51 | Takdir

11.6K 1K 504
                                    

51 | Takdir


CERITA DI HAPUS SEBAGIAN KARENA KEPENTINGAN PENERBITAN.

YANG MAU BACA LENGKAPNYA BISA BELI VERSI NOVEL. TERIMAKASIH 😊

"Gue sahabatnya Genta, gue juga sayang sama dia, sama kaya lo. Apa yang gue rasain sama kaya lo Gi, Gue shock, gue panik saat denger Genta ditusuk. Gue juga khawatir sesuatu yang buruk terjadi, gue khawatir kalau Magenta nggak bisa selamat. Gue ada di dalam selama penanganan awal, gue liat semuanya, gue liat kondisi dia dengan muka pucetnya dengan matanya yang belum terbuka sama sekali. Gue liat semuanya Gi, tentu gue berharap dia baik-baik aja, but at the same time, ngeliat kondisi dia yang begitu, I'm hopeless," tambah Laras dengan tatapan yang kosong ke depan.

Laras yang sedari tadi berusaha kuat dengan tidak menangis kini kehilangan pertahanannya juga. Dia menangis, tersedu. Magika memeluk Laras, mereka berdua sama-sama menangis, namun di waktu yang bersamaan mereka juga menguatkan diri satu sama lain.

Jo yang baru saja datang dengan sekantung penuh makanan di tangannya menghampiri Rafael yang tengah sibuk dengan ponselnya. Cowok itu mengkode Rafael agar menengok ke belakang ke arah Magika dan Laras yang kini tengah menangis dalam pelukan masing-masing.

"Itu sejak kapan mereka begitu?" tanya Jo, dan Rafael menggelengkan kepalanya karena dia pun tidak tahu.

Jo berdecak, "Gimana sih lu, kaga perhatian amat sama lingkungan sekitar."

"Gue barusan nelpon Alan buat suruh dia ke sini sama Tante Meta," jelas Rafael.

"Yaudah, samperin deh tu anak berdua."

Rafael menganggukan kepalanya, dia bersama Jo lantas mendekati Laras dan Magika yang masih saja terus menangis. Jo meletakkan bungkusan berisi makanan itu di kursi, cowok itu mengelus puncak kepala Magika dan Laras secara bergantian.

"Udah nggak usah nangis gitu, Genta nggak bakal kenapa-kenapa. Percaya sama gue," ujar Jo meyakinkan.
Magika dan Laras melepas pelukan mereka. Mereka mengelap air mata yang membasahi pipi. Wajah keduanya terlihat begitu sembab dengan mata yang membengkak juga hidung yang memerah.

"Gi... lo makan dulu ya," ujar Rafael lembut.

Magika menggelengkan kepalanya. "Gu.. Gue nggak nafsu makan kak," jawab Magika sesenggukan.

"Lo harus makan Gi," ujar Rafael sekali lagi.

"Gimana gue bisa makan dengan tenang di saat gue sendiri nggak tahu gimana kondisi Genta di dalem?"

"Kalau Genta di sini, gue yakin dia nggak akan ngebiarin cewek yang sangat amat dia cintai sakit karena nggak mau makan," ucap Rafael.

"Lo harus makan Gi, gue bakalan marah kalau lo gak mau makan padahal gue udah capek-capek beliin ini semua buat lo," tambah Jo.

"Tejoo, gue gak-"

"-Gi, kalau lo nggak makan terus sakit, Genta pasti bakalan sedih banget. Please, makan ya. Lo harus punya tenaga, karena sebentar lagi kan lo bakal ketemu Genta, gue yakin kok habis ini dia bakal sadar dan bisa komunikasi sama kita lagi. Demi Genta Gi," ujar Jo, baru kali ini Magika mendengar cowok itu berbicara selembut itu kepadanya.

Magika menghela napasnya panjang dia pun menganggukan kepalanya tanda dia mengiyakan untuk makan.

Detik demi detik terlewati, menit demi menit berlalu, dan belum ada tanda-tanda operasi di dalam selesai. Semua duduk di kursi, mereka saling berhadapan, sama-sama terdiam dengan muka gelisah sambil merapalkan doa di dalam hati. Tentu berharap Magenta baik-baik saja di dalam sana.

MIRACLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang