"KAMU BISA NGGAK SIH SETIAP HARI NGGAK PULANG SEMALEM INI?!" Bentak Arif pada (Namakamu) saat (Namakamu) baru masuk kedalam rumah.
"(Namakamu) dirumah ngapain pa? Jagain Alisha?" Tanya (Namakamu) cuek. "KAMU PEREMPUAN, (NAMAKAMU)! NGGAK PANTES TIAP HARI SELALU PULANG LEWAT JAM 9 MALEM!"
"Pa, udah deh nggak usah peduliin (Namakamu). Papa urus aja keluarga kecil papa, biasanya juga gitu kan dari semenjak papa kenal sama istri tercinta papa?" Arif terdiam. "JANGAN SAMPE PAPA USIR YA KAMU!"
"Papa mau usir (Namakamu)? Silahkan. Kehadiran (Namakamu) disini juga nggak pernah diharapkan." Balas (Namakamu). "JAGA BICARA KAMU!"
"Apalagi yang harus di jaga? Emang kenyataannya bener kan? Papa nggak pernah anggep (Namakamu) kayak anak papa. Papa cuma biayain biaya kuliah aja tanpa mikirin bagaimana keseharian (Namakamu). Buat apa (Namakamu) ada disini kalo gitu? (Namakamu) mau dijadiin samsak untuk tante Elen gitu? Biar tiap tante Elen marah, (Namakamu) yang jadi korban ditamparin? Pa, selama ini (Namakamu) diem ya pa. (Namakamu) nggak pernah bilang ke papa kalo tante Elen sejahat itu sama (Namakamu)."
Dan tanpa diduga, Arif malah melemparkan (Namakamu) sebuah cangkir yang ada di tangannya. Cangkir itu mengenai kening (Namakamu) dan pecah. Kening (Namakamu) berdarah banyak.
"ANAK NGGAK TAU DIUNTUNG!" Bentak Arif yang emosinya tak tertahankan. (Namakamu) terkejut dan menatap Arif tak percaya. "MAU BUAT KARANGAN CERITA APA LAGI KAMU HAH TENTANG ISTRI PAPA?!"
"(NAMAKAMU) NGGAK NGARANG! EMANG ITU KENYATAANNYA!" Lagi-lagi Arif melemparkan remote tv kepada (Namakamu). "ANAK BRENGSEK! KURANG AJAR SAMA ORANG TUA!"
Bentakan Arif membuat Elen dan Jidah sang asisten rumah tangga keluar dari kamarnya masing-masing. "Ya Allah bapak! Ya Allah mbak (Namakamu)!" Pekik Jidah panik melihat kening (Namakamu) sudah bercucuran darah.
"Papa, kenapa lagi sih?" Tanya Elen dan menghampiri Arif. "Bisa nggak anda nggak usah ikut campur sama masalah saya dan papa saya? Anda cuma orang lain yang masuk kedalam kubu keluarga saya." Ucap (Namakamu) pada Elen yang kembali memancing amarah Arif. Arif mengambil vas bunga yang didepannya dan berancang untuk melemparkannya ke (Namakamu).
"Bagus, lempar aja pa. Biar nggak kurang ajar mulutnya." Ucap Elen pada Arif. "BAPAK YA ALLAH ISTIGHFAR!!" Pekik Jidah.
Arif tak mendengarkan Jidah dan malah mendengarkan Elen sehingga vas itu benar-benar dilempar kearah (Namakamu). Untungnya (Namakamu) segera menghindar,
"SINI KAMU!" Pekik Arif dan menghampiri (Namakamu). Arif segera menampar (Namakamu) berkali-kali, (Namakamu) sengaja tak mau membalasnya.
"BAPAK BERHENTI PAK, (NAMAKAMU) ANAK BAPAK!!" Pekik Jidah berusaha memberhentikan aksi Arif. "Hmm, enak pa. Terus pa, tampar aja. Kalo perlu usir aja dari rumah ini." Ucap Elen tak peduli.
"SEKALI LAGI PAPA DENGER KAMU BICARA SEPERTI ITU! KAMU PERGI DARI RUMAH INI! PAPA NGGAK MAU BIAYAIN KULIAH KAMU LAGI!" Bentak Arif dan memberhentikan aksinya setelah melihat wajah (Namakamu) sudah penuh darah. "Ayo, ma. Masuk kamar!" Ucap Arif dan meninggalkan (Namakamu) yang sudah terbujur lemas.
"Makanya, jadi anak nggak usah banyak minta. Kena kan?" Desis Elen dan menyusul Arif untuk masuk ke dalam kamarnya. Jidah menangis dan menghampiri (Namakamu),
"(Nam), bibi telpon ambulance dulu ya. (Namakamu) tahan ya."
"Ngg--nggak usah, bi. (Namakamu) kuat." Tolak (Namakamu). Yang dirasakan bukan lagi hanya sakit di wajahnya, namun sakit dihati melihat ayah kandungnya bersikap sekejam dan sekasar tadi pada dirinya.
"Bibi nggak bisa, bibi takut (Namakamu) kena lagi sama bapak."
"Kalo (Namakamu) ke rumah sakit, nanti dokter nanya macem-macem malah bawa papa ke polisi. (Namakamu) nggak mau, bi."

KAMU SEDANG MEMBACA
ALE & ALA
Fanfiction"Nama tante siapa?" --- tanya Lintang. "Tante? Gue masih muda." "Seumur sama ayah ku?" "Intinya umur gue masih 22 tahun, jangan panggil tante. Panggil aja kakak." "Jadi kakak masih bisa nikah dong sama ayahku? Ayahku masih 28 tahun, kok. Dan, nama a...