"Wedede, wangi-wanginya lagi bermesraan nih." Seru Lintang saat keluar dari kamarnya dan melihat posisi Iqbaal sedang berbaring diatas paha (Namakamu) sedang menonton TV bersama.
"Berisik, ah. Bilang aja ngiri." Celetuk Iqbaal saat mendengar Lintang berseru seperti tadi. "Jih, siapa juga yang ngiri. Mas juga bisa kali kayak ayah, lebih juga bisa." Balas Lintang lalu menghampiri (Namakamu) dan mengecup pipi ibundanya singkat.
"Udah makan, mas? Makan, gih." Tanya (Namakamu) kepada Lintang. "Ini mau makan, adek mana bub?"
"Tidur di kamar," jawab (Namakamu). Lintang menganggukan kepalanya lalu berjalan kearah meja makan, ia melihat sepiring ayam goreng, semangkok sop dan sepiring tempe goreng tak lupa ada sambalnya.
"Dada punya ayah!" Seru Iqbaal tiba-tiba. "Iiiih, mas juga suka dada. Mas mau ah!" Balas Lintang dan langsung mengambil potongan ayam bagian dada.
"Mas Lintang!"
"Ya Allah, yah! Ayah juga tiap hari makan dada!" Balas Lintang lagi. "Kapan?!"
"Itu yang lagi dijadiin bantal sama ayah, kan juga ayah makan dadanya." Seru Lintang lagi membuat Iqbaal langsung bangkit dari posisinya. Sementara (Namakamu) hanya bisa menggelengkan kepalanya, semenjak Gadis lahir, bapak dan anak ini jadi lebih sering berdebat padahal apa yang di debatkan juga tidak terlalu penting.
"Ngomong apaan kamu?! Kok bilang begitu?!" Marah Iqbaal pada Lintang. "Santai bro, becanda.." jawab Lintang lagi yang malah membuat Iqbaal semakin kesal.
"Yaudah sih mas, Lintang bercanda. Kamu mah selalu dibawa serius orang anaknya bercanda kok," ucap (Namakamu) untuk membela Lintang. "Tau, ayah. Santai.."
"Gimana mau santai, masa ngomongnya begitu?!"
"Anaknya ngomong fakta loh, mas." Balas (Namakamu) membuat Lintang malah tertawa. "Fakta, bub?! Tuhkan yee, kocak nih suka makan dada bibbu juga tapi gak ngaku!"
"Mas Lintang! Ala juga ngapain sih malah belain anaknya?!" Omel Iqbaal. "Yang belain siapa? Kan bicara soal fakta."
Lintang tertawa lagi. "Yah, mas bukan anak kecilnya ayah lagi. Mas kan tumbuh jadi remaja, kalo pun itu bener juga nggak papa yah. Gak usah malu."
"Tapi anak gak selalu berhak tau!" Gemas Iqbaal lalu menjewer telinga Lintang. "Aduh-aduh! Ayaaaah! Sakit! Bub, tolongin!"
"Maaf ya mas Lintang, kali ini ayah bener. Harusnya anak gak semuanya berhak tau apa yang dilakukan orang tuanya." Ucap (Namakamu) dan ikut menjewer telinga Lintang.
"AYAH! BUBBI!"
****
"Ayah," panggil Lintang dan duduk bersila disebelah Iqbaal saat ia melihat Iqbaal sedang duduk bersila di halaman belakang rumahnya sembari merokok. "Apa? Minta uang? Kemarin kan--"
"Apaan sih, suudzon mulu sama anaknya. Untung gak baperan." Balas Lintang lalu menyenderkan kepalanya di bahu Iqbaal.
"Ada maunya nih nyender begini, kenapa sih?" Tanya Iqbaal. "Yah, pernah diputusin nggak?" Tanya Lintang dengan lirih membuat Iqbaal sedikit heran dengan pertanyaan yang dilontarkan putranya.
"Diputusin gimana? Sama kerjaan? Pernah lah." Jawab Iqbaal. "Ih! Diputusin sama cewe, pernah nggak?"
"Nggak pernah sih, soalnya kharisma ayah terlalu memancar dan ayah ganteng banget dulunya makanya--" Lintang buru-buru menatap wajah Iqbaal lalu berlagak seperti orang ingin muntah. "Tidak terima omongan halumu." Ucap Lintang.
Iqbaal tertawa, "Ya pernah lah, mas. Masa nggak pernah.. Kamu diputusin emang?"
Lintang dengan cepat memeluk Iqbaal dari samping dan menyenderkan kembali kepalanya di bahu Iqbaal. "Huhu, iyaaa.. Padahal mas gak tau salahnya dimana, mas galau banget! Rasanya gak mau makan, gak napsu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALE & ALA
Fanfictie"Nama tante siapa?" --- tanya Lintang. "Tante? Gue masih muda." "Seumur sama ayah ku?" "Intinya umur gue masih 22 tahun, jangan panggil tante. Panggil aja kakak." "Jadi kakak masih bisa nikah dong sama ayahku? Ayahku masih 28 tahun, kok. Dan, nama a...