_______❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤_______
Peringatan!
Isi part ini lebih banyak penjelasan daripada percakapan karena part ini menjelaskan part sebelumnya.
.
Happy reading!
🌹
Marv termangu di atas ranjangnya, butuh waktu untuk memahami semuanya. Kemudian kesadaran menghantamnya, membuat Marv segera bergegas meninggalkan rumah sakit.
Tidak peduli seruan Olivia yang terus menerus memanggilnya. Tidak peduli perawat yang memprotes dan melarangnya agar tidak meninggalkan rumah sakit karena dirinya belum pulih. Tidak peduli Bundanya ... Tidak, Wanda tidak bereaksi apa-apa, seakan mendukung apa yang tengah dilakukannya. Marv berlari dan terus berlari.
Tangannya terasa semakin basah, bahkan sekarang terasa lengket. Marv melirik sekilas telapak tangannya. Darah. Tangannya terasa basah dan lengket bukan karena keringat dingin, melainkan karena darah. Darah yang muncul akibat selang infus yang dia lepas begitu saja beberapa saat lalu.
Marv melihat keran di sebelah kiri tempatnya berhenti dan memutuskan untuk mencuci tangannya terlebih dahulu sebelum bertemu dengan Sasa. Dia tahu Sasa takut dengan darah dan dia tidak ingin membuat Sasa ketakutan karenanya.
Di depan sana, terlihat dua mobil polisi. Dua polisi yang beberapa saat lalu masuk ke ruang inapnya dan membawa Sasa - yang pasrah begitu saja - sedang memindahkan motor yang terlihat sedikit ringsek di bagian depannya ke atas mobil yang bagian belakangnya terbuka, dibantu oleh para satpam rumah sakit.
Di mobil yang satunya lagi, Mitsubishi Galant V6, terlihat Sasa yang duduk diam di dalam sana. Dia masih belum mengerti apa yang terjadi pada Sasa. Apa yang membuat gadis itu harus dibawa ke kantor polisi. Satu hal yang dia tahu pasti, motor ringsek yang diangkut tersebut menandakan adanya kecelakaan. Tetapi apa hubungan hal itu dengan Sasa?
Marv terus meletakkan tangannya di bawah pancuran air dingin agar darahnya membeku, tetapi belum juga mau membeku. Darahnya terus mengalir tanpa henti, membuatnya sedikit takut kalau-kalau hal itu akan membuatnya kehabisan darah.
Seorang perawat wanita lewat di depannya, Marv segera menghentikan langkah perawat tersebut.
"Maaf, Anda punya plester?" tanyanya.
"Oh, ada. Sebentar." Sang perawat merogoh sakunya dan memberikan plester yang diminta Marv.
Marv mengangguk dan tersenyum kecil sebagai ungkapan rasa terima kasihnya. "Terima kasih."
Perawat tersebut segera meninggalkan Marv - karena tidak dibutuhkan lagi- dan melanjutkan kembali langkahnya ke dalam rumah sakit.
Selesai memasang plester di tempat di mana darahnya keluar, Marv bergegas ke mobil polisi di mana Sasa berada. Dan langkahnya langsung terhenti begitu matanya menangkap tidak ada lagi dua mobil polisi di sana.
Marv hanya mengalihkan perhatiannya sebentar, tetapi kemudian dia kehilangan apa yang dia incar.
Kalau begitu bagaimana caranya dia bisa menyusul Sasa? Motor tidak ada. Mobil ada, tetapi dia tidak membawa kuncinya. Kembali ke ruang inapnya untuk mengambil kunci mobil rasanya terlalu sia-sia karena bukan hanya jaraknya yang lumayan jauh dari pintu masuk, melainkan juga dia akan semakin kehilangan jejak polisi yang membawa Sayang-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Memories
Fiksi Remaja[ON GOING, Baby] "Ketika kita mencintai seseorang dan apa yang kita rasakan di awal fase mencintai itu adalah rasa sakit dan kepahitan, percayalah, bahwa di akhir nanti rasa manislah yang akan kita cecap sebagai penyembuhnya." Tetapi apakah benar se...