56. In my dream

146 29 38
                                        

Jaehyun memegang erat tangan kecil Hanna. Hangat. Mungkin karena sejak kemarin tubuhnya terasa dingin. Dia baru menyadari kalau Hanna yang bisa menghangatkan tubuhnya. Seketika Air matanya mengalir. Dia sangat merindukan Hanna.

Jaehyun meraih tangan Hanna, kemudian membelainya lembut. Entah sudah berapa jam hanya menatap wajah polos Hanna tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Biasanya Hanna akan mengomel saat dia mengabaikannya. Namun, untuk saat ini apakah Jaehyun juga boleh mengomel karena Hanna masih belum menyambutnya?

Syukurnya ayah Guanlin bisa membantunya kali ini. Berkat bantuan ayah Guanlin akhirnya Jaehyun bisa menjenguk Hanna. Sudah sebulan lamanya dia tersiksa menahan rindu pada gadis kecilnya ini. Dan sekarang dia bisa kembali menatap wajah polos Hanna yang masih terlelap nyaman. Seperti tanpa beban. Perlahan tangannya menyentuh pipi mulus Hanna. Sesekali juga membelai rambutnya lembut. Detik berikutnya dia menghela napas kasar. Dadanya semakin sesak jika dia terus menatap Hanna seperti ini. Apa Hanna sudah terlalu nyaman di sana?

"Hanna, selamat ulang tahun ya, Sayang," ucap Jaehyun pelan. Dia tahu ini konyol. Ini bahkan sudah lebih dari sebulan gadis ini melewati ulang tahunnya. Namun, semoga saja ada yang mengerti bagaimana menyesalnya dia tidak bisa mengucapkannya lebih cepat.

"Hanna, bangun ya. Saya rindu kamu. Kamu tidak rindu saya? Saya sudah pulang."

Jaehyun menundukkan kepala. Menyembunyikan wajah basahnya dalam tangkupan tangannya sendiri. Entahlah, dia tidak sanggup terus-terusan menatap Hanna yang masih mengabaikannya. Semoga saja Hanna mendengar tangisnya agar gadis ini tahu bagaimana rapuhnya dia selama ini.

"Maafkan saya terlambat. Tapi, kenapa kamu tidurnya lama sekali? Kamu tidak kasihan melihat kami di sini semua tidak bisa tidur karena kamu?"

Ruangan masih sunyi. Detak jarum jam bahkan terdengar nyata, kala Jaehyun kembali dia menatap lekat wajah Hanna. Jelas saja hanya dia dan Hanna yang berada di dalam ruangan ini. Sedangkan Yuta berada di luar untuk berjaga-jaga.

Jaehyun membuka tangkupan tangannya dari wajahnya. Perlahan dia meraih tangan Hanna dan menggenggamnya erat.

"Maafin saya. Saya tidak tahu kalau kamu ternyata banyak masalah. Seandainya saya lebih peka dan lebih bisa memahami kamu." Jaehyun menenggelamkan wajahnya di kedua tangan Hanna. Menyembunyikan wajahnya dalam tangkupan telapak tangan kecilnya. Tidak berhasil. Lagi-lagi dadanya terasa sesak mendapati kelopak Hanna yang masih terkatup rapat.

"Kenapa kamu tidak cerita? Kenapa kamu tidak memberitahu saya, kalau kamu sedang banyak masalah? Kamu seharusnya bisa ngandalkan saya. Apa saya memang ... memang tidak ada apa-apanya di mata kamu? Hmmmm?" Lagi-lagi Jaehyun menatap lekat kelopak mata Hanna yang masih terkatup. Berharap jika saja tiba-tiba terbuka menatapnya. Alangkah senang hatinya jika itu terjadi.

"Hanna, maafkan saya. Kamu harus cepat bangun Hanna," ucap Jaehyun dengan suara parau. Tubuhnya bergetar. "Maafkan saya karena tidak peka dengan keadaan kamu. Saya memang orang yang paling egois di dunia ini. Saya hanya mengatakan mencintai kamu setiap hari, dan bahkan memaksa kamu untuk mencintai saya. Tapi apa? Saya bahkan mengabaikan keadaan kamu yang tidak baik-baik saja. Saya seharusnya melindungi kamu, karena itu adalah tanggung jawab saya. Saya benar-benar menyesal."

"Hanna, Hanna, Hanna, kamu mendengar saya? Ini sudah sebulan. Kenapa kamu tidak juga bangun, Sayang? Saya mohon Hanna, kami semua merindukanmu. Jangan menganggap kami tidak peduli padamu." Jaehyun meraup kedua tangan Hanna dan menciumnya lembut. "Kenapa kamu seperti ini? Apa kamu senang kami dalam kesulitan seperti ini? Kamu bilang kalau kamu tidak ingin menyulitkan kami semua, tapi kenapa?"

Jaehyun tertunduk dan menyembunyikan tangisnya. Kata-kata menyakitkan kembali terlontar dari mulut tajamnya. Seharusnya Hanna segera terbangun dan mengomel padanya seperti waktu itu. Saat dia mengungkitnya.

Bukan Aurora ( Tamat )√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang