Forty Eight

38.2K 1.7K 11
                                    

Setelah memafkan Gina. Ana memang tak langsung pergi dari sana. Setelah ia tahu ada jaringan wifi, ia memilih untuk tinggal lebih lama lagi dan berniat membolos untuk hari ini.

Ia tak berniat untuk mengisi absen. Yang ia lakukan sampai saat ini tak lain yaitu mengunduh berbagai jenis film action, yang sama sekali belum pernah ditonton olehnya. Setelah satu jam ia berkutat dengan ponsel, akhirnya ia memilih untuk mematikan dayanya kemudian pergi dari sana.

Ia melirik kepada jam tangan yang berada dilengan kirinya. Sudah dipastikan bahwa semua orang sudah berada di kantin saat ini. Namun dugaannya salah, nyatanya ia baru saja melihat Aksen yang akan memasuki perpustakaan kampus. Ia yang berdiri ditengah lapangan, berniat untuk menyusul Aksen kesana. Namun diurungkan, kala ada seseorang yang mencegah jalannya.

"Na, aku boleh ngomong sama kamu. Sebentar saja, kasih aku waktu untuk menjelaskan semuanya. Aku mohon banget sama kamu Na."

Baru tadi ia berurusan dengan Gina, sekarang Arkan pula? Kapan ia kembali bersama waktunya untuk sesuatu yang berharga, ia sudah cukup bosan untuk berceramah pada pagi hari. Untung saja kondisi hatinya dalam keadaan yang sangat baik, jadi semua orang tak perlu mendapatkan kalimat penolakan yang justru akan membuat mereka lebih sakit hati lagi.

"Ngomong soal apa? To the point aja sekarang!" Ana berusaha untuk menetralkan mimik wajahnya, meskipun ia sudah dirundung rasa kesal setengah mati.

Sabar, sabar, sabar.. Lo udah nggak nyimpen dendam lagi kan? Cukup dengarkan, setelah itu lo pasti bakal bebas. Begitulah rapalan Ana dalam hati.

Arkan menunduk dalam-dalam. Seharusnya ia tak boleh menuntuk banyak-banyak hari ini. Namun keadaan yang sekarang sungguh berbeda, sungguh ia membutuhkan tempat privasi sekarang ini. Tak mungkin kan, jika ia berbicara serius, tepat didepan publik.

"Aku mau ngomong serius sama kamu, tapi bukan ditempat ini. Bagaimana jika rooftop?" tanya Arkan dengan hati-hati sekali.

Ana mendengus pelan. "Lo sama Gina ternyata banyak maunya ya! Untung aja gue lagi baik hari ini. Jadi sekarang, gue kasih kesempatan buat lo ngomong. Tapi maaf! Untuk hari selanjut-lanjutnya, gue nggak bakal kasih kesempatan seperti ini lagi. Paham kan?"

Arkan memamerkan deretan giginya, begitu saja ia sudah bersyukur. Ya paling tidak, ia berusaha untuk memperbaiki semuanya.

"Terimakasih, kamu udah ngasih kesempatan seperti ini untuk aku. Tenang saja, aku nggak akan ganggu kamu lagi. Karena ini memang yang terakhir kalinya aku berada di sini. Besok, gue udah nggak ada lagi di Indonesia. Karena gue pikir, hidup gue terlampau keji jika terus-terusan berada di sini." jelas Arkan yang kemudian tersenyum begitu miris.

Ana tentu saja kaget dengan informasi itu. Padahal baru beberapa bulan Arkan berada ditempat ini, dan ia sudah pergi lagi. Dengan pikiran yang terus berkecamuk, Ana berjalan lebih dulu kemudian diikuti oleh Arkan.

'Gue sepenuhnya sadar, jika gue sudah berdiri digaris yang salah. Maaf untuk semuanya!' batin Arkan sambil memejamkan matanya.

Kini mereka telah sampai di atas rooftop. Sambil memegangi pembatas di sana, mereka sama-sama terdiam. Sudah begitu lama mereka tak bersama lagi, dan Arkan begitu menyesal dengan fakta itu. Mungkin jika waktu bisa terulang kembali, Arkan tak akan pernah menyia-nyiakan gadis yang berada dihadapannya ini.

"Jadi lo mau ngomong apa?" tanya Ana.

Arkan memandang ke atas langit. "Aku tahu, aku salah. Nggak sepatutnya aku lupa, kalau kamu itu adalah kekasih aku dulu. Karena hanya hadirnya Gina, aku telah mengacaukan semuanya. Termasuk persahabatanku yang langsung hancur tanpa berbekas."

Everything Has Changed (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang