"Lintang.. ya Allah malem-malem gini kamu kerumah nenek, sama siapa nak?" Tanya Rike khawatir saat melihat cucunya berada di rumahnya saat ini. Lintang memeluk Rike erat dan ia menangis dipelukan Rike.
"Nek, ayah nggak sayang lagi sama Lintang. Ayah tadi nampar sama nonjok Lintang, nek.."
"APA?!" Pekik Herry yang mendengar cucunya menceritakan kejadian tadi. "Iqbaal nampar kamu?!" Ulang Herry.
"Ayah nampar kamu?" Tanya Rike dan langsung mengusap wajah cucu laki-lakinya. "Iya kek, nek. Gara-gara Lintang bilang kalo Lintang nggak suka sama tante Dyvara. Lintang berhak kan nek? Kek? Lintang berhak kan nentuin siapa ibu tiri Lintang?" Celoteh Lintang. "Minta dihajar balik si Ale." Desis Herry tak terima mendengar cucu nya di tinju dan di tampar oleh anaknya.
"Lintang tidur sini aja dulu ya, nanti urusan ayah biar nenek sama kakek yang bicarain." Ucap Rike. Lintang menganggukan kepalanya,
"Nek, kek. Lintang mau jujur.." ucap Lintang. "Kenapa nak?" Tanya Rike.
"Kenapa, Lintang?" Tanya Herry. "Lintang di skors dari sekolahan.."
"Kenapa bisa?" Tanya Rike. "Lintang ikut tawuran, maafin Lintang ya nek, kek.."
"Ayah tau ini?" Tanya Herry. Lintang menggelengkan kepalanya. "Kak (Namakamu) yang tanda tangan surat peringatannya."
"Siapa dia?" Tanya Rike. "Ada, temen baru Lintang."
"Besok kakek mau tau siapa dia, Lintang kenalin ke kakek dan nenek. Okay? Sekarang Lintang tidur dan istirahat. Kami udah maafin Lintang." Ucap Herry yang membuat Lintang sedikit lega. Kakek dan neneknya sekarang ada keluarga Lintang yang paling bisa diandalkan.
"Lintang istirahat ya nak, nggak papa. Nenek sama kakek nggak marah kok. Justru kita seneng Lintang bisa jujur.." ucap Rike pada Lintang.
Lintang menganggukan kepalanya. "Besok Lintang panggilin kak (Namakamu) ya biar ketemu kakek sama nenek." Ucap Lintang sebelum ia memasuki kamar lama Iqbaal.
"Iya sayang.."
****
(Namakamu) tengah sibuk melihat dirinya di pantulan spion tengah mobilnya sebelum turun dari mobil untuk menghampiri undangan dari Lintang dan kakek neneknya. Awalnya (Namakamu) menolak, tapi Lintang memaksanya yang membuat (Namakamu) mau tidak mau menuruti kemauan Lintang.
Setelah (Namakamu) yakin wajahnya sudah sempurna, ia segera turun dari mobilnya dan mengetuk pagar rumah nenek dan kakeknya Lintang.
"Assalamualaikum!" Pekik (Namakamu). "Waalaikumsalam, masuk kak (Namakamu)!" Ucap Lintang yang menghampiri (Namakamu) dan membukakan pintu pagarnya.
"Lo biru gitu pipinya kenapa?" Tanya (Namakamu). "Ditonjok ayah."
"Hah?! Bokap lo gila apa gimana?!" Ucap (Namakamu) terkejut. Karena bagaimana pun marahnya Arif, Arif tak pernah sama sekali bermain tangan dengan (Namakamu). "Nggak tau, Lintang nggak ngerti lagi sama ayah kenapa senekad itu. Pertama kali juga aku di gituin sama ayah kak. Ohiya, duduk kak. Aku panggilin kakek sama nenek dulu." Ucap Lintang dan menyuruh (Namakamu) untuk duduk di ruang tamu nya.
(Namakamu) menurut dan mendudukan bokongnya di sofa. Lintang pergi untuk memanggil kakek neneknya, tak lama sepasang suami istri datang menghampiri (Namakamu).
(Namakamu) berdiri dan menyalimi Herry juga Rike secara bergantian. "(Namakamu), kek, nek." Ucap (Namakamu) bertujuan untuk memperkenalkan namanya.
"Saya Rike, neneknya Lintang. Ini suami saya, Herry, kakeknya Lintang. Duduk nak (Namakamu)." Ucap Rike. Herry tersenyum melihat (Namakamu).
Lintang jug ikut duduk disebelah (Namakamu). "Kamu sekolah atau gimana? Soalnya Lintang bilang, nak (Namakamu) ini temennya."
"Aku kuliah, nek.. udah semester akhir." Jawab (Namakamu). "Oh iya? Kuliah dimana? Jurusannya apa?" Tanya Herry.
"Di UI kek, jurusannya Psikologi."
"Waaah.. bagus." Puji Rike membuat (Namakamu) tersenyum. "Pinter kan kak (Namakamu)?" Tanya Lintang pada kedua kakek dan nenek nya.
Rike dan Herry mengangguk. "Kalo boleh tau nak (Namakamu) kenal cucu kami darimana?" Tanya Herry kepada (Namakamu). "Waktu aku lagi main bola di lapangan kampung deket rumah, terus nggak sengaja pas nendang bola eh Lintang lewatin gawang itu, jadinya Lintang kena bola. Terus aku tanya dia kenapa-kenapa atau nggak, dia bilang dia nggak papa dan malah nyuruh aku nikah sama ayahnya." Jawaban (Namakamu) justru membuat Rike dan Herry tertawa. Sedangkan Lintang cengengesan saat dirinya diceritakan oleh (Namakamu).
"Lintang..." Tegur Rike. "Tapi emang iya kan nek? Kak (Namakamu) pantes sama ayah. Coba aja kalo kak (Namakamu) jadi ibu nya Lintang." Ucap Lintang dibalas senyuman Rike dan Herry.
"Maafin Lintang ya nak (Namakamu), sekiranya omongan dia sedikit aneh." Ucap Rike lembut. "Nggak papa kok nek, aku ngerti. Aku juga sama kayak Lintang, kedua orang tua ku cerai."
"Oh iya? Yaampun.. maaf ya nak (Namakamu)." Ucap Herry. "Nggak papa, kek.."
"Papa nya kak (Namakamu) nikah lagi kek, nek. Tapi ibu tirinya kejam sama kak (Namakamu), terus papanya nggak peduli sama kak (Namakamu). Persis kayak apa yang ayah lakuin ke Lintang, terus mamanya kak (Namakamu) tinggal di USA karena nikah sama orang sana. Berbeda sama Lintang, bunda malah sibuk cari pasangan." Bahas Lintang, sedangkan (Namakamu) terkekeh.
"Ya Allah.. ternyata kamu sama kayak Lintang. Pantes aja Lintang keliatan nyaman sama kamu ya nak (Namakamu).." ucap Rike. "Iya, nek. Aku juga nggak keberatan kok jadi temen Lintang."
"Eh by the way, umur kamu kan jauh dari Lintang. Jangan panggil kami kakek atau nenek. Panggil aja ayah dan bunda." Pinta Herry pada (Namakamu) membuat (Namakamu) heran lalu langsung terkekeh.
"Iya, nak (Namakamu). Umur kamu pasti nggak jauh dari umur ayahnya Lintang." Sahut Rike. "Umur ku 22 tahun, kek, nek."
"Tuhkan, nggak beda sama ayahnya Lintang. Ayahnya Lintang umur 28 tahun. Mulai sekarang panggil aja kami ayah dan bunda ya.." Dalam hati (Namakamu) ingin membalas bahwa itu cukup jauh perbedaan antara 22 dengan 28.
"Hehehe iya bunda, ayah."
"Ohiya, Lintang katanya di skors ya? Terus nak (Namakamu) yang tandatangani surat peringatannya?" Tanya Rike pada (Namakamu). "Iya, kemarin terlibat tawuran di sekolahnya."
"Tapi kak (Namakamu) udah kasih tau Lintang kok nek, kek. Kalo Lintang jangan bandel di sekolahan." Sahut Lintang. (Namakamu) tersenyum.
"Kalo bunda sendiri maklumin bagaimana Lintang seperti itu, terlebih ayahnya yang jarang memperhatikan dia. Lintang hanya ingin mencari jati diri nya.." ucap Rike pada (Namakamu). "Iya, bunda. Aku sendiri sih bilang, nggak masalah dia mau nakal asal jangan ganggu ke sekolahnya."
"Betul itu nak (Namakamu). Jangan di sangkut pautkan ke pendidikannya." Sahut Herry membuat Lintang menganggukan kepalanya. "Lintang ngerti kok kek, nek.."
"Ohiya, nak (Namakamu) makan siang disini ya? Sama kita?" Tawar Rike. "Nggak perlu, bunda.."
"Udah nggak papa, makan siang aja ya?" Paksa Herry yang akhirnya membuat (Namakamu) mau tak mau menuruti permintaan Herry dan Rike.
****
Gais.. aku tu gitu, kalo ada inspirasi lg ada ide pasti up nya cepet. Tp kalo lg stuck butuh waktu agak lama buat naikin mood sm cari inspirasi nya lagi. Sabar yaa kelen-kelen nih wahai pembaca hubaal, aku pasti lanjut kok. Tp aku bener2 mo cari inspirasi yg bener2 biar ga asal juga alur dan critanyaa luvluv😘
-messyfellas.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALE & ALA
Fanfiction"Nama tante siapa?" --- tanya Lintang. "Tante? Gue masih muda." "Seumur sama ayah ku?" "Intinya umur gue masih 22 tahun, jangan panggil tante. Panggil aja kakak." "Jadi kakak masih bisa nikah dong sama ayahku? Ayahku masih 28 tahun, kok. Dan, nama a...