13 | Enggan Selesai

9K 962 126
                                    

13 | Enggan Selesai

Vote sebelum baca jangan lupa :)

Akan ada air mata yang tumpah di sini, air mata siapakah itu? Cekidot, langsung aja baca :)

HAPPY READING!!

--

Kalau ada masalah itu dibagi, jangan dipendam sendiri. Jangan sampai depresi dan tiba-tiba bendera kuning berkibar di depan rumah.

--

"Kenapa semuanya kamu simpen sendiri sih Gi?"

Pertanyaan yang tiba-tiba dari Magenta tersebut membuat Magika menghentikan sesi mengunyahnya. Dia menatap Magenta, cowok berkemaja maroon itu dengan kening berkerut. Sama sekali tidak mengerti dengan maksud dari ucapan Magenta barusan.

Magika menelan makanannya dengan susah payah, lalu dia menggelengkan kepalanya seraya berkata, "aku gak ngerti maksud kamu."

"Soal mama kamu dan mamaku—" ucapan Magenta terpotong karena Magika dengan cepat menyerobotnya.

"—Gen, kamu tahu dari mana?"

"Mama udah cerita semuanya," jawab Magenta. Dia kesal terhadap Magika dan juga Meta mamanya karena telah menyembunyikan semua masalah ini selama bertahun-tahun lamanya dari dirinya. "Aku kecewa sama kamu Gi. Kamu nganggep aku apa sih sebenernya?"

"Gen, maaf," lirih Magika. Dia tidak berani menatap mata Magenta.

"Kalau kamu nganggep aku pacar kamu, masalah sekecil apapun dibicarain Gi. Jangan kamu pendem sendiri gitu, ini juga menyangkut aku. Jadi aku wajib tahu." Magenta berucap dengan ekspresi wajah yang menunjukan bahwa dia kesal sekaligus kecewa terhadap keputusan Magika yang memilih untuk menyimpan semua masalah itu sendirian.

Magika menghela napasnya, dia berbicara kembali, namun Magika masih belum berani menatap Magenta yang duduk di seberangnya. "Aku tahu ak—"

"—Kalau ngomong tuh liat yang diajak ngomong. Kamu ngomong sama meja atau sama aku sebenernya?" ketus Magenta.

Sekali lagi Magika menghela napasnya, dalam keadaan seperti ini rasanya apapun yang ia akukan akan selalu salah di mata Magenta. Magika pada akhirnya memberanikan diri untuk mendongak menatap Magenta yang memandangnya dengan tatapan kesal.

"Iya, aku salah Gen. Aku memang gak pernah berpikiran panjang, aku gak pernah berpikir bahwa masalah itu akan memberi efek untuk hubungan kita. Aku minta maaf."

Magenta mencebikkan bibirnya. "Tumben mau ngaku salah dan minta maaf," cibirnya.

Selama ini mana pernah Magika mengaku salah dan meminta maaf. Prinsip hidup sebagai ceweknya benar-benar dia junjung tinggi. Bahwa cewek itu selalu benar, dan jika dia sampai salah, maka kembali lagi bahwa dia selalu benar.

"Emang biasanya gimana?"

"Aku terus yang salah, kamu kan cowok, gitu kata kamu," ucap Magenta menirukan gaya bicara Magika.

"Udah deh gak usah dibahas. Sekarang pikirin aja gimana caranya bikin hubungan mama kita itu baik lagi."

"Mama sekarang ke rumah kamu," ucap Magenta, dia melirik arloji yang terpatri di tangannya. "setengah jam lalu paling jalannya."

Magika melebarkan matanya, dia benar-benar terlihat terkejut. "Gen, seriusan?" tanya Magika, dan Magenta menganggukan kepalanya. "Sekarang kita harus cabut, kita susulin mama kamu." Magika meraih tasnya, kemudian dia berdiri. Hendak meninggalkan tempat dengan wajah yang benar-benar panik.

MIRACLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang