fifty five

5K 672 160
                                    

(Namakamu) meringkuk kesakitan, sudah hampir 24 jam (Namakamu) menahan kontraksi yang terus berdatangan. (Namakamu) sudah mulai kontraksi namun belum ada tanda-tanda bahwa bayinya akan lahir. Iqbaal tak hentinya menenangkan istrinya yang terus meringkuk dan merintih sementara putra mereka, Lintang sedang tidur, gantian menjaga (Namakamu).

"Mas.." rintih (Namakamu) sembari memeluk tangan Iqbaal yang berada di sebelahnya. "Sakit banget ya La?" Tanya Iqbaal hati-hati.

(Namakamu) menganggukan kepalanya. Iqbaal mengusap wajah (Namakamu) yang lagi-lagi penuh keringat menahan sakit. "Mas nggak mau hamilin kamu lagi deh,"

"Kenapa?" Tanya (Namakamu). "Mas nggak tega liat kamu kayak gini.." balas Iqbaal. (Namakamu) tersenyum walaupun menahan rasa sakitnya,

"Kalo gitu mas jangan minta main lagi ya?"  Ucap (Namakamu) membuat Iqbaal malah panik. "Eeeh--nggak gitu! Main mah main, tapi pake kondom."

"Kondom itu 99% aman, 1% nya bisa gagal loh mas. Nggak papa sih mas, namanya jadi ibu, harus berjuang kayak gini kan." Ucap (Namakamu) dan memilih mengusap perut nya.

"Dulu jaman Lyta nggak kayak kamu, apa mas yang terlalu khawatir ya La?"

(Namakamu) menoleh kearah Iqbaal. "Gimana mas maksudnya?"

"Iya.. waktu jaman Lyta mau ngelahirin Lintang, mas nggak terlalu khawatir jadi biasa aja gitu. Lagi pula Lyta ditungguin orang tuanya." Cerita Iqbaal pada (Namakamu). "Tapi kenapa Ala nggak ditungguin ya mas?"

"Aku yang minta sama bunda, ayah, mama untuk nggak usah jagain kamu, biarin mas yang turun tangan. Nanti mereka jagainnya pas babynya udah lahir aja, mas masih kaku nih belum bisa ngurusin baby." Jelas Iqbaal.

"Emang mas mau turun tangan ngapain?" Tanya (Namakamu). "Ya ini, nenangin kamu, Lintang mah ngomong doang mau bantuin bubbi tapi apa? Malah bobo pules." Balas Iqbaal membuat (Namakamu) melirik Lintang yang tertidur pulas di sofabed ruang inapnya.

"Nggak boleh gitu ah, Lintang juga bantuin Ala kok, mas. Sama kayak mas sekarang." Iqbaal tersenyum kemudian memeluk perut (Namakamu) yang berisikan bayi.

"Nak.. kalo mau keluar jangan nyusahin bubbi ya, ayah nggak tega liatnya. Yang sekali ngeden udah keluar aja bisa nggak nak?" Ajak obrol Iqbaal pada bayinya.

"Nggak bisa, ayah.. harus perlahan keluarnya, kan harus hati-hati." Jawab (Namakamu). Iqbaal lalu mengecup perut (Namakamu) dan mengecup bibir (Namakamu) secara singkat juga. "Sabar ya sayang, kamu mau apa La?"

(Namakamu) menggelengkan kepalanya. "Ala mau coba bobo mas, mas sholat aja udah waktu Shubuh." Titah (Namakamu) pada Iqbaal membuat Iqbaal melihat jam tangannya untuk melihat jam berapa sekarang. "Ohiya udah jam lima, yaudah, mas sholat dulu ya."

"Iya mas.."

****

Iqbaal meringis melihat (Namakamu) menjerit kesakitan saat proses persalinannya berjalan. "Pak, ayo mendekat! Jangan diri disitu aja." Ajak suster yang melihat Iqbaal membatu di tirai ruangan karena tak tega melihat (Namakamu) bercucur airmata campur keringat.

"MAS ALE BANTUIN ALA!" Pekik (Namakamu) mencari Iqbaal yang membuat Iqbaal tersadar dan segera mendekati istrinya yang sedang berjuang untuk menjadi seorang ibu. Iqbaal mencoba mengusap kepala (Namakamu),

Aba-aba suster dan dokter sudah di perintahkan untuk membuat (Namakamu) mengejan agar kepala bayinya keluar. "Mas... Sakit! Ala kesakiiiiiiitt.. huh. Huh. huh. Sak---ARGH!" Iqbaal hanya bisa menerima pasrah tangannya diremas keras dengan (Namakamu).

"Sabar sayang, habis bayinya keluar udah enak kok. Sabar ya.." bisik Iqbaal. "Ayo lagi mengejan mbak Ala!"

Lagi-lagi (Namakamu) mengejan, keringat dan airmata saling turun bersamaan membuat Iqbaal makin tak tega. "Maaaas!"

ALE & ALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang