34. Egois

138 39 52
                                    

Mata jaehyun memanas. Ada banyak guratan kesedihan yang menggerogoti  hatinya. Dia hilang kendali saat mendengar ucapan  Hanna tadi. Hingga akhirnya mau tidak mau dia mencengkeram keras tangan gadis itu tanpa ampun.

Jaehyun sudah melukai Hanna. Dia juga sudah membuatnya menangis. Dan bahkan lebih parahnya dia sudah mengancam gadis itu dengan kata-kata mengerikan. Apakah dia masih bisa termaafkan?

Namun, tidak bisakah satu orang saja tahu, kalau Jaehyun  memang terlalu takut untuk kehilangan Hanna. Dia sungguh tidak ingin berpisah dengan gadis itu. Namun, tetap saja dia masih ragu dan takut mengatakannya. Kenapa dia tidak mau jujur padanya. Atau mungkin separuh hatinya tidak menerima perasaa ini.

##

Jaehyun mengamati tangan Hanna yang berbalut perban hasil kerjanya semalam. Sekilas dia merasa gadia itu terlihat kesulitan menyandangkan tasnya.

“Tangan kamu___”

“Aku udah ganti sendiri tadi, Om,” jawab Hanna cepat sambil tersenyum lebar.

Senyumnya tidak dipaksakan. Apa dia lupa kejadian semalam? Kenapa wajahnya  menunjukkan seperti tidak ada terjadi apa-apa semalam. Gumam Jaehyu dalam hati.

“Kita ke dokter nanti ya,” tawar Jaehyun sambil membelai rambut Hanna lembut. Melihat raut wajah tenang dan senyum lebar Hanna rasa bersalahnya semakin besar.

“Iya.” Hanna mengangguk dan tersenyum manis.

Jaehyun hampir menangis menatap gadis ini. Sungguh pandai dia menyimpan perasaanya. Dengan senyum manis itu. Semoga saja dia tidak mengulangi kesalahannya lagi setelah ini.

“Kita berangkat.”

Hanna dan Jaehyun memasuki mobil tanpa menoleh ke belakang. Tidak sadar Jeno sedang mendengus di depan pintu utama. Bahkan saat sarapan mereka berdua tidak saling menyapa. Bukan Hanna yang enggan menyapa, tapi dia. Jeno terlalu kesal mengawali paginya hari ini. Apalagi saat mengingat bentakan Jaehyun semalam. Pria munafik. Gerutu Jeno dalam hati.

.
.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Jaehyun bahkan tidak berani mengatakan apapun selagi dia sibuk menyetir.

“Om!”

“I-iya!” Jaehyun terkejut. Padahal dia masih bingung dengan sapaan pertamanya untuk Hanna. Namun, sekarang malah gadis ini yang memulai suara.

“Aku bakalan ikut kemauan om sesuai perjanjian. Tohnya memang ga lama lagi. Om ga usah khawatir,” ucap Hanna dengan nada datar. Tidak ada nada ketegasan, dan keterpaksaan dari ucapannya. Berharap saja Jaehyun menerimanya kali ini.

Saat ini mungkin Jaehyun dalam bahaya. Karena memang dia hanya terdiam mendengar ucapan Hanna yang terlalu tiba-tiba ini. Apa lagi yang ada dipikiran Hanna.

“Kamu___”

“Tapi, aku boleh minta satu hal ga?” ucap Hanna  lagi.

Kali ini suaranya sedikit pelan. Seolah ragu dengan jawaban Jaehyun di sampingnya. Cepat-cepat Jaehyun menoleh.

“Apa itu?”

“Bisa ga mulai sekarang aku berangkat dan pulang sekolah sendiri? Aku janji ga bakalan ketemu Jeno atau siapapun. Aku bener-benar janji, Om.” 

Sedikit Jaehyun melirik Hanna yang tampak menatapnya penuh harap. Jantung Jaehyun mulai tidak karuan lagi. Kenapa sesulit ini? Kenapa dia harus menghadapi  masa sesulit ini untuk bisa bersama Hanna. Apa Hanna sangat membencinya?

“Kamu benci sama saya?” tanya Jaehyun.

“Ga, Om! Ga kok. Sumpah. Enggak kok!” geleng Hanna keras. Kenapa pula Jaehyun punya pikiran sejauh itu.

Bukan Aurora ( Tamat )√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang