“Hanna!” Jeno langsung menyerbu Hanna yang melangkah gontai. “Kamu ga pa-pa?”
“Aku ga pa-pa, kok.” Hanna menggeleng sembari mengulumkan senyum tipis.
“Kenapa Guanlin tiba-tiba ngajak kamu pergi?” tanya Jeno lagi.
“Jeno!” Hanna menatap Jeno lama. Ditatapnya lamat-lamat wajah penasaran Jeno. Melihat kejadian tadi dia jadi kepikiran dengan keadaan Jeno. Takut gara-gara dia jika saja Jeno akan terlibat dengan Guanlin.
“Iya.”
“Kamu ga usah sampe berurusan sama Guanlin, ya. Dia itu anak yang bahaya banget. Mungkin kamu belum kenal dia jauh, tapi kamu harus dengerin ucapanku sekarang. Jangan pernah berurusan dengan anak monster itu,” ucap Hanna dengan wajah serius.
Jeno mengenyitkan keningnya penasaran. Anak monster? Bukankah Guanlin mantannya? Dan bahkan tadi Hanna pasrah saat Guanlin menariknya ke atap.
“Kenapa?”
“Ya, karena dia monster,” ucap Hanna tegas.
“Dia mantan kamu, kan?” Hanna menunduk kemudian mengangguk pelan. “Aku yakin dia udah buat kamu tertekan selama ini.”
“Aku ga masalah. Lagian memang aku yang salah, kok. Makanya aku ga mau kamu malah terlibat sama dia.”
Hanna tersenyum manis menatap Jeno yang masih tampak penasaran.
“Emangnya kamu ada masalah sama dia?”
“Ada yang belum aku selesain sama dia,” ucap Hanna sambil menghela napas berat. Bahkan sangat banyak, sambung Hanna dalm hati.
Jeno menatap Hanna lamat-lamat. Perlahan dia membungkukkan badannya sedikit untuk bisa menatap Hanna lebih dekat.
“Tapi aku ga suka kamu ditindas sama dia, Na," ucap Jeno pelan. Matanya menatap lurus mata bulat Hanna sepenuhnya. Menunjukkan kalau dia akan membantunya kala gadis ini dalam masalah.
“A-aku ga ditindas. Aku memang ada yang belum diselesain sama dia. Aku baik-baik aja,” ucap Hanna gugup. Cepat-cepat dia menepiskan tangan Jeno dari pundaknya.
“Ehem, permisi Cinderella lewat.” Dahyun berjalan di antara kedua manusia yang sejak tadi masih saling berbincang sedikit mesra. Baru saja mendapati keadaan aktrem tadi, kini Hanna malah bermesraan dengan teman baru.
“Najisss!!” Hanna mencibir kemudian berlalu.
Jeno menghela napas berat melihat kepergian Hanna yang sudah menggandeng tangan Dahyun beriringan masuk ke dalam kelas.
“Hanna, ngomong apaan tadi sama Guanlin? Setelah gue pikir-pikir, kalian lebih sering mojok sekarang dibanding pas lagi pacaran dulu,” cerocos Dahyun penasaran.
“Hamba juga berpikiran sama paduka.” Yujin yang baru muncul di samping Hanna juga ikut menimpali.
“Ckckckkckc, lo bedua udah kesambet pengaruh Wojin, ya?” cebik Hanna kesal. Mengambil duduk di bangkunya Hanna menatap kedua sahabatnya tidak suka.
“Loh, kok gue dibawa-bawa, sih?” Wojin yang sedang merebahkan kepala di atas meja merasa terpanggil.
“Habis dua orang nan suci ini sudah mulai ternodai. Kan, cuma lo di sini yang udah ternodai,” omel Hanna dengan mata melebar. Ditatapnya Wojin tidak suka.
“Ujin tu anak yang sholeh, polos, dan suka menolong lagi. Jangan asal nuduh dong, Na.” Wojin memasang wajah sedih.
“Udah Jin, yang sabar ya. Cobaan untuk jadi orang baik tu banyak. Ada pepatah mengatakan berakit-rakit ke hulu, bersenang-senang kemudian,” ucap Mina sambil tersenyum ke arah Jeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Aurora ( Tamat )√
أدب الهواة"Woi, Princess aurora!! Ngapain lo di sini sendirian." "Heh, tiang listrik karatan. GUE BUKAN PRINCESS AURORA, BEGO!!! KESEL GUE TIAP KALI LO MANGGIL GUE ITU," Hanna. ## "Om, aku mau nikah sekarang!" Hanna. BRUAKKK!!
