46. Cry hard

124 34 56
                                    

Hanna terduduk lesu di dalam kamarnya. Pikirannya melayang jauh entah ke mana. Air matanya mengalir lagi. Entah sudah berapa lama dia  menangis tanpa henti.

Hanna sangat kecewa. Tentu dengan Guanlin. Siapa lagi yang membocorkan rahasia itu kecuali Guanlin. Dia satu-satunya orang yang tahu rahasia besarnya itu.

Sejak tadi siang Hanna sudah menghubunginya, tapi Guanlin tidak juga mengangkat teleponnya. Guanlin memang monster. Kenapa dia melakukannya? Apa yang membuatnya harus melakukannya. Bukankah selama ini Hanna mencoba mengikuti kemauannya. Apapun itu.

"Hanna, kamu belum tidur?" Suara  lembut  Jaehyun terdengar dari balik pintu kamar Hanna. Menahan tangisnya Hanna mengeratkan genggaman tangannya sendiri. "Hanna."

Air mata Hanna mengalir semakin deras. Ingin rasanya dia berlari dan menubruk tubuh Jaehyun saat ini. Dia ingin bersembunyi dan melindungi dirinya sebentar saja. Namut, itu terasa berat. Karena, wanita itu. Bayangan kedua orang itu saat berpelukan dan berciuman terus menari-nari di kepalanya.

Hingga akhirnya terdengar langkah kaki Jaehyun menjauh meninggalkan kamarnya. Setelah memastikan Jaehyun pergi Hanna membuka sedikit pintu. Samar-samar dia mendengar pembicaraan Jaehyun dengan seseorang. Sepertinya nyonya Park.

"Tadi pulang sekolah langsung ke kamar, Tuan. Sepertinya belum makan sejak tadi."

"Kenapa tidak menyuruhnya makan?"

"Maafkan saya, Tuan."

"Jeno belum kembali?"

"Belum, Tuan."

"Aku takut kalau sampai dia sakit," ucap Jaehyun pelan.

Hanna kembali menutup pintunya. Kini dia terduduk di lantai sambil meremas tangannya sendiri. Seketika bayangan kedua orang tuanya muncul di kepalanya. Hanna menggelengkan kepalanya  keras. Dia tidak boleh merindukan mereka. Tolong jangan. Jeritnya dalam hati

##

Hari ini Hanna bernar-benar panik.
Dia kesiangan lagi. Sambil mengucir rambutnya asal, dia berlari  tergesa-gesa menuruni tangga.

Hanna tetap memutuskan masuk sekolah hari ini  agar bisa bertemu Guanlin dan minta penjelasan dari laki-laki itu. Bahkan kalau bisa dia ingin membunuh anak itu sekalian.

Sebenarnya dia memutuskan berangkat sepagi mungkin juga agar tidak  mendapatkan tatapan dan bisikkan yang tidak menyenangkan seperti semalam. Mungkin lebih aman jika dia sampai di kelas lebih dahulu dan menetap sampai kelas usai nanti. Semoga saja gerbang sudah dibuka sepagi ini.

"Selamat pagi." Jeno menyambut Hanna yang turun dari tangga dengan langkah  terburu-buru.

Hanna  terkejut menatap Jeno yang sudah di depan meja makan. Dia pikir Jeno masih belum masuk sekolah hari ini. Kini perasaanya sedikit senang. Sehingga dia tersenyum lebar menatap Jeno.

"Aku pergi duluan ya," ucap Hanna  sambil berlalu. Tidak dihiraukan Jaheyun yang sedang menatap tidak suka dari kursinya.

"Hanna, kamu tidak sarapan lagi? Sejak semalam kamu tidak makan."

Jaehyun bangkit dari duduknya. Gadis yang sudah mendekati pintu tampak terkejut. Wajahnya juga sepucat kapas.

"Aku sarapan di sekolah aja, Om," jawab Hanna pelan, setelah itu dia langsung menuju pintu.

"Hanna!!! Kamu kenapa sebenarnya? Kenapa kamu selalu membuat orang khawatir? Hah?!" bentak Jaehyun. Hanna terpaku. Jeno juga tersedak dan langsung menatap Jaehyun tajam. "Saya tidak mau tahu, sekarang kamu harus duduk dan sarapan baru bisa pergi!"

Bukan Aurora ( Tamat )√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang