51. Sad rain

154 32 68
                                        

“Selamat ulang Tahun Hanna.”

Hanna membelakkan mata saat  mendapati  wajah Jeno yang tersenyum manis.

Air mata Hanna mengalir mulus di pipinya. Jeno tahu apa yang sedang gadis ini pikirkan. Tentu seseorang tidak ada di sini sekarang.

“Kenapa kamu nangis? Terharu ya?” goda Jeno tersenyum jahil. Namun, dibalas dengan anggukan pelan Hanna sambil menyeka pipinya yang sudah basah. Jeno tersenyum  tipis. Dia benar-benar  sangat bangga pada dirinya sekarang.

Jeno mengerti kalau sejak kemarin Hanna tampak muram bukan hanya sekedar karena masalahnya di sekolah saja. Namun, tentu karena hari ini adalah hari ulang tahunnya. Sedangkan Jaehyun tidak ada.

Makanya Jeno sangat antusias memberikan Hanna kejutan saat melihat pembicaraan Hanna dan Guanlin tadi. Hanna benar-benar sedang berada dalam keadaan paling terpuruk saat ini. Dan itu juga merupakan rasa sakitnya. Karena dia hanya ingin melihat Hanna terus tersenyum.

“Makasih, “ ucap Hanna pelan.  “Kadonya?” Hanna mengulurkan tangan dengan wajah menuntut.

Jeno tertawa lebar. Gadis yang labil. “Katakan apa yang kau ingin kan tuan putri,” ucap Jeno sambil membungkuk dengan bertopangkan kaki di tanah.

Lagi-lagi Hanna tersipu malu. Pelan dia memukul punggung Jeno.

“Aku mau naik komidi putar, makan kembang gula, makan es krim. Terus____”

Jeno langsung menarik tangan Hanna cepat. Seakan sudah tahu apa yang ada di benak gadis ini.

“Saatnya lampu ajaib beraksi!” seru Jeno sambil berlari menarik tangan Hanna menuju arena permainan.

.
.
.

Tidak dapat dipungkiri betapa bahagiannya Jeno malam ini. Menatap Hanna dengan senyuman terindahnya. Dan  hanya dia pemiliknya.

Kenapa dia baru sadar kalau dia hanya ingin memiliki Hanna seutuhnya? Tidak ada siapa pun. Tidak harus Jaehyun. Karena mereka memang bukan pasangan sesungguhnya.

Bukankah dia lebih cocok dari pada omnya itu. Hanna adalah gadis periang dan seharusnya dia bersama orang yang bisa membuatnya semakin terlihat ceria pula.

Tidak ada waktu terbuang sedikitpun. Hanna melakukan semua yang dia mau. Naik komidi putar sampai 5 kali, masuk ke rumah hantu, makan es krim, dan banyak lagi yang mereka lakukan.

Hanna terlihat senang, walau Jeno terkadang sempat melihat gadis itu sesekali terdiam.

Malam semakin larut. Jeno menatap arlojinya. Kenapa dia ingin waktu terhenti. Semua yang Hanna pinta sudah mereka lakukan. Namun, sepertinya dia memang  masih ingin berlama-lama dengannya.  Menatap  senyum cerah Hanna. Juga mendapati tatapan  Hanna yang hanya tertuju  padanya. Dan jangan lupa dengan tatapan  Hanna yang menunjukkan kalau  gadis itu  seperti sedang  membanggakannya. Sungguh Jeno  ingin memutar waktu kembali.

Namun, kali ini pandangan Jeno terganggu oleh Hanna sedang menatap handphone-nya tidak  berkedip. Sepertinya benda pipih di tangannya sedang berdering, tapi gadis itu enggan mengangkatnya. Dengan hati-hati Jeno mendekati Hanna.

“Hanna!” Jeno menyodorkan kembang gula yang barusan dia beli di depan Hanna.

Sedikit terkejut Hanna langsung memasukkan handphone-nya ke dalam saku, kemudian mengambil kembang gula dari tangan Jeno.

“Kenapa ga diangkat?”

“Ga penting. Aku mau pulang, Jen,” cetus Hanna dengan suara tidak bersemangat. Bahkan kembamg gula di tangannya tidak disentuh.

Bukan Aurora ( Tamat )√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang