fourty eight

7.3K 903 108
                                    

"Mas," panggil (Namakamu) saat ia sedang baru saja selesai mandi malamnya. Ia melihat Iqbaal sedang bermain ponselnya sembari berbaring di ranjang mereka,

"Ya,"

"Yang di kamar mandi cukuran siapa?" Tanya (Namakamu). "Cukuran mas, kenapa La?" Tanya Iqbaal kembali.

"Ala pake hehe, itu bukan untuk kumis atau jenggot mas kan?"

"Untuk jenggot sih, kenapa memangnya?" Tanya Iqbaal dan menaruh ponselnya ke nakas disebelahnya. "Yah, Ala pake untuk cukur bulu kaki!"

"Nggak papa, mas bawa cukup banyak kok. Kok Ala cukur bulu kaki sih?"

"Kenapa? Mas sukanya Ala lebat gitu bulu kakinya?" Tanya (Namakamu) dan mulai duduk di samping Iqbaal berbaring. "Ya nggak gitu juga, mas cuma nanya aja kenapa sensitif banget sih.." ucap Iqbaal dan mendekati dirinya ke tubuh (Namakamu).

Iqbaal pun membaringkan kepalanya di kedua paha (Namakamu) yang hanya ditutupi sehelai lingerie. "Hari ini nggak usah main dulu ya?" Tanya (Namakamu) dan mengusap rambut hitam Iqbaal.

"Iyaa.. mas juga capek main terus." Jawab Iqbaal dan menatap wajah (Namakamu) yang sedang menatapnya. "Mas seneng."

"Senengnya?"

Iqbaal menghela nafasnya, "mas berasa kekosongan hati mas terisi lagi La.. hati mas kosong ntah sudah berapa tahun lamanya. Dan nggak tau kenapa, saat mas berhubungan sama Dyva, mas nggak merasa terisi gitu lho kekosongan hati mas, tetep aja mas merasanya masih kosong.. pas Ala udah mulai masuk ke kehidupan mas, sumpah La.. berubah!"

(Namakamu) tersenyum menggoda, "ohiya? Mas ngomong gini bohong ya?"

"Untuk apa mas bohong sama istri mas sendiri? Serius.. mas merasa hati mas ada yang isi dan mas harus bisa menjaga apa yang ada di hati mas."

"Emangnya yang ada di hati mas apa?" Tanya (Namakamu) dan menunduk menatap Iqbaal yang sedang berbaring diatas pahanya. "Kamu." Bisik Iqbaal dan menyolek jahil ujung hidung istrinya.

"Maaas! Kebiasaan deh!" Eluh (Namakamu) kesal. "Kenapa sih?"

"Jangan suka colek hidung Ala gitu, Ala nggak suka."

Dahi Iqbaal merengut dan langsung bangkit dari posisinya menjadi terduduk dan sepenuhnya mengarah ke (Namakamu). "Kenapa emang nya sih? Kok nggak suka?"

(Namakamu) menggelengkan kepalanya. "La, kenapa?"

"Nggak, nggak papa."

Iqbaal berdecak. "Mas kesel deh sama kamu kalo udah nutupin sesuatu gitu sama mas, mas cuma nyolek hidung lho, La. Masa kamu se nggak mau itu, kamu kenapa?"

(Namakamu) tak menjawab. "Mau tutup-tutupan sama mas? Yau--"

"Ih, iya-iya!" Akhirnya (Namakamu) ingin mengaku karena Iqbaal mengancamnya. "Dulu, Elen mau coba bunuh Ala.. dengan cara di teken gitu hidung Ala dan mulut Ala di plester jadinya Ala hampir meninggal disitu. Dan sekarang Ala sensitif kayak merasa diteken padahal cuma di sentuh aja."

Iqbaal menatap (Namakamu) tak percaya. "Di teken?"

"Iya,"

"Astaghfirullah, kok sekejam itu?" Tanya Iqbaal lagi pada (Namakamu) membuat (Namakamu) menaikkan kedua bahunya tak tahu. "Udah mas, udah lalu juga. Yang penting kan Ala baik-baik aja disini sama mas.."

Iqbaal tersenyum pahit dan memeluk istrinya erat, "mas bakal jaga kamu La, mas yang akan turun tangan kalo sampe mereka berani nyentuh kamu."

(Namakamu) tersenyum. "Makasih, mas."

****

"Mas, senyuuum! Ini hari terakhir lho, besok pulang!" Pinta (Namakamu) untuk Iqbaal tersenyum karena ia sedang merekam sebagai dokumentasi.

ALE & ALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang