16 | Mesin Rese

9K 958 109
                                    

16 | Mesin Rese

Vote dulu sebelum baca yaa :)

Setelah bbrp hari gak update, kali ini aku kasih 2100 kata lebih. Semoga suka ya.

Happy Reading!

--

Kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku juga. Sesederhana itu.

--

Sebuah motor matic putih berhenti di parkiran salah satu pusat perbelanjaan ternama di ibu kota. Magika yang pertama turun dan melepas helmnya, cewek itu dibuat mengerutkan alisnya saat melihat Magenta menatap sebuah motor ninja hitam yang kebetulan di parkir di sebelah motor matic putihnya. Magenta menatap motor itu seakan dia belum pernah melihat motor sebelumnya.

"Kenapa ngelihatinnya gitu banget sih?" tanya Magika pada akhirnya.

Magenta menoleh, dia pun menggelengkan kepalanya. "Enggak, kaya gak asing gitu sama motor ini," jawab Magenta. Cowok itu berusaha mengingat kembali di manakah dan milik siapakah motor ninja hitam yang tidak asing di penglihatannya tersebut.

Magika menarik seulas senyumnya, "Di jakarta motor kaya gini tuh banyak Gen, bukan motor limited edition juga aku rasa."

Magenta menganggukan kepalanya, benar kata Magika. Mungkin saja dia merasa motor itu tidak asing baginya karena pernah berpapasan di jalan raya.

Merekapun berjalan beriringan memasuki mall yang kebetulan jaraknya tidak terlalu jauh dengan kampus tempat mereka berdua kuliah, Magenta tidak menggandeng tangan Magika sama sekali—tidak seperti pasangan yang tengah hang out kebanyakan.

Magika sangat mengharapkan Magenta menggandeng tangannya, namun harapannya itu tidak terwujud. Magenta kelihatannya tidak ada niatan sama sekali untuk menggandeng tangannya.

"Tangan aku nganggur loh Gen," sindir Magika, matanya melirik ke arah Magenta yang sedang asyik menyapukan pandangannya ke sekeliling.

"Ya terus?" sahut Magenta datar tanpa melirik sedikitpun ke arah Magika.

"Gak ada niatan ngegandeng gitu?"

Kali ini Magenta melirikkan matanya sambil tersenyum miring. "Demi kesehatan jantung kamu, kayanya engga deh," jawab Magenta, cowok itu menggelengkan kepalanya.

Magika menyikut lengan Magenta sambil terkekeh pelan, matanya menyipit akibat tertawa, "Dih, bisa aja kamu mah," ucap Magika, "emangnya kamu gak ngerasain hal yang sama gitu?"

"Ngerasain kok." Magenta menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Cuma, reaksi aku gak selebay kamu. Pipi merah, tangan gemeteran, badan dingin, idih apaan banget."

Magika refleks memukul lengan Magenta pelan. Selalu seperti itu, dari dulu hingga kini. Membuat Magika tersenyum, namun ujung-ujungnya membuat cewek itu menekuk wajahnya kesal kembali.

Magenta memang jagonya dalam hal membolak balikkan perasaan.

"Jadinya kita ke mana dulu?"

"Nonton dulu aja. Habis itu kita ke timezone, baru deh makan. Gimana?"

Magenta terlihat menimang sejenak sebelum akhirnya dia menganggukan kepalanya menyetujui susunan acara yang diusulkan oleh Magika, meski sebenarnya dia lebih suka untuk makan terlebih dahulu. Namun yasudahlah, tidak apa. Daripada dia usul dan tidak pas dengan kemauan Magika lalu ujungnya malah menjadi ribet, lebih baik diam saja.

MIRACLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang