25 | Salahkah?

7.7K 1K 657
                                    

25 | Salahkah?

Vote dulu sebelum baca!

Komen di setiap baris ga susah kan?  Kuy laksanakan!!

Happy Reading!
---

Q:  Kalau book 1 novel MAGENTA terbit,  kalian bakalan ikutan PO atau enggak?

---

Perasaanku tidaklah penting, karena aku tidak berarti apa-apa untukmu.

---

Hari sudah menjelang petang, namun Magenta masih belum pulang ke rumahnya. Saat ini cowok yang mengenakan jaket hitam tersebut tengah duduk di sebuah bangku yang terdapat di lorong rumah sakit, tengah menunggu dokter yang memeriksa Gista keluar.

Magenta cukup khawatir dengan kondisi Gista, bahkan cowok itu sempat memaksa dokter melakukan ct scan meski sebenarnya itu tidak dibutuhkan. Magenta hanya ingin memastikan bahwa kondisi Gista baik-baik saja.

Suara handle pintu terdengar terputar, dengan sigap Magenta berdiri. Dia mendapati seorang pria berusia mungkin sekitar 30 tahunan, dengan jas putih keluar dari dalam ruangan tempat Gista kini berbaring.

"Gimana keadaan Gista dok?" tanya Magenta.

Dokter yang bernama lengkap Agus Hendrawan itu tersenyum membalas tatapan khawatir dari Magenta. "Dia baik-baik saja, hanya mengalami cedera ringan saja di bagian kepala. Istirahat dua sampai tiga hari saja saya rasa bisa memulihkan kondisi pasien," ucapnya.

Magenta menghela napasnya lega. Syukurlah jikalau tidak terjadi sesuatu yang serius dengan Gista. Jika Gista sampai kenapa-napa, maka Magenta akan merasa sangat bersalah. Karena semua yang terjadi pasti ada hubungannya dengan dirinya.

"Kamu terlihat khawatir sekali, pacarnya ya? Sudah berapa lama?" tanya dokter itu sambil tersenyum.

Magenta menatap dokter itu sejenak, dia lalu menarik senyumannya juga. "Bukan dok, dia temen saya."

Dokter Agus menganggukan kepalanya. "Oh saya kira pacarnya. Yasudah, saya tinggal dulu."

Magenta mengangguk, usai kepergian dokter Agus Magenta membuka pintu. Dia masuk ke ruang perawatan untuk melihat kondisi Gista. Kini cewek itu masih terbaring di atas ranjang rumah sakit, kondisinya terlihat begitu lemah.

"Gimana kondisi lo?" tanya Magenta sambil menarik bangku dan duduk di sebelah ranjang tempat Gista berbaring.

"More better than before," jawab Gista dengan seulas senyum, suaranya masih terdengar lemah. Meski kepalanya masih sakit, namun Gista sangat bahagia bahwa orang pertama yang ia lihat saat sadar adalah Magenta.

Magenta mempedulikan Gista, dan itu membuat Gista menjadi bahagia. Sangat bahagia.

"Sorry ya Gis," ucap Magenta dengan raut wajah bersalah yang murni tidak dibuat-buat.

"Kenapa?"

"Gara-gara gue, lo jadi begini."

Gista menggeleng, tangan sebelah kanannya yang terpasang infus menyentuh tangan Magenta. "Genta, look at me,"ucap Gista, Magenta pun mengikuti intruksi cewek itu. Dia menatap Gista dengan tatapan yang masih sama seperti sebelumnya.

"It was not your fault," ucap Gista, "Semua ini salah cewek lo, Magika. Stop berpikiran kalau lo yang salah di sini."

Magenta menghela napasnya berat. Ya, dia tahu semua ini Magika yang melakukannya. Namun Magika tidak akan melakukan semua itu jika bukan karena dirinya. Magika tidak mungkin berlaku seperti itu jika dia tidak cemburu karena Magenta memberi perhatian lebih untuk Gista.

MIRACLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang