Ketika keluar dari mobil seusai memarkirnya di halaman, Sojung melihat Jisoo berdiri di depan gerbang rumah Seokjin dengan koper besar di sampingnya. Gadis itu penasaran akan kemana Jisoo sore-sore begini dengan koper sebesar itu. Berhubung ia penasaran dan juga merasa tidak enak jika tidak menyapa tetangganya, Sojung memutuskan untuk menyebrang menghampiri sepupu Seokjin itu.
"Oh, halo Sojung." Jisoo selalu saja terlihat ramah dan ceria.
"Hai Jisoo." Interaksi yang terlalu kaku! "Kau mau kemana?"
"Pulang," jawab Jisoo. "Urusanku di Seoul sudah selesai, dan sekarang aku sedang menunggu pacarku menjemput."
Sojung mangut-mangut, "kupikir kau memang tinggal bersama Seokjin."
"Jangan cemburu nona Kim," goda Jisoo, membuat Sojung salah tingkah. "Aku dan Seokjin oppa hanya sepupuan."
"Kau salah sangka," sanggah Sojung cepat. "Kami sudah saling melupakan dan punya hidup masing-masing."
"Apa aku baru saja membuatmu tidak nyaman?" Jisoo terlihat merasa bersalah. "Maafkan aku."
"Jangan dipikirkan. Jadi, kau pulang ke mana?"
"Provinsi X." Lalu bibir Jisoo melengkung ke atas. "Aku senang akan pulang, tapi juga sedih karena meninggalkan keponakanku yang lucu. Dia akan kesepian lagi dan makan tidak teratur. Kau tahu, ayahnya tak cukup baik menjadi ayah yang perhatian. Seokjin oppa terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Chaerin juga tidak bisa seintens dulu menjaga Soobin."
Jisoo hanya ingin mengungkapkan kesedihan dan keluh kesahnya, tapi kenapa Sojung malah merasa terbebani dengan cerita gadis itu? Dia jadi langsung kepikiran soal Soobin, padahal itu sama sekali bukan urusannya.
"Aunty Jisoo!"
Seorang anak kecil berlari dari arah kiri jalan. Kim Soobin berusaha menghampiri bibinya secepat mungkin. "Aunty mau kemana?" tanya Soobin gelisah karena melihat koper Jisoo.
Jisoo berlutut dan menyeka keringat Soobin. Anak itu baru saja kembali dari aktivitas bermainnya bersama teman-temannya. "Nah, dari tadi Aunty mencarimu, untung saja sempat bertemu dulu."
"Aunty mau kemana?" ulang Soobin. "Aunty tidak boleh pergi."
"Aunty harus pergi ke Daegu, tapi nanti kita tetap bisa bertemu lagi, kok. Soobin baik-baik di sini, ya? Harus menurut apa kata papamu dan jangan susah makan!"
Soobin menggeleng cepat, hidungnya sudah memerah dan bibir anak itu membentuk lengkung ke atas. "Aunty tidak boleh pergi, nanti Soobin sendirian lagi, nanti siapa yang main sama Soobin? Nanti siapa yang membuat nugget buat Soobin?"
Jisoo terdiam, gadis itu juga tidak rela meninggalkan Soobin, tapi apa boleh buat.
"Soobin," ucap Jisoo lembut. "Aunty memang akan pergi, tapi Soobin akan punya teman baru."
"Siapa?" tanya anak itu dengan suara serak lantaran menahan tangis.
"Itu," Jisoo menunjuk ke arah Sojung yang dari tadi hanya jadi penonton. Sojung mebelalak karena Jisoo tiba-tiba menunjuknya. "Bibi Sojung akan jadi teman barumu."
Soobin memutar kepalanya, menatap Sojung heran. "Bibi kucing kenapa di sini?"
"Bibi kucing?" tanya Jisoo keheranan.
"Namanya sama dengan Sojung," jelas Soobin, sementara Sojung tengah berusaha sabar dan tidak memberi respon apapun terkait panggilan Soobin.
Jisoo mengangguk meski masih tak paham. Gadis itu melanjutkan lagi bicaranya. "Lihat itu," kali ini Jisoo mengarahkan pandangan Soobin pada rumah di sebrang jalan, rumah Sojung saat ini. "Itu rumah bibi Kucing-mu. Kau bisa menemui bibi Kucing kapan pun."
"Jisoo, seharusnya kau tidak mengatakan itu," protes Sojung. Bagaimana jika Soobin benar-benar mengunjungi rumahnya dan merepotkannya? Tapi, ah, keyakinan Sojung hanya sekian persen. Nyatanya Soobin takut dan benci kepada Sojung, bahkan awal-awal pertemuan mereka, Soobin menyebutnya nenek sihir.
"Maaf Sojung, aku hanya ingin menghibur Soobin. Aku bahkan berniat menitipkan Soobin padamu, tapi... itu tidak mungkin, kan?"
"Tentu saja tidak mungkin."
"Aunty, Soobin tidak mau sama bibi Kucing. Soobin mau sama Aunty," rengek Soobin. Anak itu sudah benar-benar dekat dengan Jisoo. Ah, rasanya bukan hanya pada Jisoo, Soobin memang mudah dekat dengan banyak orang.
"Nanti Aunty ke sini lagi, kok," hibur Jisoo. Lantas gadis itu menggendong Soobin dan mebisikkan kata-kata yang menenangakan anak itu. Sojung hanya bisa menyaksikan interaksi itu dalam diam.
Akhirnya yang Jisoo tunggu-tunggu datang. Dia harus pergi, maka dari itu Jisoo menurunkan Soobin, tapi anak itu tidak mau. "Aunty tidak boleh pergi!"
Jisoo tampak akan frustrasi karena Soobin terus menahannya. Sojung berinisiatif menenangkan anak itu dan menariknya menjauh dari Jisoo, tapi Soobin malah memberontak dan memukul lengan Sojung.
"Aish, Seokjin oppa kemana, kenapa tidak kunjung pulang," keluh Jisoo. Dia kewalahan karena sekarang Soobin sudah mengamuk dan bertekad menghentikan niatan bibinya untuk pergi.
"Soobin, nanti Aunty Jisoo akan ke sini lagi, jangan khawatir." Sojung masih berusaha membujuk Soobin meski sebenarnya dia agak kesal karena Soobin sudah memukulnya dan menolak niat baiknya. Ayolah Sojung, dia hanya seorang anak kecil.
"Bibi akan membelikanmu es krim kalau kau mau mengizinkan Aunty Jisoo pergi."
"Tidak mau!"
"Dua es krim, ah tidak, lima es krim? Atau kau mau nugget? Bibi akan memasak makanan yang enak untukmu, bilang saja kau mau apa, hm?"
"Tidak mau!" bentak Soobin sekali lagi Sojung mundur dan memutar kedua matanya. Dia menyerah. Soobin berbeda dari Yeonjun yang akan dengan mudah dibujuk hanya dengan makanan.
"Jisoo, aku tahu kau tidak akan tega meninggalkan Soobin disaat seperti ini," pacar Jisoo yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara. "Tapi kita akan ketinggalan pesawat jika harus menunggu Soobin mengizinkanmu. Kau tahu, jalanan mulai macet dan itu akan memperlambat perjalanan kita ke bandara."
"Aku tidak punya pilihan," keluh Jisoo. Gadis itu berlutut lagi dan mengusap pipi Soobin yang basah. "Maaf ya sayang, nanti bibi akan menemuimu lagi," lalu Jisoo mencium kedua pipi keponakannya yang masih sesegukan.
"Sojung, aku mohon sekali ini saja, jaga Soobin hingga ayahnya datang. Pengasuh Soobin yang biasanya baru besok akan kembali bekerja, jadi jika aku pergi, Soobin akan sendirian."
"Apa? Jisoo aku tidak --"
"Please?"
"Baiklah, hati-hati. Semoga kita bisa berjumpa lagi lain waktu , dan... jangan khawatirkan Soobin."
Sojung berlutut dan menarik Soobin dalam pelukannya, mengunci pergerakan anak itu agar berhenti menghalangi pintu mobil dan mencegah Jisoo masuk. Sojung sangat kewalahan menghadapi Soobin, anak itu tidak mau diam dan terus memberontak ingin mengejar mobil yang ditumpangi Jisoo.
"Baiklah, kau bebas!" Sojung melepas pelukannya dengan perasaan jengkel. Ia kira Soobin akan menyerah karena mobil Jisoo sudah hilang dari pandangan, tapi ternyata, Soobin anak yang nekad. Dia berlari ke arah perginya Jisoo.
"Argh, aku benci anak-anak!" keluh Sojung saat ia menyadari bahwa ia semakin kerepotan karena harus mengejar Soobin.
⚫⚪
Soobin, kamu teh meuni riweuh di cerita ini :(
By the way, kadang aku merasa gak sanggup lanjutin cerita ini, soalnya takut ngebosenin huwee. Masa udah chapter 23, masih gak ada progres hubungan emak sama om Jin. Apa sebenernya mereka gak ditakdirkan bersatu lagi? entah, aku gak tau juga. Walaupun aku yang nulis, kadang aku baru sadar kalo tulisan aku melenceng dari rencana awal tu pas udah selesai bikin satu chapter :"
Tapi, aku gak berniat unpub cerita ini sebelum cerita ini tamat kok. Semoga bisa cepat kuselesaikan dan pembaca bisa puas atau cukup puas :)
Lahat, 26 Mei 2019
Iva
KAMU SEDANG MEMBACA
Y (SOWJIN)
Fanfiction[Selesai] Ini tentang Seokjin dan Sojung yang sama sama belum move on. Sequel X . . Yearn (v) To be filled with longing desire; to be harassed or rendered uneasy with longing, or feeling the want of a thing; to strain with emotions of affection or...