49

1.1K 115 11
                                    

Sojung terus memandangi paper bag berisi dua pasang baju anak kecil yang ia beli tadi siang. Harusnya hadiah itu sudah ia berikan sejak tadi, tapi reaksi Seokjin terhadapnya tadi sore membuat Sojung ragu dan malas bertemu lelaki itu. Bagaimana jika Seokjin kembali mengabaikannya? Tapi ... siapa peduli? Lagipula, Sojung hanya ingin bertemu Soobin dan memberikan baju untuk anak itu. Masa bodo dengan si ayah yang mulai bersikap menyebalkan tanpa alasan.

Selepas jam makan malam, Sojung keluar rumah dengan menenteng paper bag yang akan ia berikan untuk Soobin. Sesampainya di depan pintu rumah kediaman Seokjin, gadis itu menekan bel dan berharap Soobin langsung yang membuka pintu. Tapi, harapannya tidak terkabul. Seokjin dengan ekspresi kagetnya lah yang menyambut gadis itu di ambang pintu.

"Ada apa?" kata lelaki itu, berusaha agar suaranya terdengar normal meski dia sangat gugup.

"Aku ingin bertemu Soobin." Sojung berjinjit dan memanjangkan lehernya untuk mengintip ke dalam, mengecek keberadaan anak itu yang biasanya akan mengekor di belakang sang ayah. Tapi Seokjin segera menghalangi pandangan Sojung dengan tubuhnya. "Soobin sudah tidur," jawabnya, dan Sojung tidak percaya.

"Kau bohong."

"Kenapa aku harus berbohong?" ekspresi Seokjin terlihat meyakinkan, tapi alih-alih mempercayai lelaki itu, Sojung malah sengaja berteriak. "Kim Soobin, Mama datang, Sayang!"

Seokjin melotot dan segera membekap mulut Sojung. "Sudah kubilang dia tidur," kata Seokjin penuh penekanan. Sadar jaraknya dengan Sojung menjadi lebih dekat, Seokjin lantas melepas bekapan tangannya dan lagi-lagi berusaha untuk tidak terlihat gugup dan salah tingkah. "Sebaiknya kau pulang saja."

Rasanya seperti de javu melihat sikap Seokjin yang seperti ini, dan Sojung tidak bisa menerimanya.

"Jangan suruh Mama pulang, Pa."

"Soobin." Sojung tersenyum lebar dan berlutut di hadapan Soobin yang memeluk kaki ayahnya. "Mama punya hadiah untukmu," katanya sembari menyerahkan paper bag bawaannya kepada bocah Kim itu. Namun belum sempat Soobin menerimanya, Seokjin sudah menarik bahu anak itu menjauh dari Sojung, membelakangi gadis itu dan menatap tajam pada Soobin.

"Papa menyuruh Soobin untuk tidur. Kenapa malah ke sini?" omel lelaki itu. kalau begini, jelas sekali kebohongannya di hadapan Sojung. "Kembali lah ke kamarmu sekarang juga."

"Tapi Soobin mau –-"

"Mau Mama? Silakan ikut dia, tapi Papa bukan Papamu lagi."

"Kim Seokjin, kenapa kau bicara begitu pada anakmu sendiri?!" saking kesalnya, Sojung mengabaikan sopan santun sebagai tamu, dia masuk dan mendorong Seokjin ke samping. "Apa sebelumnya kita ada masalah? Seingatku semuanya baik-baik saja sebelum ini. Tapi apa ini, kau bersikap dingin padaku, kau bahkan melarang Soobin menemuiku."

"Tidak, tidak ada. Kita tidak punya masalah apapun, jadi kau bisa pulang sekarang." Seokjin menarik pergelangan tangan Sojung dan menyeret gadis itu keluar. "Soobin harus tidur sekarang. Maaf, Sojung."

"Jelas-jelas ada yang salah di sini. Kenapa kau bersikap seperti ini?!"

"Tolong jangan berteriak di sini, itu akan berdampak buruk untuk Soobin," ucap Seokjin lirih. Lelaki itu melirik putranya yang ketakutan dan menatap sendu pada Seokjin dan Sojung. Tak ingin anaknya melihat amukan Sojung lagi, Seokjin segera menutup pintu.

"Maafkan aku Sojung, aku hanya ingin agar Soobin tidak bergantung lagi padamu."

"Tapi aku tidak keberatan," lirih Sojung.

"Aku keberatan. Bagaimanapun kau tetap orang lain bagi anakku. Aku tidak mau Soobin benar-benar berpikir kau adalah ibunya. Kau juga punya kehidupanmu sendiri, aku tidak ingin kau menjadi repot. Dan ... yang paling penting," Seokjin menghela nafas sejenak, untuk menguatkan mentalnya. "Hubungan dalam bentuk apapun itu, aku tidak ingin memilikinya lagi denganmu. Termasuk melalui Soobin. Itu alasan utama kenapa aku tidak ingin kau bertemu Soobin."

Y (SOWJIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang