3 | Masih sama

11.7K 1.2K 106
                                    

Vote dulu sebelum baca ya :)

Mohon maaf baru bisa update lagi karena gue sedang sakit, ini aja dipaksa demi kalian semua😷

Minta 100 komentar boleh?

🎋

"Lo mau makan apa?"

Suara itu menginterupsi Magika yang sebelumnya tengah bermain ponsel sambil menanti Rafael selesai dengan urusannya di ruang sekretariat BEM. Magika mendongak sebentar, lalu dia berdiri.

"Apa aja deh, yang penting kan lo yang bayar," jawab Magika tersenyum.

Tidak ada gestur canggung sama sekali ditunjukkan oleh Magika meski mereka belum kenal secara dekat. Magika memang mudah bergaul, dia bisa ramah pada siapapun, tak terkecuali dengan orang yang baru saja atau mungkin tidak dikenal sekalipun. Selagi mereka baik padanya, maka Magika akan bertindak baik juga padanya.

Rafael mengangguk, mereka kemudian berjalan menuju kantin yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat mereka kini berada.

Sepanjang jalan yang Magika bisa tangkap Rafael itu orangnya ramah, banyak Mahasiswa lain yang melintas menyapanya, dan Rafael membalas sapaan itu dengan hangat pula. Rafael ini gambaran sempurna laki-laki idaman wanita. Dari segi fisik Rafael bisa dikatakan lumayan, dia ramah, dan sejauh ini cukup baik pada Magika, juga sekilas Rafael tampaknya adalah cowok yang rajin dan aktif berorganisasi.

"Woi Lan!" sapa Rafael pada cowok yang duduk di salah satu meja, ketika mereka telah tiba di kantin. Rafael duduk di meja yang sama dengan cowok itu, dan Magika kun mengikutinya.

"Si Gen--" ucapan Rafael terpotong karena tiba-tiba Alan menyerobotnya.

"--noh sama Gista, tau deh ke mana," sahut Alan ketus, mukanya benar-benar kelihatan sangat kesal.

Magika mengerenyitkan dahinya, menatap Alan dan Rafael secara bergantian. "Gen siapa?" tanyanya bingung.

"Oh, itu temen gue. Nanti kapan-kapan gue kenalin deh. Biar nambah relasi Kating lo juga," jawab Rafael.

"Oh ini adik tingkat?" Alan menatap Magika, raut wajahnya sudah lebih cerah dan tidak sesuram tadi. "Kenalin, gue Alan." Alan menyodorkan tangan kanannya, mengajak Magika untuk bersalaman sekaligus berkenalan.

"Magika." Magika menjabat tangan cowok itu dengan senyuman manis.

"Magika, namanya cantik, kaya orangnya," ucap Alan disertai kekehan.

Rafael memukul tangan Alan yang masih saja menjabat tangan Magika. "Gak usah sok sok nge-gombal lo, gak pantes."

Alan mengelus tangannya yang baru saja kena pukul Rafael, cowok itu mendelik menatap sahabatnya itu. "Kenapa emangnya? Magika gebetan lo? Pacar lo? Bukan kan? Jadi bebas dong," sahut Alan dengan sinis.

"Udah Gi, gak usah di tanggapin, agak setres emang ini anak," ucap Rafael, Magika hanya menanggapinya dengan senyuman serta anggukan pelan. "Mau pesen apa? Biar gue yang pesenin."

Magika terlihat berpikir sejenak sebelum ia mencetuskan apa yang hendak ia pesan. "Bakso, mie ayam, batagor, siomay, lemon tea, masing-masing dua porsi ya Kak."

Rafael dan Alan sama-sama melongo mendengar pesanan yang baru saja Magika sebutkan. Alan heran, dengan badan yang biasa saja begitu kenapa Magika pesannya banyak sekali? Magika cacingan? Begitulah isi otak Alan.

Sedangkan Rafael mulai membangun asumsi bahwa Magika ini suka memanfaatkan situasi. Mentang-mentang Rafael setuju untuk mentraktir nya makan dia justru pesan makanan seenaknya sendiri.

MIRACLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang