Hanna mengempaskan tubuhnya di kursi mobil. Dia benar-benar sangat kesal saat ini. Masih pagi Jaehyun sudah membuat mood-nya jelek.
Yuta menatapnya dari kaca, kemudian menghela napas pelan. Ingin menyapa dan dan menenangkan Hanna, tapi dia masih sayang dengan hatinya.
“Kenapa? Om juga mau marahin aku?” ketus Hanna sambil melirik Yuta tajam.
“Kamu kenapa marah-marah? Ini masih pagi, Hanna.”
“Jadi kalo pagi ga boleh marah? Memang kapan aja bisa marah? Tu om Jae marah-marahnya ga pake waktu. Mau siang, malam, juga pagi sering marah. Om kok ga tau, sih? Padahal tiap hari juga sama om Jae,” cerocos Hanna panjang lebar. Karena Yuta memancingnya dia tidak bisa menahan omelannya lagi. Salahkan saja Jaehyun yang marah-marah tidak jelas tadi.
“Kamu lagi kesal sama om Jae?”
“Aku tu kesel liat om Jae. Udah kayak cewek yang lagi PMS. Marah terus, tadi aku baru aja dibentak lagi. Padahal niat aku tu baik cuma mau nemenin Jeno,” omel Hanna sambil menatap keluar jendela.
“Om Jae memang begitu orangnya. Kamu harus sabar. Saya saja sudah lima tahun lebih bekerja dengannya, dan itu sudah menjadi makanan saya sehari-hari Hanna,” ucap Yuta menenangkan. Bahkan suaranya sangat lembut.
“Om kok gosipin atasan om sendiri, sih? Dosa loh. Ntar aku aduin sama om Jae tahu rasa,” sahut Hanna dengan nada mengancam.
Yuta tersentak kaget. Hanna memang bukan manusia biasa. Menghadapinya memang selalu serba salah.
“Jangan Hanna! Saya cuma mau menenangkan kamu saja. Kamu sedang kesal ya, sama om Jae,” ucap Yuta dengan nada lembut dari sebelumnya.
“Om udah nanya dua kali, loh. Iya! Om Jae itu ngeselin, pantesan ga ada yang mau sama dia.” Hanna menatap Yuta lagi sambil tersenyum sinis.
“Eh, jangan salah kamu. Om Jae itu terkenal sejak di sekolah dulu. Terkenal paling tampan,”’ ungkap Yuta dengan wajah berbinar. Seolah sedang memamerkan seseorang yang sangat dikagumi.
Hanna menaikkan alisnya sebelah. Kini dia tertarik dengan lontaran Yuta. Kenapa orang ini tahu masa-masa sekolah Jaehyun.
“Emang om dulu satu sekolah sama om Jae,” tanya Hanna memastikan.
“Iya. Bahkan semua orang yang di sekolah itu banyak yang tergila-gila sama belau,” jawab Yuta masih dengan wajah penuh kebanggaan.
“Heleh, padahal aku bayanginnya di sekolah om Jae dulu itu semua cowoknya ganteng kayak om Jae. Ternyata satu sekolah sama om,”cibir Hanna dengan nada remeh.
“Hanna! Saya___”
“Tapi kalo gitu berarti om Jae ga normal dong,” cetus Hanna tiba-tiba. Sontak Yuta menatap Hanna terkejut.
“Kok kamu ngomong begitu.”
“Kalo emang bener banyak yang suka. Kenapa sampe sekarang ga ada tu cewek yang deket sama dia. Aku udah pernah lihat Handphone-nya ga ada satupun gambar cewek di dalamnya. Di kamarnya juga ga ada foto cewek.” Yuta tertawa lebar. Bahkan suaranya sampai memenuhi mobil. Hanna melirik tidak suka. “..., ga usah lebar-lebar ketawanya, om. Makin keliatan jeleknya.” Yuta langsung terdiam, tapi dalam hati mengutuk.
“Ada satu wanita yang tidak akan pernah bisa tergantikan di hatinya,” cetus Yuta dengan wajah penuh senyum.
“Ga usah sok puitis, om. Gak cocok. Aku yakin pasti mamanya?” sela Hanna cepat. Lagi lagi Yuta tertawa. Hanna menatapnya tidak suka.
“Namannya Irene. Cantiiiiiiikkkkkkkkk sekali.”
“Paksa banget ngomongnya,” cebik Hanna kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Aurora ( Tamat )√
Fanfiction"Woi, Princess aurora!! Ngapain lo di sini sendirian." "Heh, tiang listrik karatan. GUE BUKAN PRINCESS AURORA, BEGO!!! KESEL GUE TIAP KALI LO MANGGIL GUE ITU," Hanna. ## "Om, aku mau nikah sekarang!" Hanna. BRUAKKK!!
