24 | Tangisan Pilu
Thanks banget untuk 1,04k komentar di bab kemarin. I love you gaes💜💜
Komentar yang banyak lagi sebagai dukungan terhadap cerita ini!! Kalo bisa di setiap baris kalian komen, ehe.
Happy Reading!
---
Sampai kapan aku harus tetap percaya pada orang yang bahkan tidak pernah percaya kepadaku sedikitpun?
---
Mendadak Rafael menjadi tukang pijet bagi Alan yang usai muntah-muntah tadi. Jika saja Alan bukan sahabatnya, dan jika saja bukan karena rasa kemanusiaan. Sumpah demi apapun, Rafael juga enggan melakukan hal semacam ini.
"Sebelah sini Raf." Alan menunjuk pundak sebelah kanannya, Rafael mendengkus sambil memutar bola matanya malas. Meski begitu dia tetap saja mengikuti intruksi dari Alan.
"Menurut lo, itu Genta pergi bertigaan bareng Gista sama Magika bakalan ribut nggak ya?" celetuk Alan sambil memandangi orang-orang yang berlalu di hadapannya, dia begitu menikmati pijatan dari Rafael.
"Gika sama Gista maksudnya?" tanya Rafael.
"Ya siapa lagi." Alan menganggukan kepalanya. "Lagian kadang gue juga heran kenapa si Genta sama Gista tuh deket gitu. Padahal kan ada si Magika."
"Nggak usah ngurusin hidup orang, hidup lo sendiri emang udah bener?" sahut Rafael, enggan melanjutkan perbincangan ini. Kalau dilanjutin ujung-ujungnya Ghibah. Dosa.
Alan terkekeh, bahunya bergetar. Dia mengejek Rafael sebagai orang yang sok suci, namun Rafael tidak menanggapinya. Kalau ditanggapi tidak akan ada habisnya, yang ada nanti malah bikin emosi.
Tiba-tiba saja di hadapan mereka melintas seorang cewek berambut panjang sedang berjalan sambil mengusap air matanya. Raut wajahnya terlihat begitu sedih. Rafael langsung menghentikan pijatannya, diapun berdiri dan menghampiri cewek yang tidak jauh berada di depannya.
"Magika, lo kenap—" pertanyaan Rafael terpotong, karena tiba-tiba saja Magika yang wajahnya basah dengan air mata memeluknya.
Rafael membulatkan matanya, napasnya tercekat. Cowok itu sangat shock karena Magika secara tiba-tiba memeluknya. Magika menangis, air mata mengalir begitu deras, entah apa sebabnya.
Ingin sekali Rafael bertanya, namun sayangnya ini bukan saat yang tepat. Akhirnya Rafael hanya bisa diam saja sembari menanti tangisan Magika mereda. Dengan gestur canggung, Rafael balas memeluk Magika. Dielusnya punggung cewek itu, meski sedikit kaku namun Rafael harap itu bisa memberikan sedikit ketenangan.
"Raf, kenapa?" Alan yang kini berdiri di sebelah Rafael bertanya dengan raut wajah bingung. Rafael pun hanya meresponnya dengan gelengan kepala, diapun tidak tahu mengapa Magika menangis. Bertanya di saat seperti ini bukan keputusan yang bagus rasanya.
Usai tangisnya mereda, Rafael dan Alan mengajak Magika untuk duduk di salah satu bangku. Sebelumnya Rafael juga sudah meminta Alan untuk mencarikan tisu untuk menghapus setiap bulir air mata yang jatuh dari pelupuk mata cewek itu.
"Nih Gi, lap dulu air mata lo." Rafael memberikan selembar tisu. Sejujurnya ia ingin sekali menjadi orang yang mengelap setiap air mata yang tumpah dari pelupuk mata Magika, namun Rafael sadar bahwa dirinya bukan siapa-siapa.
Rafael hanyalah orang asing yang tidak sengaja mengenal cewek itu sebagai pacar dari temannya sendiri. Menyedihkan, tapi itulah faktanya.
"Lo kenapa sih?" tanya Alan tidak sabaran, dia benar-benar kepo dengan Alasan Magika menangis seperti ini. "Magenta sama Gista mana?" tanya Alan kembali.

KAMU SEDANG MEMBACA
MIRACLE
Teen Fiction(SEQUEL MAGENTA) Sesuai dengan arti namanya, Magika berarti keajaiban, atau dalam istilah lain disebut dengan Miracle. Begitulah penggambaran sosok Magika di hidup Magenta. Magika adalah sebuah keajaiban yang membuat Magenta tersadar, bahwa terkadan...