"(Nam).. lo kenapa sampe sebegitunya sama Elen?" Tanya Shilla lembut pada (Namakamu). "Maaf, gue gelap mata lagi. Dipikiran gue disitu, gue mau dia mati aja ditangan gue." Lirih (Namakamu).
"Gue tau perasaan lo kayak apa ke Elen, tapi jangan sampe itu ngebuat boomerang lagi buat lo, (Nam). Dengan lo bunuh dia, pasti papa lo laporin lo ke polisi." Saran Sarah, iya, Sarah barusan datang juga untuk menghampiri (Namakamu).
"Mas setuju apa kata Sarah, takutnya itu jadi boomerang untuk Ala." Sahut Iqbaal. "Gue nggak ngerti lagi, gue pengen dia berhenti ganggu keluarga gue. Gue bisa ngurus papa sampe papa tua tanpa ada bantuan dia. Demi Tuhan, dia cuma bisa ngabisin uang papa, tanpa ngurusin papa. Perempuan bajingan."
"Yaudah udah, lo tenang ya.. nggak usah inget Elen lagi."
(Namakamu) terdiam. Ia sedang mengontrol perasaannya saat ini, ia masih belum puas dengan apa yang ia lakukan tadi kepada Elen. (Namakamu) berdecak,
"Kapan sih papa bisa sadar? Kapan sih papa bisa mikir kalo gue anaknya? Kapan sih papa lebih percaya gue daripada dia? Kapan, kapan dan kapan. Ntah itu kapan gue nggak tau." Omel (Namakamu). Sarah, Shilla, Iqbaal juga Lintang hanya mendengarkan (Namakamu) mengomel sedari tadi.
"Punya ibu juga serasa nggak punya ibu. Sibuk aja sendiri sama keluarga kecilnya, terus gue? Dianggurin sana sini. Yang di bokap gue diributin terus, yang di nyokap nggak pernah dianggep, gapernah dikabarin tapi bikin snap whatsapp terus."
"Hei, (Namakamu). Lo masih punya kita, lo masih punya gue, Sarah, mas Iqbaal juga Lintang. Coba buka mata lo, kita itu bukan orang lain untuk hidup lo kan? Kita keluarga (Namakamu)." Ucap Shilla membalas perkataan (Namakamu).
"Ala, bagaimanapun keadaannya, mereka tetep orang tua Ala. Bagaimanapun perilaku mereka ke Ala, mereka tetep orang tua Ala. Kalo mereka melakukan suatu hal yang menurut Ala itu nggak sesuai dengan kewajibannya sbg orang tua, just let it go. Dosa juga mereka yang tanggung. Ala harus bisa ikhlas, kalo mereka nggak anggep Ala, yaudah, ikhlasin. Ala bisa bahagia sama kami kan? Ala masih punya Lintang, mas Ale, Shilla sama Sarah." Jelas Iqbaal bermaksud menenangkan (Namakamu).
"Makasih ya kalian, udah selalu ada dan semangatin gue. Gue nggak tau lagi kalo kalian nggak ada." Ucap (Namakamu). Sontak Lintang memeluk (Namakamu) erat,
"Bub, Lintang janji bakalan selalu ada untuk bubbi."
"Kamu manggil (Namakamu) apa, Ntang?" Tanya Shilla mencoba bertanya pada Lintang. "Bubbi."
"Kok?"
"Panggilan sayang, ayah kan panggil kak (Namakamu) itu Ala. Ya aku juga kak, jadi bubbi."
"Beneran?" Tanya Shilla pada (Namakamu). "Biarin dah Shill, terserah mereka. Dilarang susah, ujung-ujungnya bakalan iya juga." Balas (Namakamu) pasrah.
Sontak Lintang, Iqbaal, Sarah dan Shilla pun terkekeh. "Yaudah, mas pulang dulu ya Ala. Ala udah nggak papa kan? Mas capek banget soalnya."
"Iya, mas. Makasih ya mas udah bantuin Ala,"
"Santai aja, ayok Lintang. Shilla, Sarah, saya nitip Alana ya. Kalo ada apa-apa kabarin saya atau Lintang ya?" Ucap Iqbaal menitipkan (Namakamu) pada kedua sahabatnya. "Aaaih, siaaap atuh mas Iqbaal!" Ucap Sarah bersemangat.
"Santai, mas. Sama Shilla semua aman!"
Iqbaal tersenyum. "Bubbi, Lintang pulang dulu ya? Kalo bubbi butuh temen, panggil Lintang aja ya? Jangan macem-macem, lho! Kak Shilla, kak Sarah, Lintang pulang dulu yaaa! Kabarin ke Lintang kalo bubbi macem-macem!"
"Santai, Ntang. Aman sama aku." Jawab Shilla.
"Udah kayak barang gue dititip-titip, gue masih bisa kali jaga diri sendiri!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALE & ALA
Fanfiction"Nama tante siapa?" --- tanya Lintang. "Tante? Gue masih muda." "Seumur sama ayah ku?" "Intinya umur gue masih 22 tahun, jangan panggil tante. Panggil aja kakak." "Jadi kakak masih bisa nikah dong sama ayahku? Ayahku masih 28 tahun, kok. Dan, nama a...