_______❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤_______Halo, how are you?
Halo, can you hear me?
Halo?
.
.Happy reading!
🌹
Suasana canggung menyelimuti Sasa dan juga Marv. Marv bahkan bersikap sangat kaku saat ini, dia sangat tegang. Bagaimana tidak tegang setelah apa yang terjadi ...
Marv berdeham untuk melancarkan aliran di tenggorokannya yang sejak tadi terasa kering kerontang. "Soal itu ... Maaf aku nggak bermaksud-"
"Nggak apa-apa," sela Sasa enteng.
Marv bersyukur, saat ini Sasa terlihat lebih baik dari sebelumnya. Keadaan fisik maupun hatinya. Terlihat dari cara Sasa yang mulai kembali menampakkan senyum menakjubkannya lagi dan mau mengobrol dengannya.
Namun, masalah hati tidak ada yang tahu, termasuk Marv yang menilai keadaan hati Sasa kembali membaik, tapi tidak sepenuhnya yakin apakah memang benar-benar telah membaik karena sesekali Sasa masih terlihat sedikit ... terguncang dan waspada. Itu yang masih membuatnya ragu dan harus menelan rasa penasarannya sampai ke dasar. Marv mengingatkan diri untuk tidak bertanya ada apa dan apa yang terjadi karena Sasa masih menutup diri. Marv hanya mencoba mengerti dan bersabar, dan juga selalu ada untuk Sasa.
"Aku suka. Rasanya enak. Lain kali apa aku boleh minta lagi?"
"Apa?" Marv jelas terkejut.
"Cokelatnya," kata Sasa salah tingkah, diam-diam merasa harus menjelaskannya agar tidak ada salah paham di antara mereka.
Oh, cokelatnya. Entah Marv harus kecewa ataukah senang mendengarnya. "Ya. Ya, tentu."
Keadaan kembali hening dengan Marv yang masih terus menghindari tatapan Sasa.
"Hei," Sasa menegur Marv, menyentuh ringan pundaknya. Dia sadar sedari tadi Marv kelihatan kaku dan sangat tegang. "Kemarin itu bukan ciuman." Ya, memang bukan ciuman, tapi tetap saja Sasa merasa pipinya bersemu. Dan mereka harus membahas yang satu ini, mau tidak mau.
Sasa terdiam cukup lama, mengumpulkan keberanian untuk melanjutkan kalimat yang belum tuntas diutarakan. Marv dengan sabar menunggu, terdiam mendengarkan. "Itu cuma sikap spontan kamu yang ngasih aku cokelat lewat ..." Sasa berdeham, "... bibir. Alasan kenapa itu bisa terjadi karena, ya, mungkin kamu udah kehabisan cara buat nyadarin aku dari 'kegilaan' sesaat waktu itu. Tapi kamu harus tahu, punya kita nggak sentuhan sama sekali."
Punya kita. Marv melihat lidah Sasa yang menyentuh ujung bibirnya yang merah muda. Dia sendiri sadar kalau mereka sama sekali tidak berciuman, menempel pun tidak. Hanya saja, entah kenapa dia tetap saja merasa bersalah karena telah melakukan hal itu, juga jantungnya masih berdebar hingga kini seakan mereka benar-benar melakukan 'itu'.
"Itu cokelat terenak yang pernah aku makan," aku Sasa dengan membuang muka, tidak ingin Marv mengetahui perasaannya saat mengatakan itu. Sasa merasa sedikit tertekan saat tidak mendapat respons apa pun dari Marv secepatnya.
"Dan itu adalah hal gila sekaligus mendebarkan yang pernah aku lakukan."
Sasa menoleh terkejut ke arah Marv setelah mendengar pengakuan itu. Pandangan mereka pun bertemu, saling mengunci. Tiba-tiba saja Sasa merasa sangat ingin tertawa dan karena sudah tidak tahan lagi dia pun tertawa.
"Ada apa?" tanya Marv bingung.
"Gemesin."
"Apa yang gemesin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Memories
Ficção Adolescente[ON GOING, Baby] "Ketika kita mencintai seseorang dan apa yang kita rasakan di awal fase mencintai itu adalah rasa sakit dan kepahitan, percayalah, bahwa di akhir nanti rasa manislah yang akan kita cecap sebagai penyembuhnya." Tetapi apakah benar se...