39. Hurt

163 36 25
                                    

Guanlin menatap kosong ke depan. Pikirannya melayang jauh. Hanna, papanya, Mark, dan bahkan Jaehyun secara bergantian muncul di kepalanya. Dipijit-pijit pelipisnya keras. Sejak kemarin kepalanya terasa sangat  pusing. Tepatnya sejak perdebatan dengan papanya.

Flashback

Kamu dari mana, Lin?” 

Papa Guanlin menatap putranya yang baru memasuki pintu utama. Wajahnya tampak kusut dan pakaiannya juga terlihat berantakan. Guanlin hanya menatapnya sekilas kemudian berlalu.

“Guanlin! Kamu kenapa? Kenapa dua hari ini kamu tidak pulang? Mama kamu sejak kemarin sangat khawatir!”

“Lagi ngerjai tugas sama temen,” jawab Guanlin tidak acuh. Tanpa menoleh dia menuju ke lantai atas meninggalkan pria berkaca mata yang terlihat kesal itu.

“Biasanya kamu tidak pernah sampai menginap di rumah teman? Bahkan sampai dua hari. Papa hanya khawatir, apalagi mamamu!” teriak papanya lagi.

Guanlin menghentikan langkah. Tubuhnya berbalik menatap papanya yang tampak meredam amarah. Namun, dia tidak takut sama sekali. Lagi pula papanya bukan seseorang yang selalu bersikap kasar pada keluarga. Beliau orang tua yang baik, bahkan sangat baik..tak terkecuali pada Hanna. Namun, untuk alasan kali ini Guanlin sangat kecewa dan benci melihat papanya.

“Terserah aku dong mau ke mana?  Papa ga usah ikut campur sama urusan aku.”

“Guanlin!!”

“Kenapa? Bukannya papa juga selama ini ga jujur  sama aku?” ucap Guanlin sambil tersenyum sinis. Dengan wajah angkuh ditatapnya Sang papa yang tampak bingung.

“Apa maksud dari ucapanmu?”

Guanlin kembali turun menuju papanya dengan wajah yang sudah merah padam. Dia bukan seseorang yang bisa memendam kekesalan lebih lama, jadi dia harus segera mengatakannya.

“Kenapa papa nyembunyiin semuanya dari aku selama ini?” tanya Guanlin dengan suara bergetar.

“Menyembunyikan apa? Papa tidak mengerti maksud kamu.”

Papa Guanlin menatap puteranya penuh tanya. Walau Guanlin anak yang selalu bersikap acuh tak acuh pada sekitar. Namun, kali ini dia mendapatkan sisi lain dari puteranya itu. Sisi putus asa dan kecewa. Lebih tepatnya terpuruk.

Soal om Jaehyun!” Guanlin menatap papanya tajam. Suaranya tercekat membuat ucapannya hampir tidak keluar sempurna. “Apa bener kalau, Rumah sakit tempat papa bekerja itu punya om Jae? Suami Hanna?” tanya Guanlin dengan wajah penuh tuntutan.

“Iya. Terus kenapa?”

Guanlin membuang tatapannya ke arah lain. Sedikit dia mengecoh  sinis. Betapa memuakkan hidupnya sekarang. Dia memang seorang pecundang yang mengolok-olok orang lain tanpa sadar status dan keadaanya.

“Kenapa papa ga kasih tau aku selama ini?”

“Memangnya kenapa? Papa rasa itu tidak penting.”

“ITU PENTING PA!!!” teriak Guanlin dengan suara keras. Mata merahnya melebar sempurna menyorot pada pria lebih tua di depannya.  “Itu penting buat aku. Karena itu ada hubungannya dengan Hanna. Seharusnya papa tahu kalau semua yang berhubungan dengan Hanna itu penting buat aku,” sambung Guanlin dengan suara semakin keras.

“Ada apa sebenarnya dengan kamu? Bukanya kamu sudah putus dengan Hanna?” tanya Sang papa heran.

Papa memang egois,” ujar Guanlin sinis. Kali ini Guanlin melemparkan tatapan benci pada papanya.

Bukan Aurora ( Tamat )√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang