[61] : Arvin's Side

75 3 2
                                    


"Bagaimana tempat itu nak?" tanya seseorang yang ternyata ayah dari Radinka

"Hah? Ayah?" Radinka menutup mulutnya terkejut

"Kami di latih untuk menjadi prajurit di sana, seluruh sandraan ditanamkan chip di lehernya, kami berhasil melepaskan chip itu dari leher kami," jawab seorang perempuan berambut coklat bernama Sera

"Pembuatan racun dan penawar zombie juga dilakukan di markas, bahkan kami diminta maaf dipaksa untuk ikut dalam pembuatan racun dan penawar," jelas seorang lelaki berambut hitam bernama Deren

"Alasan setiap harinya zombie bertambah di Jakarta, karena mereka juga menurunkan zombie setiap hari di beberapa tempat di Jakarta." Seseorang berambut hitam bernama Acacia ikut membantu menjelaskan

"Kami mengambil obat penawar zombie meskipun tidak banyak, tapi ini dapat membantu dan ampuh menyembuhkan. Jika kalian tak pecaya, kalian dapat memeriksanya dulu."

Arvin jadi ingat pertama kali dia menginjakkan kakinya di markas Dangerious Fire akibat penculikan. Dia menutup matanya sejenak.

Flashback On

"Arviiin arviiin!" teriak seorang wanita paruh baya saat seorang lelaki ditarik secara paksa, dia tak dapat melakukan apa-apa

"Mamaah! Tolongin Arviin." Arvin berusaha melepaskan kedua lengan yang menarik tangannya, mereka menyeret Arvin secara paksa

"Kak Arviin!" Raka mencoba untuk melepaskan diri dari satu orang berpakaian kemiliteran yang memeganginya dengan erat

Arvin mulai dimasukkan ke dalam sebuah helikopter, dia mencoba untuk melepaskan diri, tapi sepertinya itu sia-sia. Dia di dudukkan di kursi helikopter, dia merasakan tiba-tiba ada yang membekap mulutnya. Lalu beberapa menit kemudian, dia tak dapat melihat apa-apa lagi.

▪▪▪▪

Dia terbangun dari pingsannya, Arvin hanya melihat kegelapan, lalu tangannya bergerak untuk melepaskan kain yang menutupi wajahnya. Arvin melihat sekelilingnya.

Dia berada di sebuah sel tahanan, dan di sel tahanan tersebut banyak orang, wajah mereka juga tertutup oleh kain. Sepertinya, mereka semua masih belum sadar dari pingsan mereka.

Sejujurnya Arvin masih terpukul. Dia merasa tempat ini  sangat asing, dia tak tahu dia mana. Dia hanya ingin pulang ke rumahnya. Dia memikirkan bagaimana keadaan sang mama dan adiknya di rumah. Mereka begitu panik begitu dirinya diseret dengan paksa oleh para tentara yang dia bahkan tau tahu siapa mereja.

Dia merasa seseorang di sampingnya membuka paksa kain yang menutupi wajahnya. Seorang perempuan, dia melihat ke arah Arvin dengan nafas terengah-engah. Dia panik dan memperhatikan keadaan sekitar.

Detik berikutnya, Arvin melihat perempuan itu ketakutan dan menangis histeris. "Mau pulaang." perempuan itu menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Arvin jadi panik sendiri melihatnya, dia akhirnya menepuk pelan bahu perempuan itu. "Tenang oke, gue juga sama kaya lo. Gue juga pengen pulang."

Akhirnya tangis perempuan itu mulai mengecil dan lama-lama tak bersuara. "Nama lo siapa? Kenalin nama gue Arvin Mahardika."

"Acacia Prameswari."

"Oke."

Mereka berdua pun tediam, Acacia hanya diam. Dia sudah tak menangis seperti tadi. Lalu tiba-tiba sel dibuka dan menampilkan para tentara yang menggunakan penutup wajah. Jadilah, Arvin tak dapat melihat wajah mereka.

Bangkit! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang