15 | Berjuang Bersama?
Vote dulu sebelum baca jangan lupa (:
Selamat Membaca !!
---
Jangan terlalu mempedulikan bagaimana perasaan orang lain. Di dalam hidup, terkadang selfish itu juga diperlukan.
---
Magika menghela napasnya dengan lega karena ia berhasil melewati pekan UAS dengan baik-baik saja. Semuanya berjalan dengan baik, meski mungkin hasilnya tidak akan sebaik orang-orang namun Magika bangga akan dirinya sendiri.
Magika bangga karena untuk UAS kali ini dia mengerjakan semuanya sendiri, tanpa bantuan orang lain, tanpa mencontek, atau apapun. Bukannya Magika tidak ingin, hanya saja kesempatan itu benar-benar tidak ada. Ujian berjalan dengan ketat, sehingga tak ada satupun Mahasiswa yang berani melakukan kecurangan.
Saat ini Magika tengah duduk di lobi kampus sambil menatap layar ponsel. Cewek itu tengah menonton video-video yang kebetulan tengah trending di Youtube sembari menanti Magenta keluar dari kelasnya.
Sudah lama rasanya mereka tidak hang out berdua, jadi Magika berinisiatif untuk mengajak Magenta ke mall. Sudah banyak list kegiatan yang hendak Magika lakukan bersama pacarnya itu.
Pertama, Magika akan mengajak Magenta nonton film horror, selanjutnya dia akan mengajak Magenta untuk bermain di timezone, lalu mungkin mereka akan menutup hari dengan makan ice cream, atau makan di restoran. Magika benar-benar merindukan waktu berduaan dengan Magenta.
Hampir setengah jam menunggu, dari arah selatan akhirnya Magika dapat melihat cowok itu berjalan bersama teman-temannya. Ada Rafael, Alan, dan juga si medusa itu. Magika heran kenapa si Gista itu nempel sekali dengan Magenta dan kawan-kawannya.
Bukannya apa-apa, Gista itu kan perempuan, kenapa juga dia nempel banget sama laki-laki? Bahkan sepertinya belum sekalipun Magika melihat Gista bersama teman ceweknya. Bukankah itu aneh? Apalagi Gista ini tidak tomboy—malahan sangat amat feminin sekali.
"Hai Gi, udah lama nunggunya?" sapa Magenta saat pertama kali cowok itu berdiri di hadapan Magika.
Magika melirik pergelangan tangannya sebelah kirinya untuk melihat jam, namun tidak jadi. Karena Magika tidak bawa jam saat ini. Dia pun melirik ke arah ponselnya dan melihat jam di sana. "Setengah jaman kayanya," ucapnya.
"Gimana ujiannya, lancar Gi?" tanya Rafael pada Magika.
Magika berdiri sembari meraih tasnya yang tergeletak di kursi tempatnya duduk tadi. "Lancar kok Kak, kakak sendiri gimana?"
"Ini anak IQ-nya tinggi, mana mungkin gak lancar ujiannya," celetuk Alan.
Memiliki teman yang sepintar Rafael memiliki efek yang amat sangat positif baginya. Apalagi Rafael ini bukan tipikal anak yang pelit ilmu, apalagi pelit jawaban. Selama hubungannya baik-baik saja dengan Rafael, maka segala macam tugas dan ujian, aman terkendali.
"Cowok lain ditanyain, giliran pacar sendiri enggak. Dasar kamu tuh," ujar Magenta, sok-sok an ngambek.
Rafael terkekeh pelan menanggapi celetukan Magenta. "Gak usah cemburu gitu Gen, santai aja. She always gonna be yours kok," ucap Rafael sembari menepuk pundak Magenta beberapa kali.
Tidak ada kepalsuan sama sekali dengan apa yang baru saja diucapkan Rafael. Magika memang milik Magenta, dan dia tidak ada niatan untuk merebut cewek itu dari sahabatnya sendiri. Meski Rafael akui rasa itu masih ada hingga kini, namun ia percaya semua perlahan akan memudar seiring berjalannya waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRACLE
Teen Fiction(SEQUEL MAGENTA) Sesuai dengan arti namanya, Magika berarti keajaiban, atau dalam istilah lain disebut dengan Miracle. Begitulah penggambaran sosok Magika di hidup Magenta. Magika adalah sebuah keajaiban yang membuat Magenta tersadar, bahwa terkadan...