58. Iam sorry for

149 29 61
                                    

"Jeno."

Jeno masih menatap lurus ke depan, tanpa menoleh ke arah pemilik suara. Tidak masalah. Tohnya dia juga tahu siapa pemilik suara itu. Taeyon.

"Hanna sudah sadar."

Jeno tersentak kaget. Kini dia menoleh menatap neneknya yang melemparkan senyum manis. Jeno membalasnya masih dengan tatapan dingin.  Namun jantungnya berdetak kencang. Jika saja boleh, ingin rasanya dia tersenyum dan melompat untuk turut bahagia. Akan tetapi, nalurinya berkata tidak. Dia tidak pantas. Bagaimana mungkin dia bisa tertawa bahkan tersenyum setelah mencelakai orang sebaik Hanna.

"Kita jenguk Hanna, ya."

Jeno Masih diam membisu. Dia bukan bodoh. Beberapa waktu lalu dia sempat mendengar pembicaraan Taeyeon dengan Jaehyun, kalau keluarga Hanna membenci Jaehyun sepenuhnya. Jadi bagaimana mungkin mereka bisa menjenguk Hanna.

"Jen ...."

"Aku mau balik ke sekolah lama," ucap Jeno dingin. Matanya bergeming pada pepohonan di luar jendela. Sejujurnya dia takut jika tertangkap neneknya sedang berat mengungkapkan permintaanya.

"Kenapa tiba-tiba?"

"Aku ga mau tinggal di sini lagi."

"Iya, tapi kamu ga mau jenguk Hanna?" tanya Taeyon lembut.

Sangat disayangkan cucunya yang dulu ceria dan sangat santun ini harus meredam banyak penyesalan. Itu semua karena salah Taeyon sendiri. Jika saja dia tidak terlalu ikut campur dengan perasaan Jaehyun dan Hanna, mungkin Jeno masih bisa tersenyum dan hidup dengan baik. Dan sekarang apa yang terjadi. Wajah muram Jeno, raut penyesalannya bahkan sikap acuh tidak acuhnya membuatnya menjadi seperti seorang pendosa.

"Gak."

Taeyon mendekat kemudian membelai pundak Jeno lembut. Laki-laki itu tidak juga mau menoleh, hingga akhirnya dia pun beranjak dari kamar itu.

Napas Jeno memburu. Matanya mulai berair. Dadanya bergejolak, rasa senang dan sedih kini menjalari tubuhnya. Hanna sudah sadar, dia lega. Dia senang setidaknya bebannya berkurang. Namun, dia sedih karena tidak akan bisa melihat Hanna. Bahkan untuk selamanya.

Kenapa? Karena dia tidak pantas. Dia tidak akan bisa menatap Hanna. Terlalu malu rasanya menatap wajah Hanna. Namun, dia sangat merindukannya. Dia harus bagaimana?

Jeno meremas dadanya sendiri. Sesak dan ngilu. Dia tidak dapat banyak melakukan apa-apa selain pergi dan meninggalkan Hanna dan kenangan tentangnya. Walau itu sakit.

##

Mata Hanna membelalak lebar menatap pria tinggi yang baru saja membuka pintu. Pria yang sangat dirindukannya. Matanya berair. Ingin rasanya dia bangkit dari tempat tidur dan menubruk tubuh besar itu secepatnya.

"Hanna!"

Hanna memeluk Jaehyun yang sudah berdiri di sampingnya. Tangis mereka menyatu. Walau tanpa sepatah kata pun, tangis mereka sudah dapat mewakili banyak hal yang lama terpendam hampir dua bulan ini. Kerinduan keduanya terlepas tanpa kata-kata, hanya tangis dan pelukan hangat yang bisa mengungkapkan perasaan keduanya.

Berapa lama Hanna harus mencoba menahan rindu. Bahkan dia yakin pria ini juga merasakan yang sama.

"Hanna, maafkan saya. Maafkan saya Hanna. Saya yang bersalah. Saya minta maaf," ucap Jaehyun berkali-kali. Tubuhnya terasa bergetar saat memeluk gadis kecil yang sangat dirindukannya. Gadis yang membuatnya selalu tersentak saat memejamkan mata barang sekejap saja. Gadis yang membuatnya seperti mayat hidup.

Hanna sedikit kesal dengan ucapan Jaehyun. Bukan itu yang ingin dia dengar. Dia ingin mendengar Jaehyun mengatakan kalau dia sangat merindukannya. Dia ingin mendengar Jaehyun mengatakan kalau apa kau baik-baik saja?

Bukan Aurora ( Tamat )√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang