8 | Terasa Aneh

9.8K 1K 319
                                    

8 | Terasa Aneh

Vote dulu sebelum membaca 

Yang ini 1800++ kata

Semoga suka,

Happy Reading!!

--

Selama proses observasi lapangan pada perusahaan milik Om Magenta, Magenta tidak fokus sama sekali. Perasaan bersalah meliputi Magenta, dia merasa tidak enak karena ia lebih memilih untuk bersama Gista dan mengerjakan tugas ketimbang besama Magika.

Magika penting, bahkan sangat penting baginya. Namun tugasnya pun tidak bisa diabaikan begitu saja. Magenta butuh nilai yang bagus, dia ingin segera lulus, dan mendapat pekerjaan yang bagus. Dengan begitu maka ia akan bisa melukis masa depan
yang cerah dengan Magika.

Magenta menghela napasnya berat, semoga Magika dapat mengerti dengan posisi nya ini.

“Genta, kenapa diem aja sih?” tegur Gista sambil menyentuh tangan Magenta dan mengelusnya menggunakan ibu jari.

Magenta terperanjat dari segala pikirannya, dia mendongak menatap Gista seraya tersenyum tipis, “Gue gak apa-apa,” jawab Magenta. Dia melepaskan tangan Gista yang berada di atasnya, Gestur yang seperti ini mungkin akan menimbulkan kesalahpahaman jika ada orang lain yang melihat.

“Soal cewek lo?” tebak Gista.
Magenta diam saja, dia enggan menjawab. Cowok itu justru mengalihkan pandangannya, menuju laptop dan mulai melanjutkan untuk menyusun laporan hasil observasinya.

Gista mengangkat secangkir matcha coffee yang ia pesan di coffee shop tempat mereka berada, cewek cantik berambut sebahu itu pun menyesap minuman hangatnya tersebut beberapa kali. Lalu ia meletakkannya kembali di meja hingga menimbulkan suara yang terdengar cukup pelan.

“Cewek lo itu ribet, childist, dan enggak banget bagi gue,” ucap Gista.

Kontan Magenta langsung menatap Gista dengan tatapan tidak suka, tidak ada lagi senyuman manis yang tampak di wajah tampannya. Magenta tidak suka saja Gista menilai Magika seperti itu, seolah dia sudah lama kenal dengan Magika.

“Maksud lo apa Gis?”

“Ya gitu, suka marah-marah gak jelas. Padahal harusnya dia ngerti kalau lo juga perlu ngerjain tugas,” ucap Gista, “dia seakan berpendapat bahwa dengan menjadi pacar lo berarti seratus persen waktu lo harus untuk dia. Padahal dunia lo gak melulu tentang dia kan Gen?”

Magenta mengerutkan keningnya, dia tidak mengerti mengapa Gista berbicara seperti itu. Nampaknya Gista terlalu dangkal dalam menilai Magika. Pertemuan mereka bahkan baru berlangsung sebanyak dua kali, jadi rasanya sangat tidak pantas Gista mengambil kesimpulan tentang pribadi Magika secepat itu.

“Gis, maaf banget. Tapi gue rasa lo salah dalam menilai Magika.”

Okay sorry, tapi gue heran deh, kenapa lo bisa jadian sama dia? Dan bahkan mau bertahan selama itu?” Gista bertanya kembali, entah kenapa dia sangat ingin tahu mengenai seluk beluk hubungan Magenta dengan pacarnya itu. Dengan mengetahui
semuanya, maka akan mudah bagi Gista untuk mencari celah dan menelusup ke dalam.

“Gue gak ngerti, maksud lo itu gimana sih?”

“Lo ganteng, keren, popularitas lo juga tinggi karena gue denger lo adalah anak band kan zaman SMA? Jadi, kenapa dia gitu? Kenapa gak sama yang lebih cantikan dikit lah paling enggak?” ucap Gista, dan terjadi perubahan wajah dari Magenta menjadi tambah kesal sehingga Gista berdehem untuk menetralkan suasana. “I mean, you deserve to get better than her.”

MIRACLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang