20 | Omong Kosong
--
Apakah kamu masih dapat dipercaya, atau aku sudah harus mulai mempercayai kata-katanya?
--
Sampai di amusement park yang dituju, Magika langsung pergi ke kamar mandi. Dia butuh membasuh muka untuk menurunkan tensi tubuhnya yang dibuat naik drastis akibat kelakuan Gista tadi.
Magika menatap pantulan dirinya sendiri di kaca, tangannya mengepal kuat. Dia benar-benar kesal karena pada kenyataanya Magenta tidak mendengarkan ucapannya. Dia justru lebih memilih untuk percaya pada Gista yang sudah jelas-jelas orang yang sangat licik dan pembohong besar.
Magika meraih tisu di dalam tasnya untuk mengelap wajahnya yang basah, dan di saat itu dia melihat kehadiran sosok astral di sana. Sosok manusia setengah ular dengan pakaian minim itu datang dan berdiri di sebelahnya.
Senyuman sosok astral yang Magika maksud itu benar-benar lebar. Sembari membasuh tangannya dia berbicara. "Well, kayanya ada yang kalah saing nih ya."
"Bacot lo!" umpat Magika, dia menoleh menatap cewek berambut sebahu yang tengah membasuh tangannya menggunakan sabun. "Gue tahu, lo pasti Cuma pura-pura kan tadi? Ngaku aja deh!"
"Gak penting Magika," ucap cewek itu sambil tersenyum miring. Dia pun menoleh, dan balas menatap Magika. "Poin pentingnya, Magenta lebih peduli sama gue ketimbang lo."
Ya, itu cukup menyakitkan bagi Magika. Ketika pacarnya lebih memilih untuk peduli dengan cewek lain ketimbang menjaga perasaannya. Namun Magika masih berusaha untuk berpikiran positif. Mungkin saja sikap Magenta yang seperti itu hanya gara-gara jiwa sosialnya memang tinggi. Bahkan kelewat tinggi, bahkan siluman saja sampai diperhatikan olehnya.
"Dasar licik!"
Masih dengan senyumannya Gista menggeleng, "Lebih tepatnya, smart girl."
"Gak usah berpikiran lo bisa ngerebut Magenta dari gue deh!"
"Kalau gue bisa, lo mau apa?" ucap Gista menantang, dagunya terangkat naik.
"Eh medusa, gue kasih tahu ya. Magenta itu Cuma nganggep lo sebagai temen, gak usah berharap lebih deh!"
Magika merasa harus menegaskan ini pada Gista, karena selama ini Magenta mungkin tidak pernah dengan tegas berkata bahwa cowok itu hanya menganggap Gista sebagai teman, tidak lebih. Itulah kenapa Gista selalu mendekati Magenta, Gista mungkin berpikir lebih ketika Magenta baik kepada dirinya padahal yang sebenarnya semua kebaikan Magenta pada Gista hanya murni karena status pertemanan yang terjalin diantara mereka. Itulah yang Magika yakini hingga saat ini.
"Di depan lo kita memang cuma temen, tapi di belakang lo—" Gista memberi jeda sebentar sebelum cewek itu melanjutkan kalimatnya. "Lo nggak pernah tahu apa yang terjadi sama gue dan Genta di belakang lo Gika."
Perkataan itu cukup membuat dada Magika menjadi sesak membayangkan jikalau benar Magenta dan Gista ada main di belakangnya. Magika menggelengkan kepalanya, mencoba mengenyahkan pikiran negatifnya itu. Magenta pasti setia kepadanya, dan Gista—dia pasti hanya mengada-ngada soal hal itu.
"Magenta itu setia sama gue, jadi dia gak mungkin selingkuh!"
Gista terkekeh, dia memegang kedua bahu Magika, membuat badan cewek itu menatap pantulan dirinya sendiri juga Gista di kaca. "Lo liat, gue itu jauh lebih cantik dari lo Gika. Pikirin deh, se-setia apapun Magenta kalo deket terus sama gue, bakalan luluh juga."
Magika menatap dirinya sendiri di cermin. Dia mulai membandingkan fisiknya juga Gista. Mungkin Gista benar soal dirinya yang kalah cantik dari cewek itu. Gista cantik, benar-benar cantik. Namun, apakah benar Magenta akan meninggalkannya hanya karena cowok itu tergiur atas fisik Gista yang jelas lebih baik dibanding Magika?

KAMU SEDANG MEMBACA
MIRACLE
Teen Fiction(SEQUEL MAGENTA) Sesuai dengan arti namanya, Magika berarti keajaiban, atau dalam istilah lain disebut dengan Miracle. Begitulah penggambaran sosok Magika di hidup Magenta. Magika adalah sebuah keajaiban yang membuat Magenta tersadar, bahwa terkadan...