersenyum. Keputusan yang bagus Davin!
"Ini baru sahabat gue. Gue yakin lo bisa dapetin hati Ana, apapun caranya. Karena apa? Karena lo emang tulus dari dalam. Bukan dari luarnya saja." puji Andra setelahnya.
Shasa ikut mengangguk menyetujui. "Oke, berhubung jam kuliah akan dimulai, gue masuk kekelas dulu ya. Kalian jangan lupa belajar."
Davin dan Andra sama-sama mengangguk mengiyakan. Persahabatan yang sungguh kompak, dan terjalin antara Davin dan Andra sedari kecil.
_____
Shasa memasuki kelasnya dan mendapati Ana yang fokus dengan bukunya yang begitu tebal itu. Shasa sedikit tersenyum, Ana memang tak pernah berubah jika berkaitan soal buku.
Shasa berjalan mendekat kearah Ana. Sungguh ia sungguh rindu dengan sahabatnya. Terlebih seharian penuh kemarin, ia telah mendiami Ana tanpa berniat untuk membuka suara. Untuk itu ia akan menghampiri, lalu meminta maaf kepadanya.
"Selamat pagi Ansthasya Azaria Gideon." sapa Shasa dengan senyum cerahnya.
Ana langsung mendongak. Gideon? Entah kenapa ia terasa sensitif dengan nama itu. Ia menatap Shasa yang terus melontarkan sebuah senyuman, namun tidak untuk Ana yang sedang meredam emosi.
"Bisa nggak lo manggil gue dengan Anasthasya Azaria saja? Nggak lebih dari itu." ucap Ana tanpa ada emosi sama sekali dalam suaranya. Meskipun sebenarnya didalam hati, terdapat api yang baru saja membara.
Shasa tertegun. Mungkin ia ingin bertanya alasannya, namun melihat Ana yang terlihat melanjutkan bacaannya, ia memilih untuk diam saja karena dosen yang mengajar sudah datang ke kelasnya.
"Selamat pagi semuanya." sapa Dosen yang akan memulai jadwal mengajarnya.
"Selamat pagi Ibu." sapa kembali para mahasiswanya.
"Sebelum memasuki materi yang akan diajarkan. Kali ini kalian kedatangan mahasiswa baru pindahan dari Universitas lain, yang nantinya akan menambah penghuni di kelas ini lagi. Yang berada di depan pintu, silahkan masuk ke kelas dan perkenalkan diri setelahnya." ucap Dosen itu setelahnya.
Shasa nampak ingin tahu. Bukan! Bukan dirinya saja yang ingin tahu, namun semua orang yang berada dikelasnya saat ini. Dan mungkin terkecuali Ana yang nampak acuh dan tetap fokus dengan bukunya dari pagi.
Deggg..
Shasa langsung melebarkan matanya. Antara tak percaya, serta tak rela dari hatinya langsung bercampur menjadi satu. Entah mengapa orang itu di sini juga.
"Perkenalkan nama saya Arkano Arfian Bagaskara. Kalian bisa memanggil saya Arkan. Dan salam kenal."
Shasa cukup tahu, jika tatapan Arkan terus menuju Ana hingga saat ini. Dan Shasa tak akan membiarkan Arkan untuk mendekati Ana kembali.
Sedangkan Ana? Ia terus saja membaca bukunya seolah-olah tak peduli. Namun jauh di dalamnya, ia berusaha untuk tetap kuat di depan semuanya, meskipun nanti ia akan luruh seketika.
Pertemuan pertama untuk sekian lamanya kemarin pun, masih belum dibenahi hatinya sedemikian rupa. Lalu cobaan apa lagi ini? Ia sendiri pun belum siap untuk bertemu masa lalunya disetiap waktunya berjalan nanti.
Ana bangkit dari duduknya. Lalu meraih tasnya yang disampirkan dibahu kanan, dengan menggenggam buku tebal di tangan kanannya.
"Saya izin untuk tidak mengikuti jadwal kuliah anda. Ada urusan mendadak, jadi saya harus cepat-cepat pulang kerumah." izin Ana kepada Dosen pengajarnya.
Tanpa menunggu persetujuan, ia langsung keluar dengan raut muka yang tetap datar seperti sebelumnya.
Shasa yang menjadi saksi, bahwasanya Ana tak mampu untuk mengendalikan semuanya. Lihatlah! Ana langsung pergi dengan beban yang dipikul dibahunya.
_____
Ana tidak langsung pulang. Sebaliknya, ia pergi menuju taman belakang kampus yang memang terlihat sepi dikunjungi. Ia duduk di sana, dengan tatapan mata yang terlihat kosong dipandang.
Secara diam-diam, ia meneteskan air matanya untuk kesekian kali. Entah apa yang harus ia lakukan, karena pada nyatanya ia pun berusaha untuk menipu? Ia berusaha tegar seperti tak terjadi apa-apa, meskipun sebenarnya hatinya berteriak meminta semua orang untuk menorehkan luka.
Tepat pada menit selanjutnya, ada seseorang yang langsung memeluknya dari samping. Ya, Davin yang melakukannya. Dan itu untuk Ana yang terlihat rapuh dimatanya sekarang.
'Aku janji bakal jaga kamu hingga aku mati Na. Ini janji Davin buat kamu.' tekad Davin yang hatinya juga terasa perih melihat kondisi Ana saat ini. Terlebih ia sudah tahu apa yang sudah terjadi dengan seseorang yang sangat dicintainya sekarang ini. Tentu saja Davin berjanji dalam hati, ia akan menjaga Ana dan menyembuhkan luka yang diderita Ana semampu dirinya.
*****
1058 Kata.Aku memang up cerita, minimal chapter itu 1000 kata. Meskipun bagi kalian pendek, bagi aku itu termasuk panjang... Karena mikirnya emang lama :(
Kenapa aku ngomong panjang. Orang malas pasti tahu jawabannya 😅
Yang tanya-tanya soal Arkan. Tuhhhh, Arkan udah nongol. Terserah kalian mau diapain tuh orang 😂😂
By: Vaa_morn.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Has Changed (Completed)
Teen FictionSeason 2 for S.A.D In A Life (Happy Ending) Ruang memintaku untuk menjauh dari mereka, dan waktupun memintaku untuk berubah dalam seketika. lalu, apalah dayaku ini yang hanya mengikuti permainan takdir belaka? Aku pernah bahagia, namun dalam sekejap...