47 | Gak Level
---
Usai kepergian Gista dari rumahnya Magenta langsung bercerita kepada Jo dan Vino mengenai segala masalah hidupnya yang tidak kedua sahabatnya itu ketahui. Magenta bercerita mengenai semuanya, mengenai siapa itu Gista sebenarnya, juga mengenai runtut cerita bagaimana dia dan Magika bisa putus bahkan bagaimana ceritanya juga dia dan Gista bisa berpacaran. Magenta menceritakan semuanya tanpa ada yang dikurangi ataupun ditambah-tambah.
"Ngedenger semua cerita lo, bisa gue akuin bahwa lo gibloknya natural sekali Gen," ucap Jo dengan begitu santainya, toh Jo yakin Magenta tidak akan marah hanya karena dia berucap seperti ini.
Beda halnya dengan Vino yang menyikut Jo seketika usai cowok bermata sipit itu usai bertutur, Vino memelototi Jo, sorot matanya seakan memberikan peringatan agar Jo tidak keterlaluan. Karena mungkin apa yang kita anggap tidak menyinggung bisa jadi sangat berpotensi untuk menyinggung perasaan lawan bicara kita.
"Iya gue sadar gue udah bego banget nyia nyiain cewek sebaik Gika, gue emang bego banget, sadar banget gue Jo, gak usah dipertegas lagi gue udah tau," jawab Magenta.
"Terus sekarang lo mau gimana?" tanya Vino.
"Gue rasa gue harus minta maaf karena gue udah nyakitin dia sampe sebegitunya," ujar Magenta. Dia merasa memiliki kewajiban untuk meminta maaf setelah apa yang dia lakukan selama ini pada Magika, dan Magenta pun tidak berharap lebih. Jikalau Magika tidak mau memaafkannya itu tidak menjadi masalah baginya, karena Magenta tahu apa yang dia lakukan selama ini memang sudah sangat keterlaluan.
"Gak ada niat ngajak dia balikan lagi?" tanya Vino.
"Iya kali si Gika masih mau sama ini anak," cetus Jo sarkastik.
Magenta tertawa hambar, dia tertawa padahal tatapannya kosong. "Jo bener, mana mau Magika sama cowok brengsek kaya gue."
Vino menghela napasnya kasar, "Kenapa secepet ini nyerah sih? Lo nggak tau apa yang ada di dalam hatinya dia Gen, gak mungkin Magika sebenci itu sama orang yang udah bertaun-tahun dia perjuangin."
"Gue bukannya pesimis, cuma lebih ke sadar diri aja Vin. Cowok kaya gue gak pantes buat cewek setulus Magika, she deserve better."
"Terbaik versi lo bukan berarti terbaik versi Tuhan, kalau kalian emang berjodoh ya ga bisa diganggu gugat lagi," ucap Vino dengan segala kata-kata bijaknya. Awalnya Vino memang men-judge Magenta dengan segala keputusan keputusan bodohnya, namun setelah mendengar cerita Magenta, sahabatnya itu juga tidak sepenuhnya salah. Keadaan yang tidak mendukungnya untuk mengambil keputusan yang benar atas segala pilihan di dalam hidupnya
"Vino bener, tapi ketika lo mau berjuang gue harap lo jangan menaruh ekspektasi terlalu tinggi. Lo udah ngehancurin hati Magika dua kali Gen. Mungkin Magika masih bisa ngasih kesempatan kesekian buat lo, tapi ga menutup kemungkinan juga dia memilih untuk menutup hatinya buat lo."
Magenta menganggukan kepalanya menyetujui ucapan Jo. "Iya gue sadar kok," jawab Magenta lalu sedetik setelahnya ponselnya yang ada di kamar berbunyi. Magenta pun segera bergegas ke kamarnya untuk mengambil ponselnya.
Terpampang nama Rafael di layar ponsel Magenta, tanpa pikir panjang Magenta langsung mengusap tombol hijau di ponselnya lantas menempelkannya di telinga.
"Halo, kenapa?" tanya Magenta sesaat setelah ponselnya menempel di Telinga.
"Lo di mana sekarang?" Rafael dari seberang sana balik bertanya.
"Di rumah, kenapa sih?" tanya Magenta dengan alis yang bertautan.
"Serius? Gue kira lu lagi di mall bareng Gista."
"Enggak, to the point aja kenapa sih?"
"Magika ketemu Gista di sini, sumpah feeling gue gak enak banget Gen. Meski Magika bilang Cuma mau say hi doang, Cuma gue bener-bener ga yakin mereka kaga bakal ribut. Secara lo tau sendiri mereka kalo ketemu bakalan kaya apa."
Mimik wajah Magenta berubah menjadi panik, Gista baru saja diputuskannya, dan sekarang dia bertemu dengan Magika, Magenta benar-benar takut jika Gista melakukan hal yang tidak-tidak pada Magika.
"Sekarang lo di mall mana?"
"Di Grand mall, lo buru-eh anjir kan apa gue bilang ribut mereka!"
Mata Magenta seketika membulat kaget, "Hah ribut beneran?"
"Iya Gen, aduh mana kaga ada yang mau bantu pisahin. Udah gue pisahin mereka dulu, lo ke sini buruan, gece, ga pake lama!"
Sambungan telepon tiba-tiba terputus, Magenta tentu sama paniknya seperti Rafael, mengingat yang sudah-sudah membuat pikiran Magenta bertambah kacau. Cowok itu lantas bergegas mengambil kunci mobil yang tergeletak di atas nakas lalu berlari ke luar kamarnya menghampiri Jo dan Vino yang masih duduk di sofa ruang keluarganya.
"Kenapa lari lari kaya dikejar setan sih lu?" tanya Jo.
Magenta berdecak, "Please, gue lagi males bercanda ya Jo!"
"Lah gue nanya serius anjir, kepedean banget gue mau becandain lu."
"Lu berdua ikut gue sekarang, kita ke Grand Mall sekarang."
"Lo mau ke mall pake boxer sama kaos oblong gitu? Are you sure?" tanya Vino memastikan.
Magenta melirik pakaiannya, ya benar dia hanya memakai boxer hitam dan kaos oblong, rambut berantakan, muka kusut, belum mandi pula. Namun Magenta agaknya tidak merisaukan penampilannya saat ini, semakin lama waktu yang ia buang maka bisa semakin tidak karuhan saja keadaan Magika dan Gista.
"Bodo amat lah, pokoknya sekarang kita jalan ke sana! Magika ketemu Gista, dan mereka ribut, gue takut Magika diapa-apain sama Gista."
---
CERITA DI HAPUS SEBAGIAN KARENA KEPENTINGAN PENERBITAN.
YANG MAU BACA LENGKAPNYA BISA BELI VERSI NOVEL. TERIMAKASIH 😊
---

KAMU SEDANG MEMBACA
MIRACLE
Teen Fiction(SEQUEL MAGENTA) Sesuai dengan arti namanya, Magika berarti keajaiban, atau dalam istilah lain disebut dengan Miracle. Begitulah penggambaran sosok Magika di hidup Magenta. Magika adalah sebuah keajaiban yang membuat Magenta tersadar, bahwa terkadan...