19 | Satu Sama
Vote sebelum baca jangan lupa !!
Happy Reading!
--
Kamu begitu peduli dengannya, namun kamu tidak sedikitpun peduli tentang bagaimana perasaanku.
---
Saat mobil yang di kemudikan Magenta memasuki area sebuah perumahan mewah, kening Magika dibuat berkerut. Di dalam benaknya ia bertanya tanya kenapa juga mereka lewat sini? Jika ini adalah jalur alternatif, memangnya ada masalah apa dengan jalur utama? Bukannya ini adalah hari libur, di mana jalanan ibu kota tidak sepadat hari-hari biasanya?
"Gen, kok lewat sini?"
Mata Magenta yang terlapisi kaca mata hitam melirik sekilas ke arah Magika yang duduk manis di sebelahnya. "Aku lupa bilang ya sama kamu?" ucapnya, "Gista minta dijemput tadi."
Tubuh Magika yang sebelumnya bersender pada jok mobil mendadak langsung tegak, dia menoleh ke arah Magenta yang tengah fokus ke jalanan. "Gista minta dijemput sama kamu?" Magika menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. "Gak tau diri banget sih itu manusia!"
Magenta memutar kemudinya ke arah kiri karena mobilnya sudah mencapai pertigaan terakhir yang mengarah ke rumah Gista. "Apa salahnya sih kalo dia bareng sama kita?"
"Ya salah dong Genta! Kamu ini gimana sih!" omel Magika, dia membanting punggungnya ke jok mobil kembali dengan tangan yang terlipat di dada. "Lagian, mobilnya dia emang ke mana?"
"Rusak," balas Magenta singkat.
Magika berdecih, benar-benar otaknya Gista itu licik sekali. "Dia kan orang kaya Gen, masa iya mobil Cuma punya satu. Gak masuk akal banget tau nggak!"
Magika yakin seratus persen kalau Gista sebenarnya masih punya mobil di rumah, secara siapapun di dunia ini tahu bahwa dia adalah anak dari pengusaha kaya. Emang dasar Gista nya saja yang kegatelan sama Magenta kelihatannya.
Mengajak Magenta pergi berduaan, terus sekarang minta dijemput segala. Emang bener-bener minta dijambak manusia satu itu. Untung Magika ikut, coba kalau tidak, Magika yakin sekali Magenta pasti sudah habis digrepe-grepe sama siluman ular itu.
"Aku kurang ngerti juga Gi." Magenta menginjak pedal rem dan mobil sedan hitam itu berhenti di depan rumah kokoh yang memiliki pagar tinggi. Tampak rumah itu memiliki penjagaan ketat, ada dua orang satpam dengan badan kekar berjaga di sana.
"Aku turun dulu ya," ucap Magenta sambil melepas seatbelt yang melekat di tubuhnya.
Magika langsung menahan Magentta, dia tidak rela Magenta masuk ke dalam rumah Gista. Bisa-bisa nanti Magenta disandera di dalam sana lagi. "Nggak usah turun! Kamu di sini aja, kan bisa dihubungi lewat handphone."
Magenta tersenyum menatap Magika, dia lantas kembali memasang seatbelt nya. "Iya, aku nggak jadi turun nih," ucap Magenta, lalu tangan kanannya mencolek dagu Magika. "Posesif banget sih pacar aku sekarang."
"Bodo amat."
Magenta terkekeh, Magika kelihatannya ngambek sekarang. Cowok itu meraih pipi Magika lalu mencubitnya gemas. "Jangan ngambek dong calon nyonya Gentaaa."
Magika mengenyahkan tangan Magenta dari pipinya yang rasanya sudah bewarna merah sekarang. "Udah buruan hubungin si medusa, keburu tutup nanti!"
"Iya deh," ujar Magenta, lalu dia meraih ponsel yang ia letakkan di dashboard karena sebelumnya sempat dipinjam Magika entah untuk apa. Magenta mencari nama Gista di kontaknya namun tidak kunjung ia temukan. Padahal ia yakin betul menyimpan kontak cewek itu dengan nama Gista.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRACLE
Teen Fiction(SEQUEL MAGENTA) Sesuai dengan arti namanya, Magika berarti keajaiban, atau dalam istilah lain disebut dengan Miracle. Begitulah penggambaran sosok Magika di hidup Magenta. Magika adalah sebuah keajaiban yang membuat Magenta tersadar, bahwa terkadan...