Nano Nano

7.8K 618 19
                                    

Ahoyy
Ahhh aku maluu nyapanya wkwkwkwk
Ya ampun mian ayang ayang ku
Gomen sumimasen banget wkwkwk

Baru bisa update lagi

“Bisa geser gak lo!” Shafa menggebrak meja dengan tangan terkepal.

Sejak pertarungan memperebutkan kursi disebelahnya dimenangkan oleh Adzlan tadi, Shafa benar benar menghabiskan waktunya untuk menghela napas.

Laki laki gila ini memang benar benar diciptakan tuhan untuk menguji kesabarannya. Adzlan sengaja menggeser posisi kursinya menjadi dekat dengan Shafa, bukan dekat lagi.

melainkan menempel persis dengan kursi Shafa. Berulang kali Shafa memintanya bergeser namun Adzlan sama sekali tidak menghiraukannya.

Shafa menarik napasnya dalam, kemudian menghembuskannya dengan kencang. Ia tersenyum pedih, mengusap dadanya dengan lapang agar emosinya masih bisa ia kontrol.

“Lo geseran sekarang juga, atau gue pindah!” Ancam Shafa langsung. Adzlan menggeleng panik. “Ih! Nggak bolek pindah!” belum apa apa, Adzlan sudah memegangi tas Shafa dengan erat.

Shafa merotasi matanya, laki laki itu akan kembali memulai dramanya. “ya makanya lo geser setan! Lo nih ulet keket? Ulet sutra? Apa cicak hah?! Nempel mulu sama gue!” Akhirnya emosi Shafa tumpah juga. Adzlan tertawa renyah, senang sekali rasanya mendengar Shafa mengomel.

“Kita harus nikah sih bep beneran! Demen banget gue liat lo ngomel,” benar benar melenceng dari topik, Adzlan bahkan dengan senang hati menopang wajahnya dengan satu tangan, agar lebih syahdu menonton Shafa mengomel.

Shafa tertawa kencang, “Nikah sama lo?” tanyanya. Selepas itu tawanya berhenti.

“AMIT AMIT!!” Shafa mengeluarkan seluruh energinya untuk mengucapkan kata kata itu.

“Dih amit amit. Liat aja entar paling nama belakang lo jadi Raflangkasa bep.” tanpa beban, tanpa hambatan Adzlan dengan pedenya mengucapkan hal itu.

“Dzlan, demi Allah ini mah gue udah gak sanggup!” ujar Shafa lirih.

Adzlan makin gencar tertawa, gemas rasanya melihat Shafa yang menyerah seperti itu. Ralat ralat. Apapun yang Shafa lakukan dimata Adzlan selalu terlihat menggemaskan.

Ia merogoh saku celanya, mengambil 2 buah permen kaki karamel yang sempat ia colong dari tas Aqila.

“Yang manis manis buat yang paling gemes,”

••••

Kring kring kring

bel pergantian pelajran baru saja berbunyi, jam pelajaran telah berakhir. Shafa menutup pena dan bukunya lalu meregangkan ruas ruas jarinya yang cukup pegal ketika mencatat materi tadi.

Ayana dan Vanny langsung menyeret bangku mereka ke dekat Shafa, bertujuan untuk meminjam catatan materi tadi yang sempat tertinggal.

Shafa mengeluarkan ipad dari kolong mejanya, membuka notes yang tertera dalam tampilan layar utama, yang berisi tentang list tugas tugas, baik yang sudah maupun yang belum iya kerjakan.

Masih ada 8 tugas yang sama sekali belum ia pegang, dan masih ada 3 ujian yang belum lulus.

“Rrrrrgghh!” Shafa menggeram.

Head Over Heels | END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang