29 | Double Block

8.3K 1.1K 412
                                        

29 |Double Block

Vote sebelum baca jangan lupa:)

Komen yang banyak juga kalo bisa:)

Hampir tiap hari dikasih update masa iya ga mau nyenengin aku dengan komen-komen kalian sih wkwk

Happy Reading!!

---

Sangat-sangat jarang sekali Magenta pergi keluar di malam hari sekedar hanya untuk nongkrong di warung kopi. Namun malam ini berbeda, dia suntuk sekali di rumah, ditambah lagi mood-nya yang mendadak hancur akibat Magika ternyata tidak main-main soal permintaan lost contact hari itu.

"Tumben banget lo ngajakin nongkrong malem-malem gini." Alan yang baru saja datang langsung menyalami kedua temannya—yaitu Magenta dan Rafael yang ternyata sudah datang jauh lebih dulu darinya.

"Gabut gue di rumah," jawab Magenta, dia menyesap capuccino-nya yang sudah tinggal setengah. Asap rokok mengepul dari berbagai sisi—maklum ini adalah tempat nongkrong yang mayoritas pengunjungnya adalah kaum adam yang biasa mengkonsumsi zat aditif tersebut.

"Lo yang punya pacar aja gabut, apa lagi gue yang jomblo begini. Iya nggak Raf?" ucap Alan meminta persetujuan dari Rafael.

Rafael menganggukan kepalanya. "iyain biar cepet," sahut cowok yang malam ini mengenakan hoodie hitam itu.

"Lagian nih ya Lan, muka lo juga nggak jelek-jelek banget. Kenapa gak coba nyari pacar aja sih?" tanya Magenta.

Terkadang Magenta heran sama Alan, kerjaannya tiap hari ngeluh terus karena gak punya pacar, tapi dia tidak melakukan apapun untuk mendapatkan pacar. Kan aneh. Aneh sekali malahan.

"Lagi gak tertarik sama cewek gue," jawab Alan sambil mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya.

"Lo homo sekarang?" tanya Rafael begitu saja.

Kontan pertanyaan itu langsung dihadiahi tempelengan dari Alan yang tidak terima dikatain homo oleh Rafael. "MATA LO HOMO! GUE MASIH NORMAL ANJIR!"

Rafael memegangi kepalanya yang baru saja ditempeleng oleh Alan, ekspresinya benar-benar kesakitan. Seolah apa yang dilakukan Alan tadi benar-benar kencang, padahal Alan Rasa tempelengannya tadi masuk dalam kategori biasa saja.

"Kepala gue pusing nih anjir!" sentak Rafael masih memeangi kepalanya dengan ekspresi meyakinkan. "Kalo gue mendadak bego gara-gara lu, awas aja!" ancam Rafael

Magenta tertawa pelan, dia lantas tersenyum mengejek ke arah Alan. "Mampus, gak dapet contekan lagi lo! IPK auto anjlok!" kekeh Magenta.

Alan langsung memasang ekspresi ketakutan. Ya jelas bagaimana tidak ketakutan, dengan bantuan Rafael saja IPK-nya paling mentok cuma tiga, apalagi jika Rafael mendadak bego beneran. Yang ada IPK-nya nanti anjlok, dan banyak mata kuliah yang tidak lulus.

Alan merangkul Rafael dengan paksa, dia mengelus-elus kepala sahabatnya itu. "Raf, jangan bego dong. Gue kagak serius itu tadi nempelengnya, beneran dah."

"Apa sih anjir! Jijik!" Rafael menghempaskan Alan yang kelewat menempel di tubuhnya. Magenta hanya bisa menertawakan keduanya, hiburan tersendiri dikala dirinya tengah galau dengan hubungannya.

"Lo sama Magika gimana? Udah baikan?" tanya Rafael sambil memandang ke arah Magenta yang tawanya sudah mulai mereda.

"Iya, baikan apa malah putus lo?" tambah Alan. Kalau dia jadi Magika tentu saja dia pasti memilih untuk putus daripada setiap hari makan hati.

MIRACLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang